PATOGENESIS
Mekanisme dari pathogenesis terjadinya jejas glomerulus pada
GNAPS sampai sekarang belum diketahui, meskipun telah diduga terdapat sejumlah
faktor host dan faktor kuman streptokokus yang berhubungan dalam terjadinya
GNAPS.
1. Faktor host
Penderita
yang terserang infeksi kuman streptokokus grup A strain nefritogenik, hanya
10-15% yang berkembang menjadi GNAPS, mengapa hal ini demikian masih belum
dapat diterangkan, tetapi diduga beberapa faktor ikut berperan. GNAPS menyerang
semua kelompok umur dimana kelompok umur 5-15 tahun (di Indonesia antara umur
2.5 – 15 tahun, dengan puncak umur 8.4 tahun) merupakan kelompok umur tersering
dan paling jarang pada bayi. Anak laki-laki menderita 2 kali lebih sering
dibandingkan anak wanita. Rasio anak laki-laki dibanding anak wanita adalah
76.4%:58.2% atau 1.3:1. GNAPS lebih sering dijumpai di daerah tropis dan
biasanya menyerang anak-anak dari golongan ekonomi rendah. Di Indonesia 68.9%
berasal dari keluaga sosial ekonomi rendah dan 82% dari keluarga berpendidikan
rendah. Keadaan lingkungan yang padat, higiene sanitasi yang jelek, malnutrisi,
anemia, dan infestasi parasit, merupakan faktor risiko untuk GNAPS, meskipun
kadang-kadang outbreaks juga terjadi dinegara maju. Faktor genetik juga
berperan, misalnya alleles HLA-DRW4, HLA-DPA1 dan HLA-DPB1 paling sering
terserang GNAPS
2. Faktor kuman streptokokus
Proses
GNAPS dimulai ketika kuman streptokokus sebagai antigen masuk kedalam tubuh
penderita,yang rentan, kemudian tubuh memberikan respon dengan membentuk
antibodi. Bagian mana dari kuman streptokokus yang bersifat antigen masih belum
diketahui. Beberapa penelitian pada model binatang dan penderita GNAPS menduga
yang bersifat antigenik adalah: M protein, endostreptosin, cationic protein, Exo-toxin B, nephritis plasmin-binding protein
dan streptokinase. Kemungkinan besar lebih dari satu antigen yang terlibat
dalam proses ini, barangkali pada stadium jejas ginjal yang berbeda
dimungkinkan akibat antigen M protein dan streptokinase.
Protein
M adalah suatu alpha-helical coiled-coil dimer yang terlihat sebagai
rambut-rambut pada permukaan kuman. Protein M menentukan apakah strain kuman
tersebut bersifat rematogenik atau nefritogenik. Strain nefritogenik dibagi
menjadi serotype yang berkaitan dengan faringitis (M 1, 4, 12, 25) dan serotipe
infeksi kulit (M 2, 42, 49, 56, 57, 60). Streptokinase adalah protein yang
disekresikan oleh kuman streptokokus, terlibat dalam penyebaran kuman dalam
jaringan karena mempunyai kemampuan memecah plasminogen menjadi plasmin.
Streptokinase merupakan prasarat terjadinya nefritis pada GNAPS.
Saat
ini penelitian lebih menitikberatkan terhadap protein M yang terdapat pada
streptokokus sebagai tipe nefritogenik yang dapat menyebabkan kerusakan
glomerulus. Selain itu penelitian-penelitian terahir menemukan adanya dua
fraksi antigen, yaitu nephritis
associated plasmin receptor (NAPlr)
yang diidentifikasi sebagal
glyceraldehide 3-phosphate dehydrogenase (GAPDH) dan streptococcal pyrogenic exotoxin B (SPEB) sebagai fraksi yang
menyebabkan infeksi nefritogenik. NAPlr dan SPEB didapatkan pada biopsi ginjal
dini dan menyebabkan terjadinya respon antibodi di glomerulus. Penelitian
terbaru pada pasien GNAPS memperlihatkan deposit SPEB di glomerulus lebih
sering terjadi daripada deposit NAPlr.
Mekanisme
terjadinya jejas renal pada GNAPS
GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi
antigen-antibodi yang terjadi dalam sirkulasi atau in situ dalam glomerulus. Mekanisme terjadinya inflamasi yang
mengakibatkan terjadinya jejas renal didahului oleh proses sebagai berikut:
1. Terbentuknya plasmin sebagai akibat
pemecahan plasminogen oleh streptokinase yang akan menaktivasi reaksi kaskade
komplemen.
2. Terperangkapnya kompleks Ag-Ab yang
sudah terbentuk sebelumnya kedalam glomerulus.
3. Antibodi antistreptokokus yang telah
terbentuk sebelumnya berikatan dengan molekul tiruan (molecul mimicry) dari protein renal yang menyerupai Ag.
Streptokokus
(jaringan glomerulus yang normal yang bersifat autoantigen). Proses terjadinya
jejas renal pada GNAPS diterangkan pada gambar dibawah ini:
Sistem imun humoral dan kaskade komplemen akan aktif bekerja
apabila terdapat deposit subepitel C3 dan IgG dalam membran basal glomerulus.
Kadar C3 dan C5 yang rendah dan kadar komplemen jalur klasik (C1q, C2 dan C4)
yang normal menunjukkan bahwa aktivasi komplemen melalui jalur alternatif.
Deposisi IgG terjadi pada fase berikutnya yang diduga oleh karena Ab bebas
berikatan dengan komponen kapiler glomerulus, membran basal atau terhadap Ag
Streptokokus yang terperangkap dalam glomerulus. Aktivasi C3 glomerulus memicu
aktivasi monosit dan netrofil. Infiltrat inflamasi tersebut secara histologik
terlihat sebagai glomerulonefritis eksudatif. Produksi sitokin oleh sel
inflamasi memperparah jejas glomerulus. Hiperselularitas mesangium dipacu oleh
proliferasi sel glomerulus akibat induksi oleh mitogen lokal.
Mekanisme cell-mediated
turut terlibat dalam pembentukan GNAPS. Infiltrasi glomerulus oleh sel limfosit
dan makrofag, telah lama diketahui berperan dalam menyebabkan GNAPS. Intercellular leukocyte adhesion molecules
seperti ICAM-I dan LFA terdapat dalam jumlah yang banyak di glomerulus dan
tubulointersisial dan berhubungan dengan intensitas infiltrasi dan inflamasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah adanya neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus, mengubah IgG
menjadi autoantigenic sehingga
terbentuk autoantibodi terhadap IgG itu sendiri. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun,
ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium,
subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula
pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau
IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat
diidentifikasi dalam endapan-endapan ini.
Hasil penelitian-penelitian pada binatang dan penderita
GNAPS menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab,
diantaranya sebagai berikut:
1. Terperangkapnya kompleks
antigen-antibodi dalam glomerulus
yang
kemudian akan merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptokokus
yang bersifat nefritogenik
dalam tubuh menimbulkan badan
autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptokokus nefritogen dan membran
basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga
dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrana basalis glomerulus.
Pola
respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila deposit pada mesangium respon mungkin minimal, atau dapat
terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik
yang dapat meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis, serta
menghambat fungsi filtrasi glomerulus. Jika kompleks terutama terletak di
subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis
difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus deposit komplek
imun di subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata,
dan membran basalis glomerulus berangsur-angsur menebal dengan masuknya
kompleks-kompleks ke dalam membran basalis glomerulus.
Mekanisme
yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun
dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari
kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks
kecil cenderung menembus membran basalis kapiler, mengalami agregasi, dan
berakumulasi sepanjang dinding kapiler di bawah epitel, sementara
kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran
basalis, tapi masuk ke dalam mesangiu
l Sekarwana HN. Rekomendasi mutahir
tatalaksana glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Dalam: Aditiawati,
Bahrun D, Herman E, Prambudi R, penyunting. Buku naskah lengkap simposium
nefrologi VIII dan simposium kardiologi V. Ikatan Dokter Anak Indonesia
Palembang, 2001. h. 141-62.
l Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3,
ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca streptokokus,1813-1814,
EGC, Jakarta.
l Konsensus IDAI Glomerulonefritis
Akut Pasca Streptokokus. 2012. Jakarta.
l Glomerulonefritis Akut. 2005.
[online], http://www.scribd.com/mobile/doc/48862772 (diakses pada 28 Februari
2019)