Wednesday, February 24, 2021

Implementasi Program Surveilans Masalah Gizi Ganda

 Implementasi Program Surveilans Masalah Gizi Ganda

Gizi kurang merupakan masalah multikompleks dengan beragam penyebab, mulai keterbatasan ekonomi, akses pangan rendah, sosial-budaya, hingga pengetahuan gizi rendah. Namun, faktor utama gizi kurang ialah kemiskinan. Saat inflasi tinggi dan nilai tukar rupiah jatuh, harga pangan terasa mahal. Warga miskin yang 70% pendapatannya dialokasikan untuk pangan harus merealokasikan belanja dengan menekan pos non pangan, seperti kesehatan dan pendidikan atau beralih ke pangan inferior, guna mengamankan isi perut. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (2018), menunjukkan 17,7% bayi usia di bawah 5 tahun (balita) masih mengalami masalah gizi. Angka tersebut terdiri atas balita yang mengalami gizi buruk sebesar 3,9% dan yang menderita gizi kurang sebesar 13,8%. Indonesia telah menargetkan bayi yang mengalami masalah gizi turun menjadi 17% (RPJMN, 2019). Sehingga menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, terbukti prevalensi anak kurus menurun 2,8% dari 10,2 menjadi 7,44% pada tahun 2019.

Di sisi lain, kegemukan dan obesitas akibat konsumsi kalori berlebih berdampak buruk pada tekanan darah. Orang lebih rentan terkena hipertensi. Hipertensi dan kegemukan merupakan penyumbang risiko munculnya penyakit jantung koroner yang rentan kematian. Dewasa ini, kian banyak kasus penyakit tidak menular di Indonesia. Hal tersebut terjadi antara lain akibat pola makan. Penyakit tidak menular itu menjadi penyebab 60% kematian. Pengeluaran pemerintah, khususnya untuk jaminan kesehatan nasional, melonjak. Biaya tertinggi jaminan kesehatan nasional terkuras untuk perawatan stroke, diabetes, dan gagal ginjal. Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013), prevalensi overweight dan obesitas pada anak usia 5-12 tahun mencapai 18,8% dengan presentase gemuk 10% dan obesitas 8,8%. Angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2012 yaitu 9,2% dan DKI Jakarta menempati urutan pertama dengan prevalensi obesitas tertinggi yaitu sebesar 26,6%. Sedangkan pada tahun 2018 prevalensi balita gemuk turun menjadi 8% dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 11,9% (Riskesdas, 2018).

Beban ganda malnutrisi itu menjadi masalah bangsa dan memerlukan perhatian serius.  Hilangnya isu gizi dalam pembangunan harus dicegah dengan menjadikan gizi sebagai isu politik. Caranya, pemerintah, baik pusat maupun daerah, wajib memastikan anak balita, ibu hamil, dan manula agar memiliki akses pada gizi yang baik dan cukup. Negara harus hadir sebagai penjamin terpenuhinya hak pangan hingga di tingkat individu, seperti amanah UU No 18/2012 tentang Pangan. Hal tersebut dapat dilakukan lewat beragam aksi, seperti revitalisasi posyandu, bantuan pangan bagi balita dan ibu hamil, program tambahan makanan anak sekolah, subsidi dan stabilisasi harga pangan, dan penganekaragaman pangan lokal.

Program-program pemerintah untuk menanggulangi masalah gizi ganda :

a.    Ketahanan Pangan dan Gizi

Kebijakan Ketahanan Pangan dan Gizi:

a) Menjamin akses pangan yang memenuhi kebutuhan gizi kelompok rawan pangan khususnya ibu hamil, ibu menyusui dan anak-anak,

b) Menjamin pemanfaatan optimal dan berkesinambungan (sustainability) pangan yang tersedia bagi semua golongan penduduk,

c) Memberi perhatian pada petani kecil, nelayan, dan kesetaraan gender.

b.    Jaminan Kesehatan Masyarakat

Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) bertujuan untuk membantu masyarakat miskin atau tidak mampu, di luar propinsi DKI Jakarta, untuk mendapatkan haknya dalam pelayanan kesehatan. Program ini dilaksanakan dengan semangat ‘pro rakyat’ untuk meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat tidak mampu. Manfaat yang diterima oleh penduduk miskin dalam Jamkesmas bersifat komprehensif (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) sesuai kebutuhan medis dan pelayanan kesehatannya bersifat perseorangan.

c.    Pendidikan Gizi Masyarakat

Pendidikan Gizi Masyarakat atau dalam bahasa operasionalnya disebut KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) Gizi, bertujuan untuk menciptakan pemahaman yang sama tentang pengertian gizi, masalah gizi, faktor penyebab gizi, dan kebijakan dan program perbaikan gizi kepada masyarakat termasuk semua pelaku program. Bagi masyarakat umum, Pendidikan Gizi untuk memberikan pengetahuan, menumbuhkan sikap dan menciptakan perilaku hidup sehat dengan Gizi Seimbang. Dalam gizi seimbang tidak hanya mendidik soal makanan dan keseimbangan komposisi zat gizi dan kebutuhan tubuh akan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, dan air), tetapi juga kesimbangan dengan pola hidup bersih untuk mencegah kontaminasi makanan dan infeksi. Dalam upaya pencegahan kegemukan dan PTM, dalam gizi seimbang juga ada pendidikan tentang perlunya pola hidup aktif bergerak dan olah raga. Untuk menilai apakah pola hidup dan pola makan kita sudah baik, gizi seimbang juga mengajarkan pentingnya menjaga berat badan ideal dengan memperhatikan indek masa tubuh (IMT) yaitu rasio keseimbangan antara tinggi dan berat badan.

Dengan demikian pendidikan Gizi Seimbang meliputi 4 prinsip pola hidup sehat, yaitu pendidikan tentang:

1.   Kebiasaan makan beraneka ragam dan sesuai kebutuhan tubuh termasuk kebutuhan akan air

2.   Menjaga kebersihan dan keamanan makanan

3.   Kebiasaan hidup aktip bergerak dan olah raga

4.   Menjaga berat badan ideal dengan memperhatikan keseimbangan berat dan tinggi badan dengan Indek Masa Tubuh (IMT).

Upaya promotif dan preventif di Indonesia sesungguhnya telah menjadi bagian dari strategi perbaikan kesehatan dan gizi. Sebagai contoh, pendidikan gizi yang komplek pernah dilaksanakan dan menjadi dasar utama program perbaikan gizi masyarakat yang secara internasional dikenal sebagai Usaha Perbaikan Gizi Keluarga atau UPGK ("Family Nutrition Improvement Program"). Pendidikan gizi waktu itu merupakan kegiatan dasar dan utama dari program perbaikan gizi masyarakat. Secara sistemtis, pengetahuan dasar gizi dan program gizi di dari pusat sampai daerah disampaikan pada kegiatan pendidikan gizi dan pelatihan-pelatihan program gizi secara berjenjang dari tingkat pimpinan sampai pelaksana. Pendidikan Gizi juga dilaksanakan melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah dan tidak formal di masyarakat melalui LSM dan kelompok-kelompok dan lembaga-lembaga masyarakat di desa masyarakat seperti PKK, Posyandu, kelompok pengajian, wanita tani, dan sebagainya. Semua media massa modern dan tradisional dimanfaatkan untuk melakukan pendidikan gizi.

d.    Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat

-          Mengaktifkan kembali Posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi keluarga & masyarakat dlm memantau tumbuh-kembang balita, dan menanggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan tumbuh kembang.

-          Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup bersih dan sehat

e.    Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas

-          Pencegahan dan penanggulangan gizi buruk dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota, Perhatian khusus pada 151 Kabupaten-Kota dengan prevalensi gizi kurang > 30%

-          Meningkatkan kemampuan petugas, dalam manajemen dan melakukan tatalaksana gizi buruk untuk mendukung fungsi Posyandu yang dikelola oleh masyarakat melalui revitalisasi Puskesmas

-          Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul Vitamin A, MP-ASI dan makanan tambahan.

f.     Meningkatkan Pembiayaan Kesehatan

Perbaikan Gizi Masyarakat Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan prioritas pembiayaan bagi Program Kesehatan dan Gizi. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta/dunia usaha dan masyarakat untuk mobilisasi sumberdaya, dalam rangka Perbaikan Gizi Masyarakat.

g.    Keluarga Sadar Gizi

Salah satu paradigma pembangunan bidang kesehatan adalah meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam upaya kesehatan. Disisi lain paradigma upaya perbaikan gizi masyarakat kedepan akan ditujukan untuk menciptakan keluarga sadar gizi (KADARZI) sebagai jembatan antara untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat. Pemanfaatan gizi dalam upaya perbaikan gizi masyarakat masih lebih bersifat dengan pemberian dengan pemberian intervensi (PMT, MP-ASI, pil besi, kapsul vitamin A, dsb) kepada sasaran. Pada umumnya setiap intervensi yang dilakukan masih belum menyertakan pendidikan atau penyuluhan gizi. Sebagai konsekuansinya, pemahaman masyarakat tentang pentingnya gizi bagi kesehatan masih rendah dan berakibat lebih lanjut pada sulitnya mempertahankan upaya perbaikan gizi yang berkelanjutan (sustainable). Dalam hal ini masyarakat akan sangat tergantung pada keberadaan program gizi untuk memperoleh zat gizi yang diperlukan, kemandirian masyarakat kurang untuk berusaha memperoleh zat gizi yang diperlukan. Dalam konsep KADARZI, yang dimaksud dengan keluarga sadar gizi adalah keluarga yang mampu mengenali masalah gizi dan kesehatan anggota keluarganya serta mampu mengatasi atau mengupayakan bantuan untuk mengatasinya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. 2019. Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional. Jakarta

Riskesdas. 2018. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Khudori. 2015. Beban Ganda Malnutrisi. [online] (https://www.medcom.id/pilar/kolom/xkE9MG3k-beban-ganda-malnutrisi diakses pada 23 februari 2020).

Bappenas. 2013.  Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. Jakarta

Riskesdas. 2013. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Astuti, Sri. 2007. Program Akselerasi Peningkatan Gizi Masyarakat. Departemen Kesehatan

 

No comments:

Post a Comment

KATALOG MENU BALITA

  KATALOG A.       Nasi -Nasi merah -Nasi tim - Nasi tim beras merah - Bubur nasi B.       Ayam -Bola-bola ayam kuah -Siomay...