BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kurang vitamin A (KVA) adalah salah satu masalah gizi
yang mengganggu kondisi kesehatan akibat kurangnya konsumsi makanan, terutama
makanan sumber vitamin A. Kondisi ini menyebabkan peningkatan yang bermakna
terhadap morbiditas dan mortalitas pada anak-anak serta ibu hamil. Penentuan
status vitamin A penting untuk melihat kadar vitamin A di dalam tubuh
seseorang.
Kekurangan vitamin A disebabkan karena kurangnya intake
vitamin A dalam tubuh. Intake vitamin A didapatkan dari asupan makanan yang
mengandung vitamin A dari sumber hewani atau pro-vitamin A dari sumber nabati.
Makanan yang mengandung vitamin A tergolong mahal dipasaran, sehingga sebagian
besar masyarakat miskin sangat sulit untuk mendapatkan makanan sumber vitamin A
untuk mencukupi kebutuhan akan vitamin A sehari-hari (Nadimin, 2011).
Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan
masalah kesehatan utama di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.
KVA terutama sekali mempengaruhi anak kecil, diantara mereka yang mengalami
defisiensi dapat mengalami xerophthalmia dan dapat berakhir menjadi kebutaan,
pertumbuhan yang terbatas, pertahanan tubuh yang lemah, eksaserbasi infeksi
serta meningkatkan resiko kematian. Hal ini menjadi nyata bahwa KVA dapat terus
berlangsung mulai usia sekolah dan remaja hingga masuk ke usia dewasa (Keith
dan West, 2008).
Almatsier (2009) menyampaikan sebanyak tiga juta anak-anak
buta karena kekurangan vitamin A. Pada anak balita akibat kekurangan vitamin A
(KVA) akan meningkatkan kesakitan dan kematian, mudah terkena penyakit infeksi
seperti diare, radang paruparu, pneumonia, dan akhirnya kematian. Akibat lain
yang berdampak sangat serius dari KVA adalah buta senja dan manifestasi lain
dari xeropthalmia termasuk kerusakan kornea dan kebutaan (Sidarta, 2008).
B.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk
mengetahui mekanisme defisiensi vitamin A pada manusia
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui pemeriksaan defisiensi vitamin A
b) Untuk mengetahui deskripsi kasus defisiensi vitamin A
c) Untuk mengetahui etiologi atau penyebab dari defisiensi
vitamin A
d) Untuk mengetahui pathogenesis atau perkembangan
oenyakit dari vitamin A
e) Untuk mengetahui tanda dan gejala klinis dari
defisiensi vitamin A
f) Untuk mengetahui macam-macam penatalaksanaan defisiensi
vitamin A
C.
Pemeriksaan Vitamin A
Pemeriksaan
laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnosis kekurangan vitamin A, bila
secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas KVA, namun hasil pemeriksaan
lain menunjukkan bahwa anak tersebut risiko tinggi untuk menderita KVA.
Pemeriksaan
yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum retinol. Bila ditemukan serum retinol
< 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita KVA sub klinis.
Kadar serum retinol menggambarkan status
vitamin A hanya ketika cadangan vitamin A dalam hati kekurangan dalam tingkat
berat (1,05 µmol/g hati). Bila konsentrasi cadangan vitamin A dalam hati berada
dalam batas ini, tidak menggambarkan total cadangan tubuh, menggambarkan
konsenstrasi status vitamin A perseorangan terutama ketika cadangan vitamin A
tubuh terbatas, karena konsentrasi serum retinol terkontrol secara homeostasis
dan tidak akan turun hingga cadangan tubuh benar-benar menurun.
Konsentrasi serum retinol juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran holo-RBP. Faktor yang
berpengaruh pada kadar serum retinol antara lain umur, jenis kelamin dan ras.
Diperlukan kriteria khusus umur untuk menginterpretasikan kadar serum retinol.
Faktor lain adalah asupan lemak yang rendah dalam makanan, misalnya asupan <
5-10 g/hari, akan mengganggu absorpsi dari provitamin A karoten dan pada jangka
panjang menurunkan konsentrasi plasma retinol. Selain dari asupan lemak faktor
gizi lainnya adalah defisiensi zat gizi lain. Kurang energi protein menurunkan
apoRBP, kurang zinc menurunkan kadar retinol karena perannya dalam sintesa
hepatik atau sekresi RBP. Serum retinol biasanya ditentukan dengan High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau dengan spektrofotometri. Walaupun
spektrofotometri lebih sederhana dan lebih murah, akurasinya kurang. Karena itu
HPLC lebih sering digunakan. Dari beberapa metode yang tersedia untuk analisis
total serum vitamin A atau retinol, hanya HPLC yang dapat membedakan retinol
dari retinyl ester, sedangkan metode lain mengukur total serum vitamin A3,4 .
Pemeriksaan
laboratorium dapat dilakukan di Puskesmas, Rumah Sakit/Labkesda atau BKMM,
sesuai dengan ketersediaan sarana laboratorium.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
a)
Pengertian Vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dan golongan vitamin
yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat
melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh
untuk melawan penyakit, khususnya diare dan penyakit infeksi). Vitamin A atau
berdasarkan struktur kimianya dibagi menjadi dua bentuk, yaitu :
1. Retinol
Retinol dapat dimanfaatkan langsung oleh
tubuh karena umumnya sumber retinol diperoleh dari makanan hewani seperti telur, hati, minyak ikan yang mudah dicerna dalam tubuh.
2. Betacarotene
Sering disebut pro-vitamin A, baru dapat
dirasakan setelah mengalami proses pengolahan menjadi retinol. Sumber
betacarotene berasal dari makanan yang berwarna orange atau hijau tua, seperti wortel, bayam, ubi kuning, mangga dan pepaya.
Vitamin
A merupakan salah satu jenis vitamin yang larut lemak, yang dalam makanan
biasanya dalam bentuk ester retinil (berikatan dengan asam lemak rantai
panjang). Serta dalam tubuh, vitamin A berfungsi dalam berbagai bentuk kimia
aktif, yaitu : retinol (bentuk alkohol), retinil (aldehida), serta asam
retinoat (bentuk asam).
Retinol atau Retinal atau juga Asam Retinoat, dikenal
sebagai faktor pencegahan xeropthalmia, berfungsi untuk pertumbuhan sel epitel
dan pengatur kepekaan rangsang sinar pada saraf mata, Jumlah yang dianjurkan
berdasarkan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (KGA-2004) per hari 400 ug
retinol untuk anak-anak dan dewasa 500 ug retinol. Tubuh menyimpan retinol dan betacarotene dalam hati dan
mengambilnya jika tubuh memerlukannya (Iskandar, 2012).
Bentuk aktif vitamin A (Ester retinyl)
hanya terdapat dalam pangan hewani. Pangan nabati mengandung karotenoid yang
merupakan prekusor (provitamin) vitamin A. Diantara ratusan karotenoid yang
terdapat di alam, hanya bentuk alfa,beta dan gama serta kriptosantin yang
berperan sebagai provitamin A. Beta karoten adalah bentuk provitamin A paling
aktif, yang terdiri atas dua molekul retinol yang saling berkaitan. Vitamin
yang berasal dari sumber pangan nabati sulit untuk diserap karena pemecahan
struktur karotenoid 2 kali struktur retinoid (Almatsier 2006).
b) Defisiensi vitamin A
Kekurangan vitamin A (KVA) adalah suatu
keadaan yang ditandai dengan rendahnya kadar vitamin A dalam jaringan
penyimpanan (hati) dan melemahnya kemampuan adaptasi terhadap kondisi gelap dan
sangat rendahnya konsumsi vitamin A (WHO 1998). Pada kadar vitamin A
serum (retinol) 20-30 µg/dl dapat dikatakan bahwa simpanan vitamin A masih
cukup, bila kadarnya dalam serum dibawah 10 µg/dl, simpanan vitamin A dalam
hati sudah sangat rendah dan biasanya tanda-tanda klinis sudah mulai muncul.
Untuk menghindari kesalahan penentuan status vitamin A tubuh karena adanya
kemampuan kompensasi dari cadangan dihati maka diperlukan suatu metode disebut Relative
Dose Response (RDR) dan akan lebih baik lagi bila penentuan kadar vitamin A
serum disertai dengan penentuan kadar Retinol Binding Protein (RBP)
sehingga status vitamin A dan status protein tubuh dapat diketahui. Pada anak
normal kadar RBP plasma 20-30 µg/dl dan dewasa 40-50 µg/dl, sedangkan
pada KVA kadar tersebut dapat turun sampai 50%. Berikut ini merupakan kategori
status Vitamin A dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kategori Status Vitamin A
Kategori |
Cut of Point |
Defisiensi
(Klinis) |
< 10 µg/dl |
Marginal
(Rendah)-defisiensi Subklinis |
<20-10 µg/dl |
Cukup |
20-50 µg/dl |
Berlebih |
>50 µg/dl |
Defisiensi
(Klinis) |
< 10 µg/dl |
Sumber: DepKes (2003).
B.
Metabolisme
Vitamin
A terdapat dalam dua bentuk, bentuk yang pertama adalah retinol yaitu sudah
terbentuk pada makanan hewani. Bentuk yang lainnya adalah pro vitamin A yaitu
ditemukan pada makanan nabati dalam bentuk senyawa yang disebut karotenoid
(Novita Wijayanti : 2017)
Metabolisme
vitamin A terjadi secara difusi pasif yang diawali dari micelle yang kemudian
digabungkan dengan kilomikron diserap melalui saluran limfatik. Metabolism
vitamin A diawali dalam makanan sebagian besar dalam bentuk ester retinil
bersama dengan karotenoid bercampur dengan lipida lain di dalam lambung.
Pencernaan dan absorpsi karoten dan retinoid membutuhkan empedu dan enzim
pancreas seperti halnya lemak. Di dalam sel-sel mukosa usus halus, ester
retinil dihidrolisis oleh enzim-enzim pancreas esterase menjadi retinol yang
lebih efisiensi diabsorbsi dari pada ester retinil. Sebagian dari karotenois
(beta karoten) di dalam sitoplasma sel mukosa usus halus dipecah menjadi
retinol.
Proses
penyerapan vitamin A diawali dengan retinol di dalam mukosa usus halus bereaksi
dengan asam lemak dan membentuk ester dan dengan bantuan cairan empedu
menyebrangi sel-sel vili dinding usus halus. Kemudian diangkut oleh kilomikron
melalui system limfe ke dalam aliran darah menuju hati. Sekitar 80-90% ester
retinil hanya 40-60% karotenoid yang diabsorbsi.
Menurut
Almatsir proses penyerapan vitamin A diawali dengan makanan yang masuk kedalam
mulut terdapat vitamin A dalam bentuk ester retinil, bersama dengan karotenoid
bercampur dengan lipida lain di dalam lambung. Di dalam sel-sel mukosa usus
halus, ester retinil dihidrolisis oleh enzim – enzim pancreas esterase menjadi
retinol yang lebih efisien diabsorbsi daripada ester retinil. Sebagian dari
karotenoid, terutama beta-karoten di dalam sitoplasma sel mukosa usus halus
dipecah menjadi retinol.
Retinol
di dalam mukosa usus halus bereaksi dengan asam lemak dan membentuk ester dan
dengan bantuan cairan empedu menyebrangi sel-sel vili dinding usus halus untuk
kemudian diangkut oleh kilomikron melalui system limfe ke dalam aliran darah
menuju hati.
Vitamin
A disimpan di dalam hati dengan waktu penyimpanan selama 6 bulan dalam keadaan
normal. Bila tubuh kekurangan konsumsi vitamin A, asam retinoat diabsorpsi
tanpa perubahan. Asam retinoat merupakan sebagian kecil vitamin A dalam darah
yang aktif dalam deferensiasi sel dan pertumbuhan. Bila tubuh memerlukan, vitamin A dimobilasi dari hati dalam bentuk
retinol yang diangkut oleh Retinol Binding-Protein (RBP) yang disintesis
didalam hati. Pengambilan retinol oleh
berbagai sel tubuh bergantung pada
reseptor pada permukaan membran yang spesifik untuk RBP.
Retinol
kemudian diangkut melalui membran sel untuk kemudian diikatkan pada Cellular Retinol Binding-Protein (CRBP) dan RBP kemudian dilepaskan. Di dalam sel mata retinol berfungsi sebagai retinal dan di dalam sel epitel sebagai asam retinoat.
C. Etiologi
1. Kurang mengkonsumsi buah dan sayur
Penyebab
utama dari KVA (kekurangan vitamin A) di negara berkembang adalah rendahnya
asupan vitamin A dan bioavailabilitas dati vitamin A yang dikonsumsi
(sayur-sayuran dan buah-buahan). Beberapa faktor yang mendukung rendahnya
konsumsi vitamin A adalah karena adanya perbedaan fisiologi, sosial, dan
ekonomi atau daya beli yang rendah.
2. Obesitas
Obesitas merupakan kondisi kronis karena konsumsi kalori yang lebih
tinggi dari kebutuhan tubuh atau ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran
kalori. Pola makan yang salah bisa menjadi salah satu penyebab dari obesitas.
Jenis makanan yang sebagian besar dari kelompok karbohidrat dan sedikit dari
golongan sayur atau buah sehingga menyebabkan rendahnya asupan mineral dan
vitamin.
3. Diet
Diet merupakan
pengaturan pola makan seseorang atau biasanya pembatasan jumlah jenis makanan
tertentu. Misalnya dalam menurunkan berat badan, seseorang akan membatasan
asupan makanannya sehingga beberapa zat gizi tidak dapat terpenuhi, salah
satunya vitamin A.
4. Mual muntah selama kehamilan (Hiperemesis)
Hiperemesis
merupakan salah satu gangguan pada saat kehamilan yaitu mual dan muntah secara
terus menerus. Hal ini bisa berakibat pada asupan ibu hamil dan bisa
menyebabkan defisiensi beberapa zat gizi.
5. Mengkonsumsi alkohol
Mengkonsumsi
alkohol dapat mengganggu menyerapan lemak. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan
pada vitamin yang larut dalam lemak, salah satunya yaitu vitamin A. Sehingga
kebutuhan vitamin A dalam tubuh tidak terpenuhi dan dapat mengabitkan
defisiensi vitamin A.
D.
Patogenesis
Vitamin A penting sekali untuk sintesa pigmen sel-sel retina yang
fotosensitif, dan untuk diferensiasi normal struktur epitel penghasil
lendir. Dalam keadaan defisiensi,
vitamin A terjadi hambatan dalam sekresi RBP (Retinol Binding Protein). Vitamin A diperlukan untuk stabilitas membran
lisosom. Kelebihan maupun kekurangan vitamin A dapat menimbulkan pecahnya
membran tersebut dengan akibat dilepaskannya enzim hidrolase. Defisiensi vitamin A akan terjadi gangguan
mobilisasi zat besi dari hepar, dengan akibat
terjadi penurunan kadar feritin. Gangguan mobilisasi zat besi juga akan
menyebabkan rendahnya kadar zat besi dalam plasma, dimana hal ini
akan mengganggu proses sintesis hemoglobin sehingga akan
menyebabkan rendahnya kadar Hb dalam darah Vitamin
A berperan pula dalam proses keratinisasi, kornifikasi, metabolisme tulang dan
gigi perkembangan plasenta, pertumbuhan badan, spermatogenesis, dan pembentukan
epitel (kulit, mata, saluran cerna, saluran nafas, saluran kemih, sistem
reproduksi).
Perubahan karakteristik pada epitel meliputi proliferasi sel basal,
hyperkeratosis, dan pembentukan berbagai jenis epitel (berlapis, bertanduk,
skuamosa). Perubahan pada epitel saluran pernafasan dapat mengakibatkan
obstruksi bronkiolus. Metaplasia skuamosa epitel pelvis ginjal, ureter, kandung
kemih, lapisan email, duktus pankreas dan saluran kelenjar ludah akan
mempermudah timbulnya infeksi pada tempat tersebut.
Defisiensi vitamin A diikuti dengan merendahnya respons imun. Terjadi
penurunan kadar lisosim, jumlah sel T, daya fagositosis dan daya bakterisidal
leukosit. Retinoid (semua senyawa yang mempunyai struktur dan aktivitas serupa
vitamin A) dapat mencegah kanker jaringan epitel, misalnya karsinoma kandung
kemih. kekurangan vitamin A sub klinis pada anak-anak
dapat meningkatkan beberapa infeksi terutama diare
dan campak, serta menyebabkan risiko kematian. kejadian
dan prevalensi dari diare juga dapat meningkat akibat
dari KVA sub klinis karena semakin rendah kadar serum Vitamin
A maka semakin tinggi penyakit infeksi dan kurang energi
protein.
Vitamin
A berfungsi sebagai kekebalan tubuh pada manusia. Retinoid bekerja pada
diferensiasi sel imun, meningkatkan metogenesis limfosit, dan perubahan
fagositosis makrofag sehingga penderita KVA mudah terkena virus atau bakteri dan
jumlah limfosit menurun. bentuk vitamin A yaitu
retinol dapat berpengaruh dalam pembentukan limfosit (leukosit yang berperan
dalam kekebalan humoral.
E.
Tanda dan Gejala Klinis
Tanda-tanda khas pada
mata karena kekurangan vitamin A dimulai dari rabun senja (XN), di mana
penglihatan penderita akan menurun pada senja hari bahkan tidak dapat melihat
di lingkungan yang kurang cahaya. Pada tahap ini penglihatan akan membaik dalam
waktu 2-4 hari dengan pemberian kapsul vitamin A yang benar. Bila dibiarkan dapat
berkembang menjadi xerosis konjungtiva (X1A). Selaput lendir atau bagian putih
bola mata tampak kering, berkeriput, dan berubah warna menjadi kecoklatan
dengan permukaan terlihat kasar dan kusam. Xerosis konjungtiva akan membaik
dalam 2-3 hari dan kelainan pada mata akan menghilang dalam waktu 2 minggu
dengan pemberian kapsul vitamin A yang benar. Bila tidak ditangani akan tampak
bercak putih seperti busa sabun atau keju yang disebut bercak Bitot (X1B)
terutama di daerah celah mata sisi luar. Pada keadaan berat akan tampak
kekeringan pada seluruh permukaan konjungtiva (bagian putih mata), konjungtiva
tampak menebal, berlipat-lipat, dan berkerut-kerut. Bila tidak segera diberi
vitamin A, dapat terjadi kebutaan dalam waktu yang sangat cepat. Tetapi dengan pemberian
kapsul vitamin A dan dengan pengobatan yang benar, bercak bitot akan membaik
dalam 2-3 hari dan kelainan pada mata akan menghilang dalam 2 minggu.
Tahap selanjutnya
bila tidak ditangani akan terjadi xerosis kornea (X2), di mana kekeringan akan
berlanjut sampai kornea atau bagian hitam mata. Kornea tampak suram, kering,
dan permukaannya tampak kasar. Keadaan umum anak biasanya buruk dan mengalami
gizi buruk, campak, ISPA, atau diare. Pemberian kapsul vitamin A dan pengobatan
akan menyebabkan keadaan kornea membaik setelah 2-5 hari dan kelainan mata
sembuh setelah 2-3 minggu. Bila tahap ini berlanjut terus dan tidak segera
diobati akan terjadi keratomalasia (X3A) atau kornea melunak seperti bubur dan
ulserasi kornea (X3B) atau perlukaan. Selain itu keadaan umum penderita sangat
buruk. Pada tahap ini kornea dapat pecah. Kebutaan yang terjadi bila sudah
mencapai tahap ini tidak bisa disembuhkan. Selanjutnya akan terjadi jaringan
parut pada kornea yang disebut xeropthalmia scars (XS) sehingga
kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengempis.
Tabel
klasifikasi dan tanda-tanda dari defisiensi vitamin A
No |
Klasifikasi |
Tanda |
1 |
XN |
·
Rabun senja ·
Penglihatan menurun pada saat senja, bahkan
tidak bisa melihat di lingkungan kurang cahaya |
2 |
X1A |
·
Xerosis konjungtiva ·
Kekeringan pada selaput lendir mata atau
hilangnya kemampuan membasahi selaput lendir mata ·
Daerah yang terkena tampak lebih kasar
disertai tetesan-tetesan halus atau gelembung pada permukaan (permukaan tidak
licin dan mengkilat) ·
Selaput lendir mata berkeriput dan berubah
warna menjadi kecoklatan dengan permukaan terlihat kasar dan kusam |
3 |
X1B |
·
Xerosis konjungtiva disertai bercak bitot ·
Pada keadaan berat akan tampak kekeringan
pada seluruh permukaan konjungtiva (bagian putih mata), konjungtiva tampak
menebal, berlipat-lipat, dan berkerut-kerut |
4 |
X2 |
·
Xerosis kornea ·
Xerosis klasik dengan penampilan kabur ·
Kornea tidak bercahaya, tampak kering, dan
permukaan terlihat kasar |
5 |
X3A |
·
Ulserasi kornea/keratomalasia < 1/3
permukaan kornea ·
Kornea melunak seperti bubur ·
Mata merah dan berair disertai nyeri ·
Ada nanah atau cairan kental dari mata ·
Pandangan kabur ·
Sensitivitas terhadap cahaya ·
Kelopak mata bengkak |
6 |
X3B |
·
Ulserasi kornea/keratomalasia ≥ 1/3
permukaan kornea ·
Bercak bulat putih pada kornea yang
terlihat dengan mata telanjang apabila ulserasi sangat besar ·
Kornea bisa pecah jika sudah parah |
7 |
XS |
·
Terjadi jaringan parut pada kornea (xeropthalmia
scars) sehingga kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak
mengempis ·
Kelopak mata menebal ·
Kehilangan kemampuan melihat dalam cahaya
redup ·
Jika tidak tertangani, gejala paling parah
yang bisa terjadi ketika sebagian atau seluruh kornea menjadi cair hingga
mengarah pada kebutaan |
8 |
XF |
·
Fundus xerophtalmia ·
Gambaran seperti cendol |
F.
Penatalaksanaan
·
Penatalaksanaan Fisik, Gizi, dan Perilaku
A. Penatalaksanaan Fisik
Dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda atau
gejala klinis dan menentukan diagnosis serta pengobatannya, terdiri dari :
-
Pemeriksaan umum
Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit
yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan timbulnya xeroftalmia
seperti gizi buruk, penyakit infeksi, dan kelainan fungsi hati. Yang terdiri
dari :
·
Periksa matanya apakah ada tanda-tanda
xeroftalmia.
·
Kelainan pada kulit : kering, bersisik.
-
Pemeriksaan Khusus
·
Pemeriksaan mata untuk melihat tanda
Xeroftalmia dengan menggunakan senter yang terang. (Bila ada, menggunakan
loop.)
-
Apakah ada tanda kekeringan pada konjungtiva
(X1A)
-
Apakah
ada bercak bitot (X1B)
-
Apakah
ada tanda-tanda xerosis kornea (X2)
-
Apakah ada tanda-tanda ulkus kornea dan
keratomalasia (X3A/ X3B)
-
Apakah ada tanda-tanda sikatriks akibat
xeroftalmia (XS)
-
Apakah ada gambaran seperti cendol pada
fundus oculi dengan opthalmoscope (XF).
-
Pemeriksaan Laboratorium
·
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk
mendukung diagnosa kekurangan vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan
tanda-tanda khas KVA, namun hasil pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak
tersebut risiko tinggi untuk menderita KVA.
·
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah
pemeriksaan serum retinol. Bila ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti
anak tersebut menderita KVA sub klinis.
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan di Puskesmas, Rumah
Sakit/Labkesda atau BKMM, sesuai dengan ketersediaan sarana laboratorium.
B.
Penatalaksanaan Gizi
Pedoman
pengobatan diperbaharui pada tahun 1997. Anak-anak yang menderita xeroftalmia
pada stadium apapun harus diobati dengan pemberian vitamin A menurut pedoman
pengobatan WHO; pengobatannya adalah denagn memberikan preparat vitamin A dosis tinggi pada saat pasien ditemukan,
kemudian pada hari berikutnya dan pada 1-4 minggu berikutnya seperti pada tabel
berikut:
Penanganan
xeroftalmia dan penyakit campak pada semua kelompok usia
Saat pemberian a |
Anak berusia 0-5bulan |
Anak berusia 6-12 bulan |
Anak berusia bulan > 12, remaja, dan dewasa
laki-lakib |
Segera
pada saat diagnosis ditegakkan |
50
000 IU |
100
000 IU |
200
000 IU |
Hari
berikutnya (diserahkan kepada ibu untuk
diberikan di rumah pada hari berikutnya
juka diperlukan) |
50
000 IU |
100
000 IU |
200
000 IU |
Pada
kontak berikutnya (sedikitnya 2 minggu kemudian) |
50
000 IU |
100
000 IU |
200
000 IU |
Sumber WHO (1997)
a. Semua vitamin A diberikan peroral dan sebagai preparat berbahan dasar
minyak.
b. Wanita dalam usia reproduktif
tidak boleh mendapatkan suplemen ini kecuali dalam kondisi kedaruratan medik.
Terapi antibiotik mungkin diperlukan menurut keadaan anak
ketika diperiksa. Penyuluhan tentang gizi dan kesehatan lainnya harus diberikan
kepada ibu atau orang yang merawat anak itu sebagai upaya untuk mencegah
kembalinya pasien yang sama dikemudian hari dan karena anggota keluarga lainnya
kemungkinan besar juga menghadapi resiko yang sama.
Buta senja pada awal masa anak-anak akan bereaksi dalam waktu
24-48 jam terhadap pemberian 200.000 IU vitamin A (6600 mg). Meskipun menurut
pedoman WHO pengobatan ibu hamil yang menderita buta senja dilakukan dengan
pemberian 25.000 IU vitamin A (825 mg) setiap minggu atau dengan pemberian
10.000 IU (330 mg) setiap hari selama sedikitnya 4 minggu, namun hasil uji coba
secara acak yang dilakukan di Nepal melaporkan bahwa suplementasi seminggu
sekali dengan vitamin A 23.000 IU selama jangka panjang hanya akan mencegah
sekitar 2/3 kasus buta senja pada ibu. Rekomendasi ini baru saja ditinjau
kembali oleh WHO dan tidak ada perubahan pada rekomendasi terakhir tentang
dosis maksimal vitamin A yang aman.
Kendati demikian, anak-anak dengan KEP berat harus
dipantau dengan cermat dan mendapatkan dosis vitamin A tambahan jika perlukan,
yang biasanya diberikan setiap 4 minggu sekali, sampai status gizi khususnya
protein sudah membaik.
Memperbaiki status gizi pada anak yang mengalami
malnutrisi, sementara status defisiensi vitamin A tidak dikoreksi, dapat
meningkatkan kebutuhan untuk menggunakan simpanan vitamin A yang sudah
kekurangan itu dan menimbulkan tanda-tanda klinis kekurangan vitamin A yang
nyata. Anak-anak yang mengalami defisiensi vitamin A paling sering mengalami
defisiensi lebih dari satu mikronutrien dan keadaan ini harus dipikirkan ketika
kita memberikan saran serta penyuluhan gizi yang harus selalu menyertai
pengobatannya.
Pada wanita dalam usia reproduktif dengan gejala buta
senja atau bercak bitot, pemberian 10.000 IU vitamin A per hari atau pemberian
25.000 IU seminggu sekali selama sedikitnya empat minggu merupakan jadwal
terapi yang dianjurkan. Namun tanpa tergantung apakah hamil atau tidak, pada
semua wanita dalam usia reproduktif yang memperlihatkan tanda-tanda xeroftalmia
yang berat, dan beresiko untuk kehilangan mata serta mengalami kebutaan
sehingga harus dilakukan pengobatan seperti pada tabel di atas. Bagi populasi
dengan prefalensi infeksi HIV yang tinggi (>10%) juga dianjurkan agar setiap
neonatus mendapatkan ekstra dosis 50.000 IU vitamin A pada saat lahir dengan
memperhatikan status vitamin A (dan mikronutrien lainnya) pada ibu hamil dan
menyusui.
Pemberian Obat Mata :
Pada bercak Bitot tidak memerlukan obat tetes
mata, kecuali ada infeksi yang menyertainya. Obat tetes/salep mata antibiotik
tanpa kortikosteroid (Tetrasiklin 1%, Khloramfenikol 0.25-1% dan Gentamisin
0.3%) diberikan pada penderita X2, X3A, X3B dengan dosis 4 x 1 tetes/hari dan
berikan juga tetes mata atropin 1 % 3 x 1 tetes/hari.
Pengobatan dilakukan sekurang-kurangnya 7
hari sampai semua gejala pada mata menghilang. Mata yang terganggu harus
ditutup dengan kasa selama 3-5 hari hingga peradangan dan iritasi mereda.
Gunakan kasa yang telah dicelupkan kedalam larutan Nacl 0,26 dan gantilah kasa
setiap kali dilakukan pengobatan. Lakukan tindakan pemeriksaan dan pengobatan
dengan sangat berhati-hati. Selalu mencuci tangan pada saat mengobati mata
untuk menghindari infeksi sekunder, Segera rujuk ke dokter spesialis mata untuk
mendapat pengobatan lebih lanjut.
Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis adalah terapi gizi khusus untuk penyembuhan kondisi atau penyakit kronis
dan luka-luka serta merupakan suatu penilaian terhadap kondisi pasien sesuai
intervensi yang diberikan agar klien serta keluarganya dapat meneruskan
penanganan diet yang telah disusun.
Tujuan :
·
Memberikan makanan yang adekuat sesuai
kebutuhan untuk mencapai status gizi normal.
·
Memberikan makanan tinggi sumber vit. A.
untuk mengoreksi kurang vitamin A
Syarat :
a. Energi
Energi diberikan cukup untuk mencegah pemecahan protein menjadi sumber
energi dan untuk penyembuhan. Pada kasus gizi buruk, diberikan bertahap
mengikuti fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi, yaitu 80-100 kalori/kg
BB, 150 kalori/ kg BB dan 200 kalori/ kg BB.
b. Protein
Protein diberikan tinggi, mengingat peranannya dalam pembentukan Retinol
Binding Protein dan Rodopsin. Pada gizi buruk diberikan bertahap yaitu : 1 Ð
1,5 gram/ kg BB / hari ; 2 Ð 3 gram/ kg BB / hari dan 3 Ð 4 gram/ kg BB / hari
c. Lemak
Lemak diberikan cukup agar penyerapan vitamin A optimal. Pemberian
minyak kelapa yang kaya akan asam lemak rantai sedang (MCT=Medium Chain
Tryglycerides). Penggunaan minyak kelapa sawit yang berwarna merah
dianjurkan, tetapi rasanya kurang enak.
d. Vitamin A
Diberikan tinggi untuk mengoreksi defisiensi. Sumber vitamin A yaitu
ikan, hati, susu, telur terutama kuning telur, sayuran hijau (bayam, daun
singkong, daun katuk, kangkung), buah berwarna merah, kuning, jingga (pepaya,
mangga dan pisang raja ), waluh kuning, ubi jalar kuning, Jagung kuning.
e. Bentuk makanan
Mengingat kemungkinan kondisi sel epitel saluran cerna juga telah
mengalami gangguan, maka bentuk makanan diupayakan mudah cerna.
C.
Penatalaksanaan Perilaku
Pilihan intervensi yang tersedia bagi pencegahan
dan pengendalian defisiensi vitamin A, meliputi:
·
Pendekatan berbasis pangan yang mencakup
diversifikasi, edukasi gizi, dan fortifikasi makanan pokok dan makanan dengan
nilai tambah.
·
Suplementasi kapsul vitamin A dengan
peningkatan perhatian terhadap suplemen multimikronutrien dan suplemen mingguan
berdosis rendah
·
Intervensi kesehatan masyarakat seperti
imunisasi nasional, promosi pemberian ASI, dan penanganan penyakit infeksi
·
Perubahan peluang yang disediakan bagi
masyarakat melalui modifikasi lingkungan politik, sosioekonomi dan fisik;
sebagaimana persoalan kesehatan masyarakat lainnya, kelompok masyarakat yang
paling rentan adalah penduduk yang paling miskin.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Vitamin A adalah
salah satu zat gizi dan golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh yang
berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk
kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit,
khususnya diare dan penyakit infeksi).
2. Kekurangan Vitamin A (KVA)
adalah penyakit yangdisebabkan oleh kurangnya asupan
vitamin A yang memadai. Hal ini dapatmenyebabkan rabun senja,xeroftalmia dan jika kekurangan berlangsung parah danberkepanjangan akan mengakibatkan keratomalasia.
3. Selain berfungsi
pada sistem penglihatan, diferensiasi sel, pertumbuhan dan perkembangan,
reproduksi, dan pencegahan kanker, vitamin A juga berfungsi dalam sistem
kekebalan (anti infeksi).
6. KVA bisa
timbul karena menurunnya cadangan vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh
lain serta menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis yang diperlukan untuk
mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata. Gejala klinis KVA pada
mata menurut klasifikasi WHO sebagai berikut :
a. Buta senja = XN.
b. Xerosis konjunctiva = XI A.
c. Xerosis konjunctiva dan bercak
bitot = XI B.
d. Xerosis kornea = X2.
e. Keratomalasia dan Ulcus Kornea
= X3 A ; X3 B.
f. Xeroftalmia Scar (XS) =
jaringan parut kornea.
g. Xeroftalmia Fundus (XF).
7. Kekurangan vitamin
A menyebabkan mata tak dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan cahaya yang
masuk dalam retina. Sebagai konsekuensi awal terjadilah rabun senja, yaitu mata
sulit melihat kala senja atau dapat juga terjadi saat memasuki ruangan gelap.
Bila kekurangan vitamin A berkelanjutan maka anak akan mengalami xerophtalmia
yang mengakibatkan kebutaan.
Daftar Pustaka
1. https://www.academia.edu/29817714/Kekurangan_Vitamin_A_PEMBAHASAN_Definisi_Vitamin_A_dan_Kekurangan_Vitamin_A_Sub_Klinis, diakses pada 14 februari 2013.
2.
Rahayu, dkk. 2017. Patofisiologi Defisiensi Vitamin [Online] (https://www.scribd.com/document/373110968/Patofisiologi-Defisiensi-Vitamin) diakses pada 14 Februari 2019.
3. Marianti. 2017. Xerophtalmia,
(https://www.alodokter.com/xerophthalmia), diakses pada 16 Februari 2019
4. Adawiah, R. 2012. All About KVA (Kurang Vitamin A), (https://www.kompasiana.com/rabiatuladawiah/551110aea33311c539ba954f/all-about-kva-kurang-vitamin-a), diakses pada 16 Februari 2019
5.
Sommer,
A. 1996. Defisiensi
Vitamin A dan Akibatnya. Jakarta: EGC
6. Samiadi, LA. 2017. Apa itu ulkus
kornea?, (https://hellosehat.com/penyakit/ulkus-kornea/), diakses pada 16 Februari 2019
7.
Sediaoetama
Achmad Djaeni. 2006. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat
8.
Ilyas
sidarta. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta:FKUI;
9.
Deteksi
dan Tatalaksana Xeroftalmia departemen Kesehatan RI diunduh dari http://www.gizi.net /xeroftalmia pada tanggal 14 Februari 2019
10. Mansjoer A, Suprohita, dkk.
2000. Kurang Vitamin A. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapitus
11. Alamtsier Sunita. 2009. Prinsip dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia
Pustaka Umum
12. Novita Wijayanti. 2017. Fisiologi Manusia dan Metabolisme Zat Gizi.
Malang : Universitas Brawijaya Press (UB Press). Diakses melalui : https://books.google.co.id.
13. Anna Yuliana. 2018. Buku Ajar Biokimia Farmasi. Surabaya : CV. Jakad
Publishing. Diakses melalui : https://books.google.co.id.
14. Bagus, Harsan. 2013. Defisiensi
Vitamin A di http://hartsant.blogspot.com/2013/02/devisiensi-vitamin-axeroftalmia-1.html (diakses 16 Februari 2019).
15. Elisa.2019.Defisiensi Kekurangan Vitamin
A.[Online](https://studylibid.com/doc/312932/defisiensi-kekurangan-vitamin-a--kva--definisi-defisiensi).