Implementasi Program Surveilans Masalah Gizi Ganda
Gizi kurang merupakan masalah multikompleks dengan beragam penyebab,
mulai keterbatasan ekonomi, akses pangan rendah, sosial-budaya, hingga
pengetahuan gizi rendah. Namun, faktor utama gizi kurang ialah kemiskinan. Saat
inflasi tinggi dan nilai tukar rupiah jatuh, harga pangan terasa mahal. Warga
miskin yang 70% pendapatannya dialokasikan untuk pangan harus merealokasikan
belanja dengan menekan pos non pangan, seperti kesehatan dan pendidikan atau
beralih ke pangan inferior, guna mengamankan isi perut. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Kementerian Kesehatan (2018), menunjukkan 17,7% bayi usia di bawah 5 tahun (balita) masih mengalami masalah gizi. Angka tersebut terdiri
atas balita
yang mengalami gizi buruk sebesar
3,9% dan yang menderita gizi kurang sebesar 13,8%. Indonesia telah menargetkan
bayi yang mengalami masalah gizi turun menjadi 17% (RPJMN, 2019). Sehingga
menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan, terbukti prevalensi anak kurus menurun 2,8% dari 10,2
menjadi 7,44% pada tahun 2019.
Di sisi lain,
kegemukan dan obesitas akibat konsumsi kalori berlebih berdampak buruk pada
tekanan darah. Orang lebih rentan terkena hipertensi. Hipertensi dan kegemukan
merupakan penyumbang risiko munculnya penyakit jantung koroner yang rentan
kematian. Dewasa ini, kian banyak kasus penyakit tidak menular di Indonesia.
Hal tersebut terjadi antara lain akibat pola makan. Penyakit tidak menular itu
menjadi penyebab 60% kematian. Pengeluaran pemerintah, khususnya untuk jaminan
kesehatan nasional, melonjak. Biaya tertinggi jaminan kesehatan nasional
terkuras untuk perawatan stroke, diabetes, dan gagal ginjal. Di
Indonesia, berdasarkan data Riskesdas oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (2013), prevalensi overweight dan
obesitas pada anak usia 5-12 tahun mencapai 18,8% dengan presentase gemuk 10%
dan obesitas 8,8%. Angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2012 yaitu
9,2% dan DKI Jakarta menempati urutan pertama dengan prevalensi obesitas
tertinggi yaitu sebesar 26,6%. Sedangkan pada tahun 2018 prevalensi balita gemuk turun
menjadi 8% dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 11,9% (Riskesdas, 2018).
Beban ganda malnutrisi itu menjadi
masalah bangsa dan memerlukan perhatian serius. Hilangnya
isu gizi dalam pembangunan harus dicegah dengan menjadikan gizi sebagai isu
politik. Caranya, pemerintah, baik pusat maupun daerah, wajib memastikan anak
balita, ibu hamil, dan manula agar memiliki akses pada gizi yang baik dan
cukup. Negara harus hadir sebagai penjamin terpenuhinya hak pangan hingga di
tingkat individu, seperti amanah UU No 18/2012 tentang Pangan. Hal tersebut
dapat dilakukan lewat beragam aksi, seperti revitalisasi posyandu, bantuan
pangan bagi balita dan ibu hamil, program tambahan makanan anak sekolah,
subsidi dan stabilisasi harga pangan, dan penganekaragaman pangan lokal.
Program-program pemerintah untuk
menanggulangi masalah gizi ganda :
a.
Ketahanan Pangan dan Gizi
Kebijakan Ketahanan Pangan dan Gizi:
a) Menjamin akses pangan yang memenuhi
kebutuhan gizi kelompok rawan pangan khususnya ibu hamil, ibu menyusui dan
anak-anak,
b) Menjamin pemanfaatan optimal dan
berkesinambungan (sustainability) pangan yang tersedia bagi semua golongan
penduduk,
c) Memberi perhatian pada petani
kecil, nelayan, dan kesetaraan gender.
b. Jaminan
Kesehatan Masyarakat
Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) bertujuan untuk membantu masyarakat miskin
atau tidak mampu, di luar propinsi DKI Jakarta, untuk mendapatkan haknya dalam
pelayanan kesehatan. Program ini dilaksanakan dengan semangat ‘pro rakyat’
untuk meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat tidak mampu. Manfaat yang
diterima oleh penduduk miskin dalam Jamkesmas bersifat komprehensif (promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif) sesuai kebutuhan medis dan pelayanan
kesehatannya bersifat perseorangan.
c. Pendidikan
Gizi Masyarakat
Pendidikan
Gizi Masyarakat atau dalam bahasa operasionalnya disebut KIE (Komunikasi,
Informasi dan Edukasi) Gizi, bertujuan untuk menciptakan pemahaman yang sama
tentang pengertian gizi, masalah gizi, faktor penyebab gizi, dan kebijakan dan
program perbaikan gizi kepada masyarakat termasuk semua pelaku program. Bagi
masyarakat umum, Pendidikan Gizi untuk memberikan pengetahuan, menumbuhkan
sikap dan menciptakan perilaku hidup sehat dengan Gizi Seimbang. Dalam gizi
seimbang tidak hanya mendidik soal makanan dan keseimbangan komposisi zat gizi
dan kebutuhan tubuh akan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral, dan air), tetapi juga kesimbangan dengan pola hidup bersih untuk
mencegah kontaminasi makanan dan infeksi. Dalam upaya pencegahan kegemukan dan
PTM, dalam gizi seimbang juga ada pendidikan tentang perlunya pola hidup aktif
bergerak dan olah raga. Untuk menilai apakah pola hidup dan pola makan kita
sudah baik, gizi seimbang juga mengajarkan pentingnya menjaga berat badan ideal
dengan memperhatikan indek masa tubuh (IMT) yaitu rasio keseimbangan antara
tinggi dan berat badan.
Dengan demikian pendidikan
Gizi Seimbang meliputi 4 prinsip pola hidup sehat, yaitu pendidikan tentang:
1.
Kebiasaan
makan beraneka ragam dan sesuai kebutuhan tubuh termasuk kebutuhan akan air
2.
Menjaga
kebersihan dan keamanan makanan
3.
Kebiasaan
hidup aktip bergerak dan olah raga
4.
Menjaga
berat badan ideal dengan memperhatikan keseimbangan berat dan tinggi badan
dengan Indek Masa Tubuh (IMT).
Upaya
promotif dan preventif di Indonesia sesungguhnya telah menjadi bagian dari
strategi perbaikan kesehatan dan gizi. Sebagai contoh, pendidikan gizi yang
komplek pernah dilaksanakan dan menjadi dasar utama program perbaikan gizi
masyarakat yang secara internasional dikenal sebagai Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga atau UPGK ("Family Nutrition Improvement Program").
Pendidikan gizi waktu itu merupakan kegiatan dasar dan utama dari program
perbaikan gizi masyarakat. Secara sistemtis, pengetahuan dasar gizi dan program
gizi di dari pusat sampai daerah disampaikan pada kegiatan pendidikan gizi dan
pelatihan-pelatihan program gizi secara berjenjang dari tingkat pimpinan sampai
pelaksana. Pendidikan Gizi juga dilaksanakan melalui pendidikan formal di
sekolah-sekolah dan tidak formal di masyarakat melalui LSM dan
kelompok-kelompok dan lembaga-lembaga masyarakat di desa masyarakat seperti
PKK, Posyandu, kelompok pengajian, wanita tani, dan sebagainya. Semua media
massa modern dan tradisional dimanfaatkan untuk melakukan pendidikan gizi.
d. Menggerakkan
dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat
-
Mengaktifkan
kembali Posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi keluarga & masyarakat
dlm memantau tumbuh-kembang balita, dan menanggulangi secara dini balita yang
mengalami gangguan tumbuh kembang.
-
Mewujudkan
keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi dan sosialisasi tentang
makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup bersih dan sehat
e. Meningkatkan
akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
-
Pencegahan
dan penanggulangan gizi buruk dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota, Perhatian
khusus pada 151 Kabupaten-Kota dengan prevalensi gizi
kurang > 30%
-
Meningkatkan
kemampuan petugas, dalam manajemen dan melakukan tatalaksana gizi buruk untuk
mendukung fungsi Posyandu yang dikelola oleh masyarakat melalui revitalisasi
Puskesmas
-
Menanggulangi
secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan melalui pemberian
intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul Vitamin A, MP-ASI dan makanan
tambahan.
f. Meningkatkan
Pembiayaan Kesehatan
Perbaikan Gizi Masyarakat
Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan prioritas pembiayaan bagi Program
Kesehatan dan Gizi. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan
swasta/dunia usaha dan masyarakat untuk mobilisasi sumberdaya, dalam rangka
Perbaikan Gizi Masyarakat.
g. Keluarga
Sadar Gizi
Salah satu paradigma
pembangunan bidang kesehatan adalah meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam
upaya kesehatan. Disisi lain paradigma upaya perbaikan gizi masyarakat kedepan
akan ditujukan untuk menciptakan keluarga sadar gizi (KADARZI) sebagai jembatan
antara untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat. Pemanfaatan gizi dalam upaya
perbaikan gizi masyarakat masih lebih bersifat dengan pemberian dengan
pemberian intervensi (PMT, MP-ASI, pil besi, kapsul vitamin A, dsb) kepada
sasaran. Pada umumnya setiap intervensi yang dilakukan masih belum menyertakan
pendidikan atau penyuluhan gizi. Sebagai konsekuansinya, pemahaman masyarakat
tentang pentingnya gizi bagi kesehatan masih rendah dan berakibat lebih lanjut
pada sulitnya mempertahankan upaya perbaikan gizi yang berkelanjutan
(sustainable). Dalam hal ini masyarakat akan sangat tergantung pada keberadaan
program gizi untuk memperoleh zat gizi yang diperlukan, kemandirian masyarakat
kurang untuk berusaha memperoleh zat gizi yang diperlukan. Dalam konsep
KADARZI, yang dimaksud dengan keluarga sadar gizi adalah keluarga yang mampu
mengenali masalah gizi dan kesehatan anggota keluarganya serta mampu mengatasi
atau mengupayakan bantuan untuk mengatasinya
DAFTAR
PUSTAKA
Bappenas.
2019. Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional. Jakarta
Riskesdas.
2018. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Khudori. 2015. Beban Ganda Malnutrisi.
[online] (https://www.medcom.id/pilar/kolom/xkE9MG3k-beban-ganda-malnutrisi diakses pada 23 februari 2020).
Bappenas. 2013. Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi. Jakarta
Riskesdas.
2013. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Astuti,
Sri. 2007. Program Akselerasi Peningkatan Gizi Masyarakat. Departemen Kesehatan
No comments:
Post a Comment