Sunday, February 14, 2021

MAKALAH DEFISIENSI VITAMIN A

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Kurang vitamin A (KVA) adalah salah satu masalah gizi yang mengganggu kondisi kesehatan akibat kurangnya konsumsi makanan, terutama makanan sumber vitamin A. Kondisi ini menyebabkan peningkatan yang bermakna terhadap morbiditas dan mortalitas pada anak-anak serta ibu hamil. Penentuan status vitamin A penting untuk melihat kadar vitamin A di dalam tubuh seseorang.

Kekurangan vitamin A disebabkan karena kurangnya intake vitamin A dalam tubuh. Intake vitamin A didapatkan dari asupan makanan yang mengandung vitamin A dari sumber hewani atau pro-vitamin A dari sumber nabati. Makanan yang mengandung vitamin A tergolong mahal dipasaran, sehingga sebagian besar masyarakat miskin sangat sulit untuk mendapatkan makanan sumber vitamin A untuk mencukupi kebutuhan akan vitamin A sehari-hari (Nadimin, 2011).

Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan masalah kesehatan utama di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. KVA terutama sekali mempengaruhi anak kecil, diantara mereka yang mengalami defisiensi dapat mengalami xerophthalmia dan dapat berakhir menjadi kebutaan, pertumbuhan yang terbatas, pertahanan tubuh yang lemah, eksaserbasi infeksi serta meningkatkan resiko kematian. Hal ini menjadi nyata bahwa KVA dapat terus berlangsung mulai usia sekolah dan remaja hingga masuk ke usia dewasa (Keith dan West, 2008).

Almatsier (2009) menyampaikan sebanyak tiga juta anak-anak buta karena kekurangan vitamin A. Pada anak balita akibat kekurangan vitamin A (KVA) akan meningkatkan kesakitan dan kematian, mudah terkena penyakit infeksi seperti diare, radang paruparu, pneumonia, dan akhirnya kematian. Akibat lain yang berdampak sangat serius dari KVA adalah buta senja dan manifestasi lain dari xeropthalmia termasuk kerusakan kornea dan kebutaan (Sidarta, 2008).

 

 

 

B.     Tujuan

1.      Tujuan Umum

Untuk mengetahui mekanisme defisiensi vitamin A pada manusia

2.      Tujuan Khusus

a)      Untuk mengetahui pemeriksaan defisiensi vitamin A

b)      Untuk mengetahui deskripsi kasus defisiensi vitamin A

c)      Untuk mengetahui etiologi atau penyebab dari defisiensi vitamin A

d)      Untuk mengetahui pathogenesis atau perkembangan oenyakit dari vitamin A

e)      Untuk mengetahui tanda dan gejala klinis dari defisiensi vitamin A

f)       Untuk mengetahui macam-macam penatalaksanaan defisiensi vitamin A

 

C.     Pemeriksaan Vitamin A

  Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnosis kekurangan vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas KVA, namun hasil pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak tersebut risiko tinggi untuk menderita KVA.

 Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum retinol. Bila ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita KVA sub klinis.

Kadar serum retinol menggambarkan status vitamin A hanya ketika cadangan vitamin A dalam hati kekurangan dalam tingkat berat (1,05 µmol/g hati). Bila konsentrasi cadangan vitamin A dalam hati berada dalam batas ini, tidak menggambarkan total cadangan tubuh, menggambarkan konsenstrasi status vitamin A perseorangan terutama ketika cadangan vitamin A tubuh terbatas, karena konsentrasi serum retinol terkontrol secara homeostasis dan tidak akan turun hingga cadangan tubuh benar-benar menurun.

Konsentrasi serum retinol juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran holo-RBP. Faktor yang berpengaruh pada kadar serum retinol antara lain umur, jenis kelamin dan ras. Diperlukan kriteria khusus umur untuk menginterpretasikan kadar serum retinol. Faktor lain adalah asupan lemak yang rendah dalam makanan, misalnya asupan < 5-10 g/hari, akan mengganggu absorpsi dari provitamin A karoten dan pada jangka panjang menurunkan konsentrasi plasma retinol. Selain dari asupan lemak faktor gizi lainnya adalah defisiensi zat gizi lain. Kurang energi protein menurunkan apoRBP, kurang zinc menurunkan kadar retinol karena perannya dalam sintesa hepatik atau sekresi RBP. Serum retinol biasanya ditentukan dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau dengan spektrofotometri. Walaupun spektrofotometri lebih sederhana dan lebih murah, akurasinya kurang. Karena itu HPLC lebih sering digunakan. Dari beberapa metode yang tersedia untuk analisis total serum vitamin A atau retinol, hanya HPLC yang dapat membedakan retinol dari retinyl ester, sedangkan metode lain mengukur total serum vitamin A3,4 .

  Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan di Puskesmas, Rumah Sakit/Labkesda atau BKMM, sesuai dengan ketersediaan sarana laboratorium.

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.     Pengertian

a)            Pengertian Vitamin A

Vitamin A adalah salah satu zat gizi dan golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit, khususnya diare dan penyakit infeksi). Vitamin A atau berdasarkan struktur kimianya dibagi menjadi dua bentuk, yaitu :

1.        Retinol
           Retinol dapat dimanfaatkan langsung oleh tubuh karena umumnya sumber retinol diperoleh dari makanan hewani seperti telur, hati, minyak ikan yang mudah dicerna dalam tubuh.

2.        Betacarotene
           Sering disebut pro-vitamin A, baru dapat dirasakan setelah mengalami proses pengolahan menjadi retinol. Sumber betacarotene berasal dari makanan yang berwarna orange atau hijau tua, seperti wortel, bayam, ubi kuning, mangga dan pepaya.

Vitamin A merupakan salah satu jenis vitamin yang larut lemak, yang dalam makanan biasanya dalam bentuk ester retinil (berikatan dengan asam lemak rantai panjang). Serta dalam tubuh, vitamin A berfungsi dalam berbagai bentuk kimia aktif, yaitu : retinol (bentuk alkohol), retinil (aldehida), serta asam retinoat (bentuk asam).

Retinol atau Retinal atau juga Asam Retinoat, dikenal sebagai faktor pencegahan xeropthalmia, berfungsi untuk pertumbuhan sel epitel dan pengatur kepekaan rangsang sinar pada saraf mata, Jumlah yang dianjurkan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (KGA-2004) per hari 400 ug retinol untuk anak-anak dan dewasa 500 ug retinol. Tubuh menyimpan retinol dan betacarotene dalam hati dan mengambilnya jika tubuh memerlukannya (Iskandar, 2012).

Bentuk aktif vitamin A (Ester retinyl) hanya terdapat dalam pangan hewani. Pangan nabati mengandung karotenoid yang merupakan prekusor (provitamin) vitamin A. Diantara ratusan karotenoid yang terdapat di alam, hanya bentuk alfa,beta dan gama serta kriptosantin yang berperan sebagai provitamin A. Beta karoten adalah bentuk provitamin A paling aktif, yang terdiri atas dua molekul retinol yang saling berkaitan. Vitamin yang berasal dari sumber pangan nabati sulit untuk diserap karena pemecahan struktur karotenoid 2 kali struktur retinoid (Almatsier  2006).

 

b)      Defisiensi vitamin A

Kekurangan vitamin A (KVA) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan rendahnya kadar vitamin A dalam jaringan penyimpanan (hati) dan melemahnya kemampuan adaptasi terhadap kondisi gelap dan sangat rendahnya konsumsi vitamin A (WHO  1998). Pada kadar vitamin A serum (retinol) 20-30 µg/dl dapat dikatakan bahwa simpanan vitamin A masih cukup, bila kadarnya dalam serum dibawah 10 µg/dl, simpanan vitamin A dalam hati sudah sangat rendah dan biasanya tanda-tanda klinis sudah mulai muncul. Untuk menghindari kesalahan penentuan status vitamin A tubuh karena adanya kemampuan kompensasi dari cadangan dihati maka diperlukan suatu metode disebut Relative Dose Response (RDR) dan akan lebih baik lagi bila penentuan kadar vitamin A serum disertai dengan penentuan kadar Retinol Binding Protein (RBP) sehingga status vitamin A dan status protein tubuh dapat diketahui. Pada anak normal  kadar RBP plasma 20-30 µg/dl dan dewasa 40-50 µg/dl, sedangkan pada KVA kadar tersebut dapat turun sampai 50%. Berikut ini merupakan kategori status Vitamin A dapat dilihat pada Tabel 1.

       Tabel 1 Kategori Status Vitamin A

Kategori

Cut of Point

Defisiensi (Klinis)

< 10 µg/dl

Marginal (Rendah)-defisiensi Subklinis

<20-10 µg/dl

Cukup

20-50 µg/dl

Berlebih

>50 µg/dl

Defisiensi (Klinis)

< 10 µg/dl

Sumber: DepKes (2003).

 

B.     Metabolisme

 

Vitamin A terdapat dalam dua bentuk, bentuk yang pertama adalah retinol yaitu sudah terbentuk pada makanan hewani. Bentuk yang lainnya adalah pro vitamin A yaitu ditemukan pada makanan nabati dalam bentuk senyawa yang disebut karotenoid (Novita Wijayanti : 2017)

Metabolisme vitamin A terjadi secara difusi pasif yang diawali dari micelle yang kemudian digabungkan dengan kilomikron diserap melalui saluran limfatik. Metabolism vitamin A diawali dalam makanan sebagian besar dalam bentuk ester retinil bersama dengan karotenoid bercampur dengan lipida lain di dalam lambung. Pencernaan dan absorpsi karoten dan retinoid membutuhkan empedu dan enzim pancreas seperti halnya lemak. Di dalam sel-sel mukosa usus halus, ester retinil dihidrolisis oleh enzim-enzim pancreas esterase menjadi retinol yang lebih efisiensi diabsorbsi dari pada ester retinil. Sebagian dari karotenois (beta karoten) di dalam sitoplasma sel mukosa usus halus dipecah menjadi retinol.

Proses penyerapan vitamin A diawali dengan retinol di dalam mukosa usus halus bereaksi dengan asam lemak dan membentuk ester dan dengan bantuan cairan empedu menyebrangi sel-sel vili dinding usus halus. Kemudian diangkut oleh kilomikron melalui system limfe ke dalam aliran darah menuju hati. Sekitar 80-90% ester retinil hanya 40-60% karotenoid yang diabsorbsi.

Menurut Almatsir proses penyerapan vitamin A diawali dengan makanan yang masuk kedalam mulut terdapat vitamin A dalam bentuk ester retinil, bersama dengan karotenoid bercampur dengan lipida lain di dalam lambung. Di dalam sel-sel mukosa usus halus, ester retinil dihidrolisis oleh enzim – enzim pancreas esterase menjadi retinol yang lebih efisien diabsorbsi daripada ester retinil. Sebagian dari karotenoid, terutama beta-karoten di dalam sitoplasma sel mukosa usus halus dipecah menjadi retinol.

Retinol di dalam mukosa usus halus bereaksi dengan asam lemak dan membentuk ester dan dengan bantuan cairan empedu menyebrangi sel-sel vili dinding usus halus untuk kemudian diangkut oleh kilomikron melalui system limfe ke dalam aliran darah menuju hati.

 

Vitamin A disimpan di dalam hati dengan waktu penyimpanan selama 6 bulan dalam keadaan normal. Bila tubuh kekurangan konsumsi vitamin A, asam retinoat diabsorpsi tanpa perubahan. Asam retinoat merupakan sebagian kecil vitamin A dalam darah yang aktif dalam deferensiasi sel dan pertumbuhan. Bila tubuh memerlukan, vitamin A dimobilasi dari hati dalam bentuk retinol yang diangkut oleh Retinol Binding-Protein (RBP) yang disintesis didalam hati.   Pengambilan retinol oleh berbagai sel tubuh bergantung pada reseptor pada permukaan membran yang spesifik untuk RBP.

Retinol kemudian diangkut melalui membran sel untuk kemudian diikatkan pada Cellular Retinol Binding-Protein (CRBP) dan  RBP kemudian dilepaskan.  Di dalam sel mata retinol berfungsi sebagai retinal dan di dalam sel epitel sebagai asam retinoat.

 

C.     Etiologi

1.      Kurang mengkonsumsi buah dan sayur

Penyebab utama dari KVA (kekurangan vitamin A) di negara berkembang adalah rendahnya asupan vitamin A dan bioavailabilitas dati vitamin A yang dikonsumsi (sayur-sayuran dan buah-buahan). Beberapa faktor yang mendukung rendahnya konsumsi vitamin A adalah karena adanya perbedaan fisiologi, sosial, dan ekonomi atau daya beli yang rendah.

2.      Obesitas

Obesitas merupakan kondisi kronis karena konsumsi kalori yang lebih tinggi dari kebutuhan tubuh atau ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori. Pola makan yang salah bisa menjadi salah satu penyebab dari obesitas. Jenis makanan yang sebagian besar dari kelompok karbohidrat dan sedikit dari golongan sayur atau buah sehingga menyebabkan rendahnya asupan mineral dan vitamin.

3.      Diet

Diet merupakan pengaturan pola makan seseorang atau biasanya pembatasan jumlah jenis makanan tertentu. Misalnya dalam menurunkan berat badan, seseorang akan membatasan asupan makanannya sehingga beberapa zat gizi tidak dapat terpenuhi, salah satunya vitamin A.

4.      Mual muntah selama kehamilan (Hiperemesis)

Hiperemesis merupakan salah satu gangguan pada saat kehamilan yaitu mual dan muntah secara terus menerus. Hal ini bisa berakibat pada asupan ibu hamil dan bisa menyebabkan defisiensi beberapa zat gizi.

5.      Mengkonsumsi alkohol

Mengkonsumsi alkohol dapat mengganggu menyerapan lemak. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan pada vitamin yang larut dalam lemak, salah satunya yaitu vitamin A. Sehingga kebutuhan vitamin A dalam tubuh tidak terpenuhi dan dapat mengabitkan defisiensi vitamin A.

 

 

D.     Patogenesis

Vitamin A penting sekali untuk sintesa pigmen sel-sel retina yang fotosensitif, dan untuk diferensiasi normal struktur epitel penghasil lendir.  Dalam keadaan defisiensi, vitamin A terjadi hambatan dalam sekresi RBP (Retinol Binding Protein).  Vitamin A diperlukan untuk stabilitas membran lisosom. Kelebihan maupun kekurangan vitamin A dapat menimbulkan pecahnya membran tersebut dengan akibat dilepaskannya enzim hidrolase. Defisiensi vitamin A akan terjadi gangguan mobilisasi zat besi dari hepar, dengan akibat terjadi penurunan kadar feritin. Gangguan mobilisasi zat besi juga akan menyebabkan rendahnya kadar zat besi dalam plasma, dimana hal ini akan mengganggproses sintesis hemoglobin sehingga akan menyebabkan rendahnya kadar  Hb dalam darah Vitamin A berperan pula dalam proses keratinisasi, kornifikasi, metabolisme tulang dan gigi perkembangan plasenta, pertumbuhan badan, spermatogenesis, dan pembentukan epitel (kulit, mata, saluran cerna, saluran nafas, saluran kemih, sistem reproduksi).

Perubahan karakteristik pada epitel meliputi proliferasi sel basal, hyperkeratosis, dan pembentukan berbagai jenis epitel (berlapis, bertanduk, skuamosa). Perubahan pada epitel saluran pernafasan dapat mengakibatkan obstruksi bronkiolus. Metaplasia skuamosa epitel pelvis ginjal, ureter, kandung kemih, lapisan email, duktus pankreas dan saluran kelenjar ludah akan mempermudah timbulnya infeksi pada tempat tersebut. 

Defisiensi vitamin A diikuti dengan merendahnya respons imun. Terjadi penurunan kadar lisosim, jumlah sel T, daya fagositosis dan daya bakterisidal leukosit. Retinoid (semua senyawa yang mempunyai struktur dan aktivitas serupa vitamin A) dapat mencegah kanker jaringan epitel, misalnya karsinoma kandung kemih. kekurangan vitamin A sub klinis pada anak-anak dapat meningkatkan beberapa infeksi terutama diare dan campak, serta menyebabkan risiko kematian. kejadian dan prevalensi dari diare juga dapat meningkat akibat dari KVA sub klinis karena semakin rendah kadar serum Vitamin A maka semakin tinggi penyakit infeksi dan kurang energi protein.

Vitamin A berfungsi sebagai kekebalan tubuh pada manusia. Retinoid bekerja pada diferensiasi sel imun, meningkatkan metogenesis limfosit, dan perubahan fagositosis makrofag sehingga penderita KVA mudah terkena virus atau bakteri dan jumlah limfosit menurun. bentuk vitamin A yaitu retinol dapat berpengaruh dalam pembentukan limfosit (leukosit yang berperan dalam kekebalan humoral.

 

E.     Tanda dan Gejala Klinis

Tanda-tanda khas pada mata karena kekurangan vitamin A dimulai dari rabun senja (XN), di mana penglihatan penderita akan menurun pada senja hari bahkan tidak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya. Pada tahap ini penglihatan akan membaik dalam waktu 2-4 hari dengan pemberian kapsul vitamin A yang benar. Bila dibiarkan dapat berkembang menjadi xerosis konjungtiva (X1A). Selaput lendir atau bagian putih bola mata tampak kering, berkeriput, dan berubah warna menjadi kecoklatan dengan permukaan terlihat kasar dan kusam. Xerosis konjungtiva akan membaik dalam 2-3 hari dan kelainan pada mata akan menghilang dalam waktu 2 minggu dengan pemberian kapsul vitamin A yang benar. Bila tidak ditangani akan tampak bercak putih seperti busa sabun atau keju yang disebut bercak Bitot (X1B) terutama di daerah celah mata sisi luar. Pada keadaan berat akan tampak kekeringan pada seluruh permukaan konjungtiva (bagian putih mata), konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat, dan berkerut-kerut. Bila tidak segera diberi vitamin A, dapat terjadi kebutaan dalam waktu yang sangat cepat. Tetapi dengan pemberian kapsul vitamin A dan dengan pengobatan yang benar, bercak bitot akan membaik dalam 2-3 hari dan kelainan pada mata akan menghilang dalam 2 minggu.

Tahap selanjutnya bila tidak ditangani akan terjadi xerosis kornea (X2), di mana kekeringan akan berlanjut sampai kornea atau bagian hitam mata. Kornea tampak suram, kering, dan permukaannya tampak kasar. Keadaan umum anak biasanya buruk dan mengalami gizi buruk, campak, ISPA, atau diare. Pemberian kapsul vitamin A dan pengobatan akan menyebabkan keadaan kornea membaik setelah 2-5 hari dan kelainan mata sembuh setelah 2-3 minggu. Bila tahap ini berlanjut terus dan tidak segera diobati akan terjadi keratomalasia (X3A) atau kornea melunak seperti bubur dan ulserasi kornea (X3B) atau perlukaan. Selain itu keadaan umum penderita sangat buruk. Pada tahap ini kornea dapat pecah. Kebutaan yang terjadi bila sudah mencapai tahap ini tidak bisa disembuhkan. Selanjutnya akan terjadi jaringan parut pada kornea yang disebut xeropthalmia scars (XS) sehingga kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengempis.

 

Tabel klasifikasi dan tanda-tanda dari defisiensi vitamin A

No

Klasifikasi

Tanda

1

XN

·     Rabun senja

·     Penglihatan menurun pada saat senja, bahkan tidak bisa melihat di lingkungan kurang cahaya

2

X1A

·     Xerosis konjungtiva

·     Kekeringan pada selaput lendir mata atau hilangnya kemampuan membasahi selaput lendir mata

·     Daerah yang terkena tampak lebih kasar disertai tetesan-tetesan halus atau gelembung pada permukaan (permukaan tidak licin dan mengkilat)

·     Selaput lendir mata berkeriput dan berubah warna menjadi kecoklatan dengan permukaan terlihat kasar dan kusam

3

X1B

·     Xerosis konjungtiva disertai bercak bitot

·     Pada keadaan berat akan tampak kekeringan pada seluruh permukaan konjungtiva (bagian putih mata), konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat, dan berkerut-kerut

4

X2

·     Xerosis kornea

·     Xerosis klasik dengan penampilan kabur

·     Kornea tidak bercahaya, tampak kering, dan permukaan terlihat kasar

5

X3A

·     Ulserasi kornea/keratomalasia < 1/3 permukaan kornea

·     Kornea melunak seperti bubur

·     Mata merah dan berair disertai nyeri

·     Ada nanah atau cairan kental dari mata

·     Pandangan kabur

·     Sensitivitas terhadap cahaya

·     Kelopak mata bengkak

6

X3B

·     Ulserasi kornea/keratomalasia ≥ 1/3 permukaan kornea

·     Bercak bulat putih pada kornea yang terlihat dengan mata telanjang apabila ulserasi sangat besar

·     Kornea bisa pecah jika sudah parah

7

XS

·     Terjadi jaringan parut pada kornea (xeropthalmia scars) sehingga kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengempis

·     Kelopak mata menebal

·     Kehilangan kemampuan melihat dalam cahaya redup

·     Jika tidak tertangani, gejala paling parah yang bisa terjadi ketika sebagian atau seluruh kornea menjadi cair hingga mengarah pada kebutaan

8

XF

·     Fundus xerophtalmia

·     Gambaran seperti cendol

 

F.      Penatalaksanaan

·         Penatalaksanaan Fisik, Gizi, dan Perilaku

A.     Penatalaksanaan Fisik

Dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda atau gejala klinis dan menentukan diagnosis serta pengobatannya, terdiri dari :

-          Pemeriksaan umum

Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan timbulnya xeroftalmia seperti gizi buruk, penyakit infeksi, dan kelainan fungsi hati. Yang terdiri dari :

·         Periksa matanya apakah ada tanda-tanda xeroftalmia.

·         Kelainan pada kulit : kering, bersisik.

-          Pemeriksaan Khusus

·         Pemeriksaan mata untuk melihat tanda Xeroftalmia dengan menggunakan senter yang terang. (Bila ada, menggunakan loop.)

-          Apakah ada tanda kekeringan pada konjungtiva (X1A)

-           Apakah ada bercak bitot (X1B)

-           Apakah ada tanda-tanda xerosis kornea (X2)

-          Apakah ada tanda-tanda ulkus kornea dan keratomalasia (X3A/ X3B)

-          Apakah ada tanda-tanda sikatriks akibat xeroftalmia (XS)

-          Apakah ada gambaran seperti cendol pada fundus oculi dengan opthalmoscope (XF).

-          Pemeriksaan Laboratorium

·          Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnosa kekurangan vitamin A, bila secara klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas KVA, namun hasil pemeriksaan lain menunjukkan bahwa anak tersebut risiko tinggi untuk menderita KVA.

·         Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum retinol. Bila ditemukan serum retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita KVA sub klinis.

Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan di Puskesmas, Rumah Sakit/Labkesda atau BKMM, sesuai dengan ketersediaan sarana laboratorium.

 

B.     Penatalaksanaan Gizi

Pedoman pengobatan diperbaharui pada tahun 1997. Anak-anak yang menderita xeroftalmia pada stadium apapun harus diobati dengan pemberian vitamin A menurut pedoman pengobatan WHO; pengobatannya adalah denagn memberikan preparat vitamin  A dosis tinggi pada saat pasien ditemukan, kemudian pada hari berikutnya dan pada 1-4 minggu berikutnya seperti pada tabel berikut:

Penanganan xeroftalmia dan penyakit campak pada semua kelompok usia

 

Saat pemberian a

Anak berusia 0-5bulan

Anak berusia 6-12 bulan

Anak berusia  bulan > 12,

remaja, dan dewasa laki-lakib

Segera pada saat diagnosis ditegakkan

50 000 IU

100 000 IU

200 000 IU

Hari berikutnya (diserahkan kepada ibu

untuk diberikan di rumah pada hari

berikutnya juka diperlukan)

50 000 IU

100 000 IU

200 000 IU

Pada kontak berikutnya (sedikitnya 2

 minggu kemudian)

 

50 000 IU

 

100 000 IU

 

200 000 IU

 

 

Sumber WHO (1997)

a.       Semua vitamin A diberikan peroral dan sebagai preparat berbahan dasar minyak.

b.       Wanita dalam usia reproduktif tidak boleh mendapatkan suplemen ini kecuali dalam kondisi  kedaruratan medik.

 

Terapi antibiotik mungkin diperlukan menurut keadaan anak ketika diperiksa. Penyuluhan tentang gizi dan kesehatan lainnya harus diberikan kepada ibu atau orang yang merawat anak itu sebagai upaya untuk mencegah kembalinya pasien yang sama dikemudian hari dan karena anggota keluarga lainnya kemungkinan besar juga menghadapi resiko yang sama.

Buta senja pada awal masa anak-anak akan bereaksi dalam waktu 24-48 jam terhadap pemberian 200.000 IU vitamin A (6600 mg). Meskipun menurut pedoman WHO pengobatan ibu hamil yang menderita buta senja dilakukan dengan pemberian 25.000 IU vitamin A (825 mg) setiap minggu atau dengan pemberian 10.000 IU (330 mg) setiap hari selama sedikitnya 4 minggu, namun hasil uji coba secara acak yang dilakukan di Nepal melaporkan bahwa suplementasi seminggu sekali dengan vitamin A 23.000 IU selama jangka panjang hanya akan mencegah sekitar 2/3 kasus buta senja pada ibu. Rekomendasi ini baru saja ditinjau kembali oleh WHO dan tidak ada perubahan pada rekomendasi terakhir tentang dosis maksimal vitamin A yang aman.

Kendati demikian, anak-anak dengan KEP berat harus dipantau dengan cermat dan mendapatkan dosis vitamin A tambahan jika perlukan, yang biasanya diberikan setiap 4 minggu sekali, sampai status gizi khususnya protein sudah membaik.

Memperbaiki status gizi pada anak yang mengalami malnutrisi, sementara status defisiensi vitamin A tidak dikoreksi, dapat meningkatkan kebutuhan untuk menggunakan simpanan vitamin A yang sudah kekurangan itu dan menimbulkan tanda-tanda klinis kekurangan vitamin A yang nyata. Anak-anak yang mengalami defisiensi vitamin A paling sering mengalami defisiensi lebih dari satu mikronutrien dan keadaan ini harus dipikirkan ketika kita memberikan saran serta penyuluhan gizi yang harus selalu menyertai pengobatannya.

Pada wanita dalam usia reproduktif dengan gejala buta senja atau bercak bitot, pemberian 10.000 IU vitamin A per hari atau pemberian 25.000 IU seminggu sekali selama sedikitnya empat minggu merupakan jadwal terapi yang dianjurkan. Namun tanpa tergantung apakah hamil atau tidak, pada semua wanita dalam usia reproduktif yang memperlihatkan tanda-tanda xeroftalmia yang berat, dan beresiko untuk kehilangan mata serta mengalami kebutaan sehingga harus dilakukan pengobatan seperti pada tabel di atas. Bagi populasi dengan prefalensi infeksi HIV yang tinggi (>10%) juga dianjurkan agar setiap neonatus mendapatkan ekstra dosis 50.000 IU vitamin A pada saat lahir dengan memperhatikan status vitamin A (dan mikronutrien lainnya) pada ibu hamil dan menyusui.

Pemberian Obat Mata :

Pada bercak Bitot tidak memerlukan obat tetes mata, kecuali ada infeksi yang menyertainya. Obat tetes/salep mata antibiotik tanpa kortikosteroid (Tetrasiklin 1%, Khloramfenikol 0.25-1% dan Gentamisin 0.3%) diberikan pada penderita X2, X3A, X3B dengan dosis 4 x 1 tetes/hari dan berikan juga tetes mata atropin 1 % 3 x 1 tetes/hari.

Pengobatan dilakukan sekurang-kurangnya 7 hari sampai semua gejala pada mata menghilang. Mata yang terganggu harus ditutup dengan kasa selama 3-5 hari hingga peradangan dan iritasi mereda. Gunakan kasa yang telah dicelupkan kedalam larutan Nacl 0,26 dan gantilah kasa setiap kali dilakukan pengobatan. Lakukan tindakan pemeriksaan dan pengobatan dengan sangat berhati-hati. Selalu mencuci tangan pada saat mengobati mata untuk menghindari infeksi sekunder, Segera rujuk ke dokter spesialis mata untuk mendapat pengobatan lebih lanjut.

 

Terapi Gizi Medis

Terapi Gizi Medis adalah terapi gizi khusus untuk penyembuhan kondisi atau penyakit kronis dan luka-luka serta merupakan suatu penilaian terhadap kondisi pasien sesuai intervensi yang diberikan agar klien serta keluarganya dapat meneruskan penanganan diet yang telah disusun.

Tujuan :

·         Memberikan makanan yang adekuat sesuai kebutuhan untuk mencapai status gizi normal.

·         Memberikan makanan tinggi sumber vit. A. untuk mengoreksi kurang vitamin A

Syarat :

a. Energi

Energi diberikan cukup untuk mencegah pemecahan protein menjadi sumber energi dan untuk penyembuhan. Pada kasus gizi buruk, diberikan bertahap mengikuti fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi, yaitu 80-100 kalori/kg BB, 150 kalori/ kg BB dan 200 kalori/ kg BB.

b. Protein

Protein diberikan tinggi, mengingat peranannya dalam pembentukan Retinol Binding Protein dan Rodopsin. Pada gizi buruk diberikan bertahap yaitu : 1 Ð 1,5 gram/ kg BB / hari ; 2 Ð 3 gram/ kg BB / hari dan 3 Ð 4 gram/ kg BB / hari

c. Lemak

Lemak diberikan cukup agar penyerapan vitamin A optimal. Pemberian minyak kelapa yang kaya akan asam lemak rantai sedang (MCT=Medium Chain Tryglycerides). Penggunaan minyak kelapa sawit yang berwarna merah dianjurkan, tetapi rasanya kurang enak.

d. Vitamin A

Diberikan tinggi untuk mengoreksi defisiensi. Sumber vitamin A yaitu ikan, hati, susu, telur terutama kuning telur, sayuran hijau (bayam, daun singkong, daun katuk, kangkung), buah berwarna merah, kuning, jingga (pepaya, mangga dan pisang raja ), waluh kuning, ubi jalar kuning, Jagung kuning.

 

e. Bentuk makanan

Mengingat kemungkinan kondisi sel epitel saluran cerna juga telah mengalami gangguan, maka bentuk makanan diupayakan mudah cerna.

 

C.     Penatalaksanaan Perilaku

Pilihan intervensi yang tersedia bagi pencegahan dan pengendalian defisiensi vitamin A, meliputi:

·         Pendekatan berbasis pangan yang mencakup diversifikasi, edukasi gizi, dan fortifikasi makanan pokok dan makanan dengan nilai tambah.

·         Suplementasi kapsul vitamin A dengan peningkatan perhatian terhadap suplemen multimikronutrien dan suplemen mingguan berdosis rendah

·         Intervensi kesehatan masyarakat seperti imunisasi nasional, promosi pemberian ASI, dan penanganan penyakit infeksi

·         Perubahan peluang yang disediakan bagi masyarakat melalui modifikasi lingkungan politik, sosioekonomi dan fisik; sebagaimana persoalan kesehatan masyarakat lainnya, kelompok masyarakat yang paling rentan adalah penduduk yang paling miskin.

 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1.      Vitamin A adalah salah satu zat gizi dan golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit, khususnya diare dan penyakit infeksi).

2.      Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah penyakit yangdisebabkan oleh kurangnya asupan vitamin A yang memadai. Hal ini dapatmenyebabkan  rabun senja,xeroftalmidan jika kekurangan berlangsung parah danberkepanjangan akan mengakibatkan keratomalasia.

3.      Selain berfungsi pada sistem penglihatan, diferensiasi sel, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, dan pencegahan kanker, vitamin A juga berfungsi dalam sistem kekebalan (anti infeksi).

6.      KVA bisa timbul karena menurunnya cadangan vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh lain serta menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata. Gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO sebagai berikut :

a.    Buta senja = XN.

b.    Xerosis konjunctiva = XI A.

c.    Xerosis konjunctiva dan bercak bitot = XI B.

d.   Xerosis kornea = X2.

e.    Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3 A ; X3 B.

f.     Xeroftalmia Scar (XS) = jaringan parut kornea.

g.    Xeroftalmia Fundus (XF).

7.      Kekurangan vitamin A menyebabkan mata tak dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan cahaya yang masuk dalam retina. Sebagai konsekuensi awal terjadilah rabun senja, yaitu mata sulit melihat kala senja atau dapat juga terjadi saat memasuki ruangan gelap. Bila kekurangan vitamin A berkelanjutan maka anak akan mengalami xerophtalmia yang mengakibatkan kebutaan.

 

Daftar Pustaka

1.       https://www.academia.edu/29817714/Kekurangan_Vitamin_A_PEMBAHASAN_Definisi_Vitamin_A_dan_Kekurangan_Vitamin_A_Sub_Klinis, diakses pada 14 februari 2013.

2.       Rahayu, dkk. 2017. Patofisiologi Defisiensi Vitamin [Online] (https://www.scribd.com/document/373110968/Patofisiologi-Defisiensi-Vitamin) diakses pada 14 Februari 2019.

3.       Marianti. 2017. Xerophtalmia, (https://www.alodokter.com/xerophthalmia), diakses pada 16 Februari 2019

4.       Adawiah, R. 2012. All About KVA (Kurang Vitamin A), (https://www.kompasiana.com/rabiatuladawiah/551110aea33311c539ba954f/all-about-kva-kurang-vitamin-a), diakses pada 16 Februari 2019

5.       Sommer, A. 1996. Defisiensi Vitamin A dan Akibatnya. Jakarta: EGC

6.       Samiadi, LA. 2017. Apa itu ulkus kornea?, (https://hellosehat.com/penyakit/ulkus-kornea/), diakses pada 16 Februari 2019

7.       Sediaoetama Achmad Djaeni. 2006. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat

8.       Ilyas sidarta. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta:FKUI;

9.       Deteksi dan Tatalaksana Xeroftalmia departemen Kesehatan RI diunduh dari http://www.gizi.net /xeroftalmia pada tanggal 14 Februari 2019

10.   Mansjoer A, Suprohita, dkk. 2000. Kurang Vitamin A. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapitus

11.   Alamtsier Sunita. 2009. Prinsip dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum

12.   Novita Wijayanti. 2017. Fisiologi Manusia dan Metabolisme Zat Gizi. Malang : Universitas Brawijaya Press (UB Press). Diakses melalui : https://books.google.co.id.

13.   Anna Yuliana. 2018. Buku Ajar Biokimia Farmasi. Surabaya : CV. Jakad Publishing. Diakses melalui : https://books.google.co.id.

14.   Bagus, Harsan. 2013. Defisiensi Vitamin A di http://hartsant.blogspot.com/2013/02/devisiensi-vitamin-axeroftalmia-1.html (diakses 16 Februari 2019).

15.   Elisa.2019.Defisiensi Kekurangan Vitamin A.[Online](https://studylibid.com/doc/312932/defisiensi-kekurangan-vitamin-a--kva--definisi-defisiensi).

No comments:

Post a Comment

KATALOG MENU BALITA

  KATALOG A.       Nasi -Nasi merah -Nasi tim - Nasi tim beras merah - Bubur nasi B.       Ayam -Bola-bola ayam kuah -Siomay...