Wednesday, February 24, 2021

CONTOH BENTUK MATRIX RAPAT

MATRIX RAPAT


Kegiatan

Hari

Tanggal

Waktu

Kegaiatan

Keterangan

Rapat anggota dan BPH

Senin

2 Maret 2020

16.00-18.00

Membahas progres dan kendala

Masing masing sie melaporkan

9 Maret 2020

Membahas progres dan kendala

23 Maret 2020

Membahas progres dan kendala

Rapat Pleno

Selasa

24 Maret 2020

17.00-19.00

Melaporkan kemajuan kegiatan dan kendala

 

Rapat anggota dan BPH

Senin

30 Maret 2020

16.00-18.00

Membahas progres dan kendala

Masing masing sie melaporkan

6 April 2020

Membahas progres dan kendala

13 April 2020

Membahas progres dan kendala

Rapat Pleno

Selasa

14 April 2020

17.00-19.00

Melaporkan hasil akhir sebelum melakukan kegiatan

 

 

Monday, February 15, 2021

Respon kekebalan tubuh terhadap IDA (Iron Deficiency Anemia) - SISTEM IMUn

 Respon kekebalan tubuh terhadap IDA (Iron Deficiency Anemia)

Sistem Imun Hematologi 

Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari darah, organ pembentuk darah dan penyakitnya. Asal katanya dari bahasa Yunani haima artinya darah. Jika tubuh Anda tak memiliki zat besi yang cukup, tubuh akan membentuk sel darah merah lebih kecil dan dalam jumlah lebih sedikit. Selanjutnya, tubuh Anda akan kekurangan hemoglobin dan Anda akan kekurangan oksigen. Ketika seseorang anemia maka kekebalan tubuh akan menurun, karena sel darah merah memiliki peran dalam membantu kinerja sistem imun dalam melawan bakteri dan virus.

Peningkatan kekebalan tubuh dapat dilakukan antara lain dengan mengkonsumsi zat gizi yang mampu meningkatakan respon imun yang umumnya berupa vitamin dan mineral yang seimbang. Beberapa vitamin yang mampu meningkatkan respon imun yaitu, vitamin A, B6, B12, C, D dan E, asam folat dan mineral yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit antara lain zinc (Zn), selenium (Se), tembaga (Cu) dan besi (Fe).
        Gizi merupakan faktor penentu yang penting dari respon imun tubuh dan kekurangan gizi merupakan penyebab kurangnya kekebalan tubuh (immunodeficiency). Zat gizi, merupakan faktor utama dalam pengaturan respon imun. Turunan zat gizi makro dan mikro (termasuk Fe) pada makanan mempengaruhi fungsi imun tubuh melalui beberapa kegiatan dalam saluran cerna, timus, limfa. Pengaruh dari jenis zat gizi tergantung pada konsentrasi, interaksi zat gizi, genetika inang dan kondisi lingkungan internal. Ketidakseimbangan gizi yang serius pada akhirnya akan mempengaruhi perkembangan respon imun dimasa yang akan datang. Ketika seseorang defisiensi Besi maka akan mengakibatkan menurunnya kemampuan neutrophil dan limfosit dalam membunuh bakteri, terganggunya proliferasi limfosit, Proliferasi limfosit merupakan penanda adanya fase aktivasi dari respon imun tubuh. Proliferasi limfosit ini berupa peningkatan produksi limfoblas yang kemudian akan menjadi limfosit di limpa.

 Kompas.com. 2015. Kekurangan Zat Besi, Ini Bahayanya!. [online]. (https://lifestyle.kompas.com/read/2015/05/26/110500023/Kekurangan.Zat.Besi.Ini.Bahayanya.), diakses pada 27 Februari 2019.

Anggraini, sari. 2015. System imunitas hematologi dalam anemia. [onlne]. (http://blogsarianggraini.blogspot.com/2015/10/sistem-imun-hematologi-dalam-kasus.html), diakses pada 27 Februari 2019.

Adib, a. 2015. Fungsi zat gizi terhadap imunitas tubuh. [online]. (https://foodtech.binus.ac.id/2015/10/09/fungsi-zat-gizi-terhadap-imunitas-tubuh-2/), diakses pada 27 Februari 2019.

Koswara, s. dkk. 2011. Isolasi dan Kultur Sel Limfosit dari Limpa Tikus [online]. (https://www.scribd.com/doc/90630023/Laporan-Praktikum-LIMFOSIT), diakses pada 27 Februari 2019.

 

PATOFISIOLOGI IDA (Iron Deficiency Anemia)

 

Patofisiologi

1.      Metabolisme Zat Besi

Besi merupakan zat gizi mikro yang sangat diperlukan tubuh dalam pembentukan hemoglobin, mioglobin dan beberapa enzim. Sumber zat besi di alam sangat melimpah. Dilihat dari segi evolusinya alat penyerapan besi dalam usus, maka sejak awal manusia dipersiapkan untuk menerima besi yang berasal dari sumber hewani, tetapi kemudian pola makanan berubah dimana sebagian besar berasal dari sumber nabati, tetapi perangkat absorpsi besi tidak mengalami evolusi yang sama, sehingga banyak menimbulkan defisiensi besi.

2.      Komposisi Zat Besi Dalam Tubuh

a.       Senyawa fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh.

b.      Besi cadangan, senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan besi berkurang.

c.        Besi transport, yaitu besi yang berikatan dengan protein tertentu dalam fungsinya untuk mengangkut besi dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya.

Besi dalam tubuh tidak pernah dalam bentuk logam bebas (free iron), tetapi selalu berikatan dengan protein tertentu. Besi bebas akan merusak jaringan, mempunyai sifat seperti radikal bebas. Jumlah besi pada perempuan pada umumnya lebih kecil oleh karena massa tubuh yang juga lebih kecil.

3.      Absorpsi Zat Besi

Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan dalam usus. Untuk memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh diperlukan proses absorpsi. Absorpsi besi paling banyak terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal, disebabkan oleh struktur epitel usus yang memungkinkan untuk itu. Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase :

a.       Fase Luminal

Zat besi yang bersumber dari makanan dan diolah oleh lambung untuk diserap duodenum. Sumber zat besi pada makanan dibedakan menjadi 2 yaitu:

1)      Fe Heme

Memberikan absorbsi  tinggi (15% ), berasal dari sumber makanan hewani (daging dan ikan), tidak dihambat oleh bahan penghambat sehingga mempunyai bioavailabilitas tinggi.

2)      Fe Non Heme

Absorbsi rendah (3-8%), berasal pada sumber makanan nabati, dipengaruhi oleh bahan pemacu dan penghambat sehingga bioavailabilitasnya rendah.

Yang tergolong sebagai bahan pemacu absorpsi besi adalah “meat factors” dan vitamin C, sedangkan yang tergolong sebagai bahan penghambat ialah tanat, fitat, dan serat (fibre). Dalam lambung karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri ke fero yang siap untuk diserap.

b.      Fase Mukosal

Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejenum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks. Dikenal adanya mucosal block, suatu mekanisme yang dapat mengatur penyerapan besi melalui mukosa usus.

c.       Fase Korporeal

Besi setelah diserap oleh eritrosit (epitel usus), melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus, kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Transferin akan melepaskan besi pada sel RES melalui proses pinositosis. Banyaknya absorpsi besi tergantung pada:

1.      Jumlah kandungan besi dari makanan.

2.       Jenis besi dalam makanan : besi heme atau besi non-heme.

3.      Adanya bahan penghambat atau pemacu absorpsi dalam makanan.

4.      Kecepatan eritropoesis.

Pradiyayadnya, I. 2017. Anemia Defisiensi Besi [Online] (https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/ce7919b071ee191d4d7d71822dcc3098.pdf) diakses pada 28 Februari 2019.

Wongsohardjono, Sri. 2012. Kandidias Oral Pada Penderita Anemia Zat Gizi Besi (Fe) Dan Penatalaksanaanya [Online] (https://jurnal.ugm.ac.id/mkgi/article/viewFile/15690/10456) diakses pada 28 Januari 2019.

KATALOG MENU BALITA

  KATALOG A.       Nasi -Nasi merah -Nasi tim - Nasi tim beras merah - Bubur nasi B.       Ayam -Bola-bola ayam kuah -Siomay...