Sunday, February 14, 2021

PATOGENESIS GLOMERULONEFRITIS

 

PATOGENESIS

Mekanisme dari pathogenesis terjadinya jejas glomerulus pada GNAPS sampai sekarang belum diketahui, meskipun telah diduga terdapat sejumlah faktor host dan faktor kuman streptokokus yang berhubungan dalam terjadinya GNAPS.

1. Faktor host

Penderita yang terserang infeksi kuman streptokokus grup A strain nefritogenik, hanya 10-15% yang berkembang menjadi GNAPS, mengapa hal ini demikian masih belum dapat diterangkan, tetapi diduga beberapa faktor ikut berperan. GNAPS menyerang semua kelompok umur dimana kelompok umur 5-15 tahun (di Indonesia antara umur 2.5 – 15 tahun, dengan puncak umur 8.4 tahun) merupakan kelompok umur tersering dan paling jarang pada bayi. Anak laki-laki menderita 2 kali lebih sering dibandingkan anak wanita. Rasio anak laki-laki dibanding anak wanita adalah 76.4%:58.2% atau 1.3:1. GNAPS lebih sering dijumpai di daerah tropis dan biasanya menyerang anak-anak dari golongan ekonomi rendah. Di Indonesia 68.9% berasal dari keluaga sosial ekonomi rendah dan 82% dari keluarga berpendidikan rendah. Keadaan lingkungan yang padat, higiene sanitasi yang jelek, malnutrisi, anemia, dan infestasi parasit, merupakan faktor risiko untuk GNAPS, meskipun kadang-kadang outbreaks juga terjadi dinegara maju. Faktor genetik juga berperan, misalnya alleles HLA-DRW4, HLA-DPA1 dan HLA-DPB1 paling sering terserang GNAPS

2. Faktor kuman streptokokus

Proses GNAPS dimulai ketika kuman streptokokus sebagai antigen masuk kedalam tubuh penderita,yang rentan, kemudian tubuh memberikan respon dengan membentuk antibodi. Bagian mana dari kuman streptokokus yang bersifat antigen masih belum diketahui. Beberapa penelitian pada model binatang dan penderita GNAPS menduga yang bersifat antigenik adalah: M protein, endostreptosin, cationic protein, Exo-toxin B, nephritis plasmin-binding protein dan streptokinase. Kemungkinan besar lebih dari satu antigen yang terlibat dalam proses ini, barangkali pada stadium jejas ginjal yang berbeda dimungkinkan akibat antigen M protein dan streptokinase.

Protein M adalah suatu alpha-helical coiled-coil dimer yang terlihat sebagai rambut-rambut pada permukaan kuman. Protein M menentukan apakah strain kuman tersebut bersifat rematogenik atau nefritogenik. Strain nefritogenik dibagi menjadi serotype yang berkaitan dengan faringitis (M 1, 4, 12, 25) dan serotipe infeksi kulit (M 2, 42, 49, 56, 57, 60). Streptokinase adalah protein yang disekresikan oleh kuman streptokokus, terlibat dalam penyebaran kuman dalam jaringan karena mempunyai kemampuan memecah plasminogen menjadi plasmin. Streptokinase merupakan prasarat terjadinya nefritis pada GNAPS.

Saat ini penelitian lebih menitikberatkan terhadap protein M yang terdapat pada streptokokus sebagai tipe nefritogenik yang dapat menyebabkan kerusakan glomerulus. Selain itu penelitian-penelitian terahir menemukan adanya dua fraksi antigen, yaitu nephritis associated plasmin receptor (NAPlr) yang diidentifikasi sebagal glyceraldehide 3-phosphate dehydrogenase (GAPDH) dan streptococcal pyrogenic exotoxin B (SPEB) sebagai fraksi yang menyebabkan infeksi nefritogenik. NAPlr dan SPEB didapatkan pada biopsi ginjal dini dan menyebabkan terjadinya respon antibodi di glomerulus. Penelitian terbaru pada pasien GNAPS memperlihatkan deposit SPEB di glomerulus lebih sering terjadi daripada deposit NAPlr.

 

Mekanisme terjadinya jejas renal pada GNAPS

GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antibodi yang terjadi dalam sirkulasi atau in situ dalam glomerulus. Mekanisme terjadinya inflamasi yang mengakibatkan terjadinya jejas renal didahului oleh proses sebagai berikut:

1.      Terbentuknya plasmin sebagai akibat pemecahan plasminogen oleh streptokinase yang akan menaktivasi reaksi kaskade komplemen.

2.      Terperangkapnya kompleks Ag-Ab yang sudah terbentuk sebelumnya kedalam glomerulus.

3.      Antibodi antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan molekul tiruan (molecul mimicry) dari protein renal yang menyerupai Ag.

Streptokokus (jaringan glomerulus yang normal yang bersifat autoantigen). Proses terjadinya jejas renal pada GNAPS diterangkan pada gambar dibawah ini:

 Sistem imun humoral dan kaskade komplemen akan aktif bekerja apabila terdapat deposit subepitel C3 dan IgG dalam membran basal glomerulus. Kadar C3 dan C5 yang rendah dan kadar komplemen jalur klasik (C1q, C2 dan C4) yang normal menunjukkan bahwa aktivasi komplemen melalui jalur alternatif. Deposisi IgG terjadi pada fase berikutnya yang diduga oleh karena Ab bebas berikatan dengan komponen kapiler glomerulus, membran basal atau terhadap Ag Streptokokus yang terperangkap dalam glomerulus. Aktivasi C3 glomerulus memicu aktivasi monosit dan netrofil. Infiltrat inflamasi tersebut secara histologik terlihat sebagai glomerulonefritis eksudatif. Produksi sitokin oleh sel inflamasi memperparah jejas glomerulus. Hiperselularitas mesangium dipacu oleh proliferasi sel glomerulus akibat induksi oleh mitogen lokal.

Mekanisme cell-mediated turut terlibat dalam pembentukan GNAPS. Infiltrasi glomerulus oleh sel limfosit dan makrofag, telah lama diketahui berperan dalam menyebabkan GNAPS. Intercellular leukocyte adhesion molecules seperti ICAM-I dan LFA terdapat dalam jumlah yang banyak di glomerulus dan tubulointersisial dan berhubungan dengan intensitas infiltrasi dan inflamasi. Hipotesis lain yang sering disebut adalah adanya neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus, mengubah IgG menjadi autoantigenic sehingga terbentuk autoantibodi terhadap IgG itu sendiri. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini.

Hasil penelitian-penelitian pada binatang dan penderita GNAPS menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab, diantaranya sebagai berikut:

1. Terperangkapnya kompleks antigen-antibodi dalam glomerulus

yang kemudian akan merusaknya.

2. Proses auto-imun kuman Streptokokus yang bersifat nefritogenik          

dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.

3. Streptokokus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai

komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung

merusak membrana basalis glomerulus.

 

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila deposit pada mesangium respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapat meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis, serta menghambat fungsi filtrasi glomerulus. Jika kompleks terutama terletak di subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus deposit komplek imun di subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur-angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis glomerulus.

Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus membran basalis kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler di bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke dalam mesangiu


l  Sekarwana HN. Rekomendasi mutahir tatalaksana glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Dalam: Aditiawati, Bahrun D, Herman E, Prambudi R, penyunting. Buku naskah lengkap simposium nefrologi VIII dan simposium kardiologi V. Ikatan Dokter Anak Indonesia Palembang, 2001. h. 141-62.

l  Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.

l  Konsensus IDAI Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. 2012. Jakarta.

l  Glomerulonefritis Akut. 2005. [online], http://www.scribd.com/mobile/doc/48862772 (diakses pada 28 Februari 2019)

 

 

No comments:

Post a Comment

KATALOG MENU BALITA

  KATALOG A.       Nasi -Nasi merah -Nasi tim - Nasi tim beras merah - Bubur nasi B.       Ayam -Bola-bola ayam kuah -Siomay...