Sunday, February 14, 2021

PERBEDAAN GRATIFIKASI DAN SUAP

 

2.1  Perbedaan Gratifikasi dan Suap

2.1.1        Gratifikasi dan Suap

a.       Gratifikasi

Pengertian gratifikasi terdapat pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, bahwa:

 

“Yang dimaksud dengan ”gratifikasi” dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik”.

 

Apabila dicermati penjelasan pasal 12B Ayat (1) di atas, kalimat yang termasuk definisi gratifikasi adalah sebatas kalimat: pemberian dalam arti luas, sedangkan kalimat setelah itu merupakan bentukbentuk gratifikasi. Dari penjelasan pasal 12B Ayat (1) juga dapat dilihat bahwa pengertian gratifikasi mempunyai makna yang netral, artinya tidak terdapat makna tercela atau negatif dari arti kata gratifikasi tersebut. Apabila penjelasan ini dihubungkan dengan rumusan pasal 12B dapat dipahami bahwa tidak semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum, melainkan hanya gratifikasi yang memenuhi kriteria dalam unsur pasal 12B saja. Uraian lebih lanjut mengenai hal ini dapat dilihat pada bagian selanjutnya.

b.      Suap

Penyuapan (atau suap saja) adalah tindakan memberikan uangbarang atau bentuk lain dari pembalasan dari pemberi suap kepada penerima suap yang dilakukan untuk mengubah sikap penerima atas kepentingan/minat si pemberi, walaupun sikap tersebut berlawanan dengan penerima. Dalam kamus hukum Black's Law Dictionary, penyuapan diartikan sebagai tindakan menawarkan, memberikan, menerima, atau meminta nilai dari suatu barang untuk mempengaruhi tindakan pegawai lembaga atau sejenisnya yang bertanggung jawab atas kebijakan umum atau peraturan hukum

Penyuapan juga didefinisikan dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1980 sebagai tindakan "memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum"; juga "menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum"

2.1.2   Landasan Hukum

Pengaturan tentang gratifikasi berdasarkan penjelasan sebelumnya diperlukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri. melalui pengaturan ini diharapkan penyelenggara negara atau pegawai negeri dan masyarakat dapat mengambil langkah-langkah yang tepat, yaitu menolak atau segera melaporkan gratifikasi yang diterimanya. Secara khusus gratifikasi ini diatur dalam:

-   Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001,tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 12B:

1.    Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

a.    yang nilainya Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;

b.    yang nilainya kurang dari Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

2. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 

Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

Yang dimaksud dengan gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima didalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronika atau tanpa sarana elektronika.

Pasal 12C:

1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

3. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan, wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara.

4. Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

-    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002, tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 16:

Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, dengan tata cara sebagai berikut :

a) Laporan disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulir sebagaimana ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan melampirkan dokumen yang berkaitan dengan gratifikasi.

b) Formulir sebagaimana dimaksud pada huruf a sekurangkurangnya memuat :

 1) nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi;

2) jabatan pegawai negeri atau penyelenggara negara;

3) tempat dan waktu penerimaan gratifikasi;

4) uraian jenis gratifikasi yang diterima; dan

5) nilai gratifikasi yang diterima

Penjelasan pasal 16 menyebutkan bahwa Ketentuan dalam Pasal ini mengatur mengenai tata cara pelaporan dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

                                                           

Berikut Perbedaan Gratifikasi dan Suap

No

Item

Gratifikasi

Suap

1.

Aturan

1.      Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta diatur pula dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (“UU Pemberantasan Tipikor”)

2.      Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal Dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.

1.      Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73)

2.      Undang-Undang No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap (“UU 11/1980”)

3.      Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta diatur pula dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (“UU Pemberantasan Tipikor”)

2.

Definisi

Dalam penjelasan Pasal 12B Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No.20 Tahun 2001 à makna Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik ()

Dalam penjelasan Pasal 3 Undang-Undang No. 11 Tahun 1980 à Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah) .

3.

Sanksi

Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (Pasal 12B ayat [2] UU Pembe

UU 11/1980:

Pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah) (Pasal 3 UU 3/1980).

 

KUHP:

pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah (Pasal 149)

 

UU Pemberantasan Tipikor:

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya(Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor).

4.

Bentuk

1.   Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya;

2.   Pemberian hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari peja­bat oleh rekanan kantor pejabat tersebut;

3.   Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma;

4.   Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembe­lian barang dari rekanan;

5.   Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat;

6.   Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan;

7.   Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kun­jungan kerja;

8.   Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu;

9.   Pembiayaan kunjungan kerja bagi lembaga legislatif;

10.             Pemberian cinderamata bagi guru (PNS) setelah pembagian rapor/kelulusan;

11.             Pemberian sejumlah uang atau fee 10-20 persen dari nilai proyek kepada pejabat;

12.             Pemberian parsel ponsel canggih keluaran terbaru dari pengusaha ke pejabat;

13.             Pembiayaan perjalanan wisata bagi bupati menjelang akhir jabatan;

14.             Pemberian uang tambahan untuk pengurusan KTP/SIM/Paspor supaya bisa “dipercepat”;

15.             Pembiayaan konferensi internasional bagi para pejabat yang terkadang jumlahnya tidak masuk akal;

16.             Pembiayaan pembangunan tempat ibadah di kantor pemerintah (karena biasanya sudah tersedia anggaran untuk pembangunan tempat ibadah dimana anggaran tersebut harus dipergunakan sesuai dengan pos anggaran dan keperluan tambahan dana dapat menggunakan kotak amal);

17.             Penerimaan uang retribusi untuk masuk pelabuhan tanpa tiket yang dilakukan oleh Instansi Pelabuhan, Dinas Perhubungan, dan Dinas Pendapatan Daerah;

18.             Penerimaan pungutan liar di jalan raya dan tidak disertai tanda bukti dengan tujuan sumbangan tidak jelas. Oknum yang terlibat bisa jadi dari petugas kepolisian (Polisi Lalu Lintas), retribusi (Dinas Pendapatan Daerah), LLAJR (Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya), dan masyarakat (preman).

 

1.      Pemberian uang sogok agar dipermudah suatu pengurusan

2.      Pemberian barang-barang tertentu yang bernilai ekonomis dan dapat diperjual belikan kembali

 

 

2.1.3    Kategori Gratifikasi dan Suap

Penerimaan gratifikasi dapat dikategorikan menjadi dua kategori yaitu Gratifikasi yang Dianggap Suap dan Gratifikasi yang Tidak Dianggap Suap yaitu:

1.      Gratifikasi yang Dianggap Suap

Yaitu Gratifikasi yang diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2.      Gratifikasi yang Tidak Dianggap Suap.

Yaitu Gratifikasi yang diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang berhubungan dengan jabatan dan tidak berlawanan dengan kawajiban atau tugasnya sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 12 B UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kegiatan resmi Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang sah dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan jabatannya dikenal dengan Kedinasan. Dalam menjalankan kedinasannya Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara sering dihadapkan pada peristiwa gratifikasi sehingga Gratifikasi yang Tidak Dianggap Suap dapat dibagi menjadi 2 sub kategori yaitu Gratifikasi yang Tidak Dianggap Suap yang terkait kedinasan dan Gratifikasi yang Tidak Dianggap Suap yang Tidak Terkait Kedinasan

 

Gratifikasi yang Tidak Dianggap Suap yang terkait dengan Kegiatan Kedinasan meliputi penerimaan dari:

a. pihak lain berupa cinderamata dalam kegiatan resmi kedinasan seperti rapat, seminar, workshop, konferensi, pelatihan atau kegiatan lain sejenis;

b. pihak lain berupa kompensasi yang diterima terkait kegiatan kedinasan, seperti honorarium, transportasi, akomodasi dan pembiayaan lainnya sebagaimana diatur pada Standar Biaya yang berlaku di instansi penerima, sepanjang tidak terdapat pembiayaan ganda, tidak terdapat Konflik Kepentingan, atau tidak melanggar ketentuan yang berlaku di instansi penerima

2.1.4 Mengidentifikasi Suatu Pemberian dinilai Suap atau Gratifikasi

1. Apakah motif dari pemberian hadiah jika motifnya menurut dugaan Anda adalah ditujurian hadiah yang diberikan kan untuk mempengaruhi keputusan Anda sebagai oleh pihak pemberi kepada pejabat publik, maka pemberian tersebut dapat Anda?

Jawaban : Jika motifnya menurut dugaan Anda adalah ditujurian hadiah yang diberikan kan untuk mempengaruhi keputusan Anda sebagai oleh pihak pemberi kepada pejabat publik, maka pemberian tersebut dapat Anda? dikatakan cenderung ke arah gratifikasi dianggap suap sebaiknya Anda tolak. Seandainya , karena terpaksa oleh keadaan‟ gratifikasi diterima, sebaiknya segera laporkan ke KPK atau jika ternyata Instansi tempat Anda bekerja telah memiliki kerjasama dengan KPK dalam bentuk Program Pengendalian Gratifikasi (PPG) maka Anda dapat menyampaikannya melalui instansi Anda untuk kemudian dilaporkan ke KPK.

2. a.     Apakah pemberian Jika jawabannya adalah ya (memiliki posisi setara), tersebut diberikan oleh maka bisa jadi kemungkinan pemberian tersebut pemberi yang memiliki diberikan atas dasar pertemanan atau kekerabatan hubungan kekuasaan/ (sosial), meski demikian untuk berjaga-jaga ada posisi setara dengan baiknya Anda mencoba menjawab pertanyaan 2b. Anda atau tidak?

Jika jawabannya tidak (memiliki posisi tidak Misalnya pemberian setara) maka Anda perlu mulai meningkatkan tersebut diberikan oleh kewaspadaan Anda mengenai motif pemberian dan bawahan, atasan atau menanyakan pertanyaan 2b untuk mendapatkan pihak lain yang tidak pemahaman lebih lanjut. setara secara kedudukan/posisi baik dalam lingkup hubungan kerja atau konteks sosial yang terkait kerja.

b.    Apakah terdapat Jika jawabannya ya, maka pemberian tersebut hubungan relasi kuasa patut Anda duga dan waspadai sebagai pemberian yang bersifat strategis?

Jawaban yang cenderung ke arah gratifikasi dianggap suap. Artinya terdapat kaitan berkenaan dengan/ menyangkut akses ke aset-aset dan kontrol atas aset-aset sumberdaya strategis ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang Anda miliki akibat posisi Anda saat ini seperti misalnya sebagai panitia pengadaaan barang dan jasa atau lainnya.

3.      Apakah pemberian tersebut memiliki potensi menimbulkan konflik kepentingan saat ini maupun masa mendatang?

Jika jawabannya ya, maka sebaiknya pemberian tersebut Anda tolak dengan cara yang baik dan  Jika pembesaat ini maupun di masa rian tersebut tidak dapat ditolak karena keadaan

Jawaban tertentu maka pemberian tersebut sebaiknya dilaporkan dan dikonsultasikan ke KPK untuk menghindari fitnah atau memberikan kepastian jawaban mengenai status pemberian tersebut.

4.      Bagaimana metode pemberian dilakukan? Terbuka atau Rahasia?

Anda patut mewaspadai gratifikasi yang diberikan secara tidak langsung, apalagi dengan cara bersifat sembunyi-sembunyi (rahasia). Adanya metode pemberian ini mengindikasikan bahwa pemberian tersebut cenderung ke arah gratifikasi dianggap suap.

5.      Bagaimana kepantasan/kewajaran nilai dan frekuensi yang berlaku di masyarakat ataupun frekuensi pemberian yang diterima pemberian yang terlalu sering sehingga membuat (secara sosial)?  Jika pemberian tersebut di atas nilai

Orang yang berakal sehat menduga ada sesuatu di balik pemberian tersebut, maka pemberian tersebut sebaiknya Anda laporkan ke KPK atau sedapat mungkin Anda tolak.

2.1.5        Contoh Kasus

a.      Contoh Kasus Gratifikasi (KPK, 2014)

Pemberian Pinjaman Barang Dari Rekanan Kepada Pejabat/Pegawai Negeri Secara Cuma-Cuma 

Anda adalah seorang pejabat senior di biro perlengkapan yang mempunyai kewenangan dalam hal pengadaan barang dan jasa sebuah Kementerian. Seorang penyedia barang dan jasa yang sudah biasa melayani peralatan komputer yang digunakan oleh Kementerian Anda selama dua tahun lamanya, menawarkan kepada Anda sebuah komputer secara cuma-cuma untuk digunakan di rumah. Seiring dengan berjalannya waktu, kontraktor tersebut menjadi teman akrab Anda. Dengan menggunakan komputer pemberian tersebut, Anda banyak melakukan pekerjaan yang ditugaskan oleh Kementerian di rumah, terutama pada akhir minggu, dan komputer tersebut berguna pula untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah Anda. \

Teman kontraktor Anda itu juga menyatakan bahwa Anda dapat menggunakan komputer tersebut selama Anda membutuhkannya. Tiga bulan lagi kontrak layanan peralatan komputer bagi Kementerian perlu diperbaharui dan Anda biasanya menjadi anggota dari kepanitiaan yang akan memutuskan perusahaan mana yang memenangkan kontrak tersebut

                                    Pemberian Tiket Perjalanan Oleh Rekanan Kepada Penyelenggara Negara Atau Pegawai Negeri Atau Keluarganya Untuk Keperluan Dinas/Pribadi Secara Cuma-Cuma

Anda adalah seorang Ketua Kelompok Kerja Pelaksanaan Kajian Hukum Tindak Pidana Korupsi Nasional di suatu Kementerian. Kelompok kerja ini bertugas untuk meningkatkan percepatan pemberantasan korupsi. Atasan Anda (Menteri), adalah orang yang bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan Kajian Hukum Tindak Pidana Korupsi Nasional yang saat ini sedang dilakukan. Pada suatu hari konsultan yang bekerjasama dengan kelompok kerja Anda untuk melakukan proyek kajian tersebut bertanya kepada Anda, bagaimana jika perusahaanya mengundang Menteri untuk menghadiri pertandingan final sepak bola Piala Dunia yang akan berlangsung di negara tetangga. Menteri sangat menyukai sepak bola dan dulu pernah menjabat sebagai Ketua Federasi Sepak Bola. Biaya perjalanan dan akomodasi akan ditanggung oleh konsultan dan Menteri akan menjadi tamu kehormatan perusahaan konsultan. Konsultan berpendapat bahwa kegiatan ini akan memberikan kesempatan yang baik kepada Menteri untuk bertemu dengan Menteri-Menteri lainnya yang juga akan berada di sana

Pemberian Tiket Perjalanan Oleh Pihak Ketiga Kepada Penyelenggara Negara Atau Pegawai Negeri Atau Keluarganya Untuk Keperluan Dinas/Pribadi Secara Cuma-Cuma

Adanya pemekaran suatu provinsi menyebabkan sebuah kabupaten berubah menjadi sebuah provinsi baru. Provinsi baru ini perlu wilayah baru yang akan dijadikan sebagai Ibu Kota. Berdasarkan hasil pencarian, pemerintah daerah dari provinsi baru tersebut menemukan sebuah kawasan yang cocok sebagai calon ibu kota. Sayangnya, kawasan tersebut merupakan daerah hutan lindung untuk penyerapan air, bahkan keperluan air untuk negara tetangga disediakan dari daerah tersebut. Oleh karena itu, Kementerian Kehutanan menetapkannya sebagai kawasan hutan lindung.

Agar kawasan hutan lindung dapat dialihfungsikan menjadi ibu kota maka perlu dilakukan proses pengalihan fungsi kawasan yang dimulai dengan permintaan dari pemerintah daerah kepada Menteri Kehutanan. Kemudian, Menteri Kehutanan akan menyampaikan permohonan ini kepada Komisi “Z” di Dewan Perwakilan Rakyat dan atas ijin DPR, Menteri akan membentuk tim terpadu yang bersifat independen untuk melakukan kajian. Selain itu, kajian juga akan melibatkan lembaga-lembaga akademis, seperti Lembaga Penelitian Nasional. Berdasarkan hasil kajian, tim terpadu merekomendasikan bahwa fungsi hutan lindung tersebut pantas dialihkan karena awalnya hutan tersebut merupakan perkampungan dan berubah fungsinya menjadi hutan lindung lebih karena kepentingan tertentu. Selanjutnya, Menteri membawa rekomendasi dari tim terpadu ini untuk dimintakan persetujuannya kepada Komisi “Z”.

Untuk mempercepat proses persetujuan Komisi ”Z” terhadap pengalihan fungsi kawasan sehingga ibu kota provinsi dapat segera dibangun, pemerintah daerah bersepakat dengan salah satu anggota komisi untuk memberikan bantuan dalam peninjauan ke kawasan, antara lain tiket perjalanan dan akomodasi selama di kawasan.

 

 

Anda adalah seorang Ketua Kelompok Kerja Pelaksanaan Kajian Hukum Tindak Pidana Korupsi Nasional di suatu Kementerian. Kelompok kerja ini bertugas untuk meningkatkan percepatan pemberantasan korupsi. Atasan Anda (Menteri), adalah orang yang bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan Kajian Hukum Tindak Pidana Korupsi Nasional yang saat ini sedang dilakukan. Pada suatu hari konsultan yang bekerjasama dengan kelompok kerja Anda untuk melakukan proyek kajian tersebut bertanya kepada Anda, bagaimana jika perusahaanya mengundang Menteri untuk menghadiri pertandingan final sepak bola Piala Dunia yang akan berlangsung di negara tetangga. Menteri sangat menyukai sepak bola dan dulu pernah menjabat sebagai Ketua Federasi Sepak Bola. Biaya perjalanan dan akomodasi akan ditanggung oleh konsultan dan Menteri akan menjadi tamu kehormatan perusahaan konsultan. Konsultan berpendapat bahwa kegiatan ini akan memberikan kesempatan yang baik kepada Menteri untuk bertemu dengan Menteri-Menteri lainnya yang juga akan berada di sana.

b.        Contoh Kasus Suap Menyuap (Chairunnisa, 2018)

Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis empat tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider dua bulan kurungan terhadap mantan anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Aditya Anugrah Moha. Hakim menyatakan Politikus Partai Golkar itu terbukti memberikan suap hakim Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono sebesar Sing$ 110 ribu.

"Menyatakan Aditya secara terbukti melakukan perbuatan tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim, Masud saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Rabu, 6 Juni 2018.

Hakim menilai Aditya terbukti menyuap hakim agar ibunya, Marlina Moha yang juga merupakan Bupati Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, tidak ditahan saat melakukan perkara dalam tingkat banding. Selain menyuap sebesar Sing$ 110 ribu, Aditya menjanjikan Sing$ 10 ribu kepada hakim namun tidak sempat diberikan.

Adapun Marlina divonis lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan. Ia terjerat kasus korupsi Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD).

Putusan hakim terhadap Aditya lebih rendah dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, Jaksa menuntut Aditya dengan hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.

Hakim mengatakan, keadaan memberatkan putusan adalah Aditya tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain itu, Aditya sebagai anggota DPR tidak memberikan contoh dan teladan yang baik kepada masyarakat.

Sedangkan yang meringankan adalah, Aditya berlaku sopan dalam persidangan dan masih punya tanggungan keluarga. Selain itu, Aditya mengatakan dirinya dan menyesali perbuatannya.

Di akhir persidangan, Aditya menyatakan menerima apapun putusan hakim berdasarkan musyawarah dengan tim penasihat hukum dan keluarga. Aditya mengatakan melakukan suap demi membebaskan ibunya dari jeratan hukum.

Aditya Moha berkukuh ibunya tidak bersalah dalam kasus korupsi TPAPD. "Maka apapun yang menjadi keputusan majelis hakim, saya menerima sebagai seorang anak. Demi memperjuangkan harkat dan martabar ibu saya," kata dia di akhir persidangan. Sedangkan Jaksa KPK menyatakan meminta waktu kepada hakim untuk mempertimbangkan putusan. "Kami menyatakan pikir-pikir yang mulia," kata Jaksa KPK.

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Chairunnisa, Ninis. 2018. Terbukti Menyuap Hakim, Politikus Golkar Divonis 4 Tahun Penjara. Jakarta. [Online] https://nasional.tempo.co/read/1096027/terbukti-menyuap-hakim-politikus-golkar-divonis-4-tahun-penjara/full&view=ok diakses pada tanggal 4 November 2020

Komisi Pemberantasan Korupsi. 2014. Buku Saku Memahami Gratifikasi. Jakarta : Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 1980 Tentang Tindak Pidana Suap

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

No comments:

Post a Comment

KATALOG MENU BALITA

  KATALOG A.       Nasi -Nasi merah -Nasi tim - Nasi tim beras merah - Bubur nasi B.       Ayam -Bola-bola ayam kuah -Siomay...