Thursday, November 26, 2020

MENGANALISIS DAN MENGIDENTIFIKASI SITASI JURNAL

 

MENGANALISIS DAN MENGIDENTIFIKASI SITASI JURNAL

Promosi Kesehatan dengan Model Sesama Berpengaruh terhadap Kepatuhan Makan Pasien DM Tipe 2

 

Untuk memenuhi tugas matakuliah Metodologi Penelitian

yang dibina oleh Ibu Ir. Rr. Endang Sutjiati, M.Kes

 

Oleh Kelompok 1

1.     Alfa Laili Rohmatin                (P17111171001)

2.     Santy Oktaviani                      (P17111171003)

3.     Nindya Tresna Wiwitan          (P17111171005)

4.     Novanda Rizkiadefta D.         (P17111171007)

5.     Linda Rahmaeka                     (P17111171009)

6.     Ulul Azmi Mu’affa                 (P17111171011)

7.     Siti Qodriyatus Solikhah         (P17111173031)

 




KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN GIZI

PROGRAM STUDI D-IV GIZI

MALANG

2019

 

 

A.    Identifikasi Jurnal

1.      Judul                    : Promosi Kesehatan Dengan Model Sesama Berpengaruh

  Terhadap Kepatuhan Makan Pasien DM Tipe 2

2.      Penulis                  : Mujib Hannan , Abdul Muhith, Sugesti Aliftitah, dan Nur

  Laily

3.      Sumber                 : Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan Vol .6, No.3,2018,hal 294 –

308, https://jurnal.unitri.ac.id/index.php/care ISSN 2527-8487 (online)

 

B.     Rumusan Masalah

Bagaimana Pengaruh Promosi Kesehatan Dengan Model Sesama Terhadap Kepatuhan Diet pasien Diabetes Tipe 2?

 

C.    Tujuan Penelitian

Mengetahui pengaruh promosi kesehatan dengan model sesama terhadap kepatuhan diit pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di wilayah kerja UPT. Puskesmas Saronggi Tahun 2016.

 

D.    Hipotesis

H0       : Tidak ada hubungan pengaruh promosi kesehatan dengan model

sesama terhadap kepatuhan diit pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di wilayah kerja UPT. Puskesmas Saronggi Tahun 2016.

H1       : Terdapat hubungan pengaruh promosi kesehatan dengan model

sesama terhadap kepatuhan diit pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di wilayah kerja UPT. Puskesmas Saronggi Tahun 2016.

 

E.     Menganalisis dan Mengidentifikasi Sitasi Jurnal

1.      Kalimat :

Sejalan dengan penelitian Wahyudi (2012) mengatakan ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan melaksanakan diet pada pasien Diabetes di RSUD Nganjuk (Setiawan, Adi, & Sugiharto, 2012).

Kepustakaan :

Setiawan, W., Adi, K., & Sugiharto, A.(2012). Sistem Deteksi Retinopati Diabetik Menggunakan Support Vector Machine. Jurnal Sistem Informasi Bisnis 03, 3(1), 109–116.

Analisis :

Kutipan tersebut menggunakan kutipan tidak langsung, ditulis dengan kalimat berbeda atau merangkai kalimat sendiri tanpa mengubah ide. Maksud dari kalimat tersebut yaitu dengan maksud memberi justifikasi atau pendukung bahwa penelitian penulis sejalan dengan penelitian yang sudah ada yaitu penelitian Wahyudi Setiawan pada tahun 2012.

Relevansi topik :

Setelah kami teusuri, ternyata kutipan dengan daftar pustaka relevan pada jurnal pustakanya (memang ada) dan tidak berplagiat. Selain itu, Gaya menulis daftar rujukan dan kutipannya atau yang disebut gaya selingkung penulis menggunakan APA(American Phsycological Association) . Penulisan daftar pustakanya sudah benar, yaitu (1) nama penulis, (2) tahun terbit jurnal, (3) judul tulisan, (4) nama jurnal, edisi, dan (5) halaman.

           

2.      Kalimat:

Penderita Diabetes Tipe 2 banyak ditemukan mengalami kesulitan dalam mengontrol kadar gula darah. Setiap bulannya cenderung terjadi penambahan jumlah penderita Diabetes Tipe 2 di Kecamatan Saronggi. Salah satu faktor yang menyebabkan kadar gula tidak terkontrol adalah rendahnya kepatuhan diet Diabetes Tipe 2. Ketidakpatuhan diet Diabetes Tipe 2 dapat meningkatkan terjadinya kerumitan akut dan kronis serta memperparah penyakit bahkan hingga mortalitas (Lanywati, 2001).

Kepustakaan :

Lanywati, E. (2001). Diabetes Mellitus: Penyakit Kencing Manis. yogyakarta: Kanisius ( Anggota IKAPI ).

 

Analisis :

Berdasarkan cara penulisan pustaka atau sitasi yang digunakan oleh penulis ialah metode atau model APA ( American Psycological Association). Penulis menggunakan kutipan tidak langsung karena terdapat beberapa kalimat yang berasasal dari ide penulis dengan mensitasi dari sember lain didalam teks pada akhir kalimat.  Format penulisan daftar pustaka sesuai dengan metode APA yaitu dengan format  Nama pengarang. (tahun). Judul buku. Tempat Terbit: Nama Penerbit. “

 Relevansi topik:

Kalimat yang dikutip oleh penulis sudah relevan terhadap topik yang dibicarakan yaitu tentang diabetes mellitus tipe 2. Penulis meringkas kalimat yang tercantum pada buku “Diabetes Mellitus Penyakit Kencing Manis” yang ditulis oleh dr. Endang Lanywati dengan menggunakan bahasanya sendiri dengan menambahkan ide atau gagasan penulis jurnal tersebut.

 

3.      Kalimat :

Menurut Siminerio model ini dapat meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes dan menurunkan biaya kesehatan, meningkatkan berbagai faktor dalam pemberdayaan pasien dan memberi dampak yang positif terhadap kebehasilan perawatan pasien pada tatanan masyarakat (Siminerio, 2008).

Kepustakaan :

Siminerio, L. (2008). Overcoming barriers to better heath outcomes in patients with diabetes-improving and balancing patient education and pharmacotherapy initiation. US Endocrinology, 4(2), 42–44. https://doi.org/10.17925/USE.20 08.04.2.42

Analisis :

Pernyataan yang dikutip oleh peneliti didapatkan dari artikel berbahasa inggris mengenai bagaimana mengatasi barrier untuk hasil yang lebih baik pada pasien diabetes yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Isi dari kutipan sama dengan pernyataan, tapi peneliti meringkas kalimatnya menjadi lebih pendek dan ditambahkan pendapat, sehingga tidak mengutip secara utuh atau sama persis seperti sumber.

Relevansi Topik

Pernyataan yang dikutip sudah sesuai sumber dari website yang dicantumkan, tidak ada perubahan dalam isi hanya diringkas saja menjadi lebih pendek. Topik masih relevan membahasa mengenai bagaimana mengatasi barrier untuk hasil yang lebih baik pada pasien diabetes dan meningkatkan dan mengukur pendidikan pasien.

 

4.      Kalimat :

Tujuan dari studi ini untuk memahami pengaruh promosi kesehatan dengan model sesama sebagai variabel bebas (independen)  terhadap kepatuhan diit diabetes tipe 2 yang menjadi variabel terikat (dependen), (Saputra, Muhith, & Fardiansyah, 2017)

Kepustakaan :

Saputra, M. H., Muhith, A., & Fardiansyah, A. (2017). Analisis Sistem Infromasi Faktor Resiko Hipertensi Berbasis Posbindu di Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat, 1, 7–17. Retrieved from http://ejurnalp2m.stikesmajapahit mojokerto.ac.id/index.php/publika si_stikes_majapahit/article/downlo ad/216/189

Analisis :

Kutipan yang digunakan adalah kutipan tidak langsung, yaitu menggunakan penyusunan kalimat yang berbeda dari rujukan tanpa mengubah maksud/ide dari kalimat tersebut. Penulisan daftar pustaka menggunakan metode atau model APA ( American Psycological Association).

Relevansi Topik :

Pernyataan yang dikutip sudah sesuai/relevan dengan topik yang dibahas, pula dengan daftar pustaka yang digunakan. Namun, ada kesalahan dalam menuliskan link/alamat website yaitu link yang ditulis dalam daftar pustaka adalah http://ejurnalp2m.stikesmajapahitmojokerto.ac.id/index.php/publikasi_stikes_majapahit/article/downlo ad/216/189. sedangkan link/alamat website yang benar adalah http://ejurnalp2m.stikesmajapahitmojokerto.ac.id/index.php/publikasi_stikes_majapahit/article/viewFile/216/189

 

5.      Kalimat:

Faktor predisposisi kepatuhan salah satunya adalah pengetahuan, pengetahuan pasien yang rendah tentang diet dapat menimbulkan rendahnya kesadaran pasien akan diet yang akan berpengaruh pada pasien dalam mematuhi program diet (Niven, 2008)

Kepustakaan :

Niven, N. (2008). Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk Perawat Dan Profesional. Jakarta: EGC

Analisis:

Berdasarkan penulisan kepustakaan diatas adalah menggunakan model penulisan kepustakaan APA (American Psycological Association) dengan format penulisan 1) Nama Pengarang 2) Tahun 3) Judul Buku 4) Tempat/Kota Terbit 5) Nama Penerbit. Penulisan kutipan menggunakan ‘Kutipan Tidak Langsung’ dimana penulis hanya mengambil ide dari referensi dan mengembangkan sendiri kata-kata yang terdapat dalam artikel atau jurnal.

 Relevansi topik:

Kalimat yang dikutip dari buku Niven, N (2008) merupakan kalimat kutipan tidak langsung, dimana penulis hanya mengembangkan susunan kalimat tanpa mengubah ide asli dari kalimat tersebut.

 

6.      Kalimat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur responden pada kelompok perlakuan hampir setengahnya adalah               41-45 tahun yaitu sebanyak 5 orang (29,4%), data hasil penelitian tersebut sesuai dengan (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011), DM tipe 2 umumnya muncul pada usia lebih dari 30 tahun

Kepustakaan

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2011). Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011. Perkeni, 78. https://doi.org/10.3732/ajb.11004 95

Analisis :

Berdasarkan penulisan kepustakaan diatas adalah menggunakan model penulisan kepustakaan APA (American Psycological Association) dengan format penulisan yakni Nama Pengarang / Tahun  / Judul Buku / Tempat/Kota Terbit / Nama Penerbit  / alamat web. Namun penulis menuliskan kepustakaan tidak mencantumkan kota terbit. Penulisan kutipan menggunakan “Kutipan Tidak Langsung” dimana penulis hanya menunjukkan bahwa penelitian yang ia lakukan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh kepustakaan tanpa mecantumkan kalimat hasil dari penelitian kepustakaan.

Relevansi Topik :

Kalimat yang dikutip pada penulisan jurnal sudah relevan terhadap topic yang dibicarakan yaitu tentang umur responden penderita diabetes mellitus. Penulis hanya menunjukkan bahwa penelitian yang ia lakukan terdapat sejalan dengan penilitan kepustakaan dengan menggunakna bahasanya sendiri tanpa merubah makna yang terkandung.

 

7.      Kalimat:

Seperti studi oleh Roiqoh (2018) yang menggunakan media cakram diabetes sebagai upaya meningkatkan kepatuhan diet (Qothrunnadaa, 2018).

Kepustakaan:

Qothrunnadaa, F. R. (2018). Penggunaan media cakram diabetes dalam konseling untuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan diet pasien diabetes melitus tipe 2 di puskesmas godean I. Poltekkes kemenkes yogyakarta.

Analisis

·    Kutipan yang digunakan adalah kutipan tidak langsung, yaitu menggunakan penyusunan kalimat yang berbeda dari rujukan tanpa mengubah maksud/ide dari kalimat tersebut. Penulisan daftar pustaka menggunakan metode atau model APA (American Psycological Association).

·    Penulisan kutipan menjadi rancu sebab nama “Roqiah” tidak ditemukan di jurnal penelitian ini maupun di sumber kepustakaan sendiri.

·    Untuk penulisan daftar pustaka metode APA dari naskah publikasi formatnya: Nama. (tahun). Judul. Naskah tidak diterbitkan. Di dalam jurnal ini, penulisannya kurang bagian “naskah tidak diterbitkan”. Nama institusi tidak perlu disebutkan.

·    Penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia masih salah dalam penulisan judul

Relevansi topik

Kutipan tersebut sungguhan dikutip dari sumber. Namun kata-katanya diubah dalam penulisan jurnal atau dengan cara lain menggunakan kutipan tidak langsung. Topik relevan dengan judul jurnal karena cakram diabetes merupakan salah satu metode promosi kesehatan untuk pasien Diabetes Mellitus tipe 2.

 

 

 

 

 

 

 

 

ANALISIS DAN IDENTIFIKASI JURNAL INTERNASIONAL MENURUT LANGKAH-LANGKAH ADVOKASI YANG DIGUNAKAN

 

ANALISIS DAN IDENTIFIKASI JURNAL INTERNASIONAL

MENURUT LANGKAH-LANGKAH ADVOKASI YANG DIGUNAKAN

 

TUGAS KELOMPOK

Untuk memenuhi tugas Advokasi Gizi

yang diampu oleh Bapak Juin Hadisuyitno, SST, M.Kes

Oleh:

KELOMPOK 4

1.      Nindya Tresna Wiwitan                (P17111171005)

2.      Nathasya Arleta Dewi                  (P17111171010)

3.      ‘Alaa Qamara Waskita                 (P17111171012)

4.      Siti Qodriyatus Solikhah              (P17111173031)

5.      Tri Auri Putri Ayuningtyas            (P17111173035)

6.      Elma Natalia Anggraeni               (P17111173016)

7.      Pambajeng Lestanto Putri           (P17111174066)

 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN GIZI

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

FEBRUARI 2020

 

Judul               : Diabetes Advocacy and Care in Nigeria: A Review

Penulis            : Sunday Chinenye, Rosemary Ogu, dan lbitrokoemi Korubo (Departments of lnternal Medicine and 0bstetrics & Gynaecology, University of Port Harcourt Teaching Hospital, Port Harcourt, Nigeria)

A.     Langkah-Langkah Advokasi yang Digunakan dalam Jurnal

1.   Analisis

Nigeria, merupakan negara yang paling padat penduduknya di Afrika. Memiliki transisi epidemiologi yang cepat ditandai dengan secara simultan meningkatnya beban penyakit menular dan tidak menular yang semakin memburuk merupakan sebuah tantangan kesehatan. Diabetes Melitus merupakan gangguan sistem metabolisme endokrin. Di Nigeria, prevalensi penderita Diabetes Melitus seperti jumlah prevalensi penderita diabetes melitus yang dimiliki oleh negara lain dengan besar prevalensi >90% memiliki Diabetes Melitus Tipe 2. Sementara, Diabetes Melitus Tipe 2 ini di negara maju mempengaruhi individu yang lebih tua, di negara berkembang seperti Nigeria ini akan mempengaruhi populasi yang lebih muda di usia puncak kehidupan kerja menjadi ancaman yang besar terhadap kesehatan-kesehatan individu-individu ini.

Epidemi penyakit diabetes ini sejajar dengan peningkatan prevalensi hiperglikemik keadaan darurat, akut makrovaskuler, dan komplikasi makrovaskuler yang menyumbang morbiditas dan mortalitas akibat diabetes di Nigeria. Selain itu, semakin tingginya prevalensi hiperglikemi pada kehamilan menunjukkan implikasi dari diabetes melitus siklus dengan kondii ibu dan petugas dengan tingginya morbiditas dan mortalitas prenatal.

Mengingat peningkatan cepat dari epidemi diabetes di Nigeria, semua tingkatan pencegahan dan perawatan (primer,sekunder, dan tersier adalah harus dilakukan secara bersaman karena lebih 50% penderita diabetes terutama Diabetes Melitus Tipe 2 tidak terdiagnonis di negara tersebut. Berdasarkan hal yang diuraikan diatas, screening populasi dengan tujuan untuk mendiagnosis dan mengobati mayoritas diabetes harus menjadi prioritas karena kami berupaya meningkatkan skala kedua pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2. Oleh karena itu, penting di sebuah negara padat seperti Nigeria dengan lebih dari 170 juta penduduk dengan beragam budaya dan bahasa, metode screening dan diagnosa untuk diabetes terutama di komunitas pedesaan kami harus sederhana, hemat biaya dan lebih sedikit mengonsumsi waktu selain pertimbangan tujuan populasi ini, screening berbasis pencegahan sekunder diabetes akan membutuhkan kebijakan advokasi kesehatan yang besar dalam hal ini.

Kebijakan kepemimpinan politik yang kuat dibutuhkan untuk mengkatalisasi dan mempertahankan prioritas perawatan penyakit tidak menular di level pertama, dan Nigeria tidak mampu untuk tetap puas menghadapi meningkatnya penyakit tidak menular. Stakeholder juga harus meningkatkan pencegahan hal tersebut untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam akses dan promosi prinsip-prinsip cakupan kesehatan universal.

2.   Strategi

Strategi yang dilakukan merupakan dengan penyaringan populasi dengan tujuan untuk mendiagnosis dan mengobati diabetes yang menjadi prioritas dalam meningkatkan skala kedua penjegahan diabetes melitus tipe 2. Hal tersebut dikarenakan peningkatan diabetes di Nigeria sangat cepat, sehingga usaha pencegahan dan perawatan baik primer, sekunder hingga tersier harus dilakukan secara kolaborasi. Advokasi kesehatan yang dilakukan bersifat terencana dan terstruktur dalam proses menginformasikan dan memperngaruhi pembuat keputusan untuk mendukung mengubah kebijakan.

Strategi Nigeria salah satunya menandatangani rencana aksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan secara objektif menyoroti kebutuhan pembangunan dan penguatan kebijakan dan rencana nasional untuk Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Tujuan dari aksi tersebut adalah reorientasi dan memperkuat sistem kesehatan, memberi respon lebih efektif dan adil terhadap kebutuhan perawatan kesehatan penderita penyakit kronis. Tujuan tersebut menjelaskan pentingnya layanan kesehatan primer dalam peran strategis kesehatan.

Pemerintah Nigeria membuat pendekatan strategis dengan membuat Primary Health Care (PHC) untuk meningkatkan kesehatan dari akar masalah. Pada pelayanan kesehatan tingkat sekunder dan tersier diharapkan dapat melengkapi layanan lanjutan yang disediakan oleh PHC, seperti layanan khusus sebagai titik rujukan.

Intervensi diabetes yang dikeluarkan oleh WHO untuk PHC dalam sumber daya yang masih rendah, mengidentifikasi kondisi tersebut sebagai prioritas yang harus segera ditangani pada kesehatan tingkat primer diantaranya penyakit diabetes, jantung, pernapasan kronis dan kanker. Intervensi ini meruakan intervensi yang layak dilakukan terutama untuk masyarakat sumberdaya rendah. Dengan pemberian pelayanan primer oleh dokter dan petugas kesehatan lain, intervensi ini akan menjadi peningkatan investasi dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas di Nigeria.

3.   Mobilisasi

Mobilisasi yang dilakukan adalah bagaimana lintas sektor turut serta dalam membantu menangani dan bagaimana penggunaan media massa sebagai pengangkatan isu/permasalahan. Dalam pelaksanaan perawatan diabetes di Nigeria, advokasi akan sangat penting terutama dalam LMICs seperti Nigeria untuk memastikan kemajuan itu dipantau dan target direalisasikan. Selanjutnya, sementara advokasi global penting, kemajuan yang berkelanjutan hanya akan terjadi dicapai melalui aksi di tingkat negara melalui agen perubahan lokal dan masyarakat sipil yang kuat koalisi seperti Asosiasi Diabetes dari Nigeria, Aliansi dan Medis NCD Nigeria Asosiasi Wanita Nigeria. Pendekatan kemitraan multisektoral untuk diabetes dan pencegahan NCD lainnya dan kontrol harus menjadi landasan Tanggapan Nigeria.

Sistem Perawatan Kesehatan Utama (PHC) adalah pendekatan strategis Pemerintah Nigeria dirancang untuk meningkatkan kesehatan di akar rumput. Tingkat sekunder dan tersier perawatan kesehatan diharapkan untuk melengkapi layanan yang disediakan di PHC, berikan lebih banyak perawatan khusus serta berfungsim sebagai rujukan titik. Namun karena lemahnya kapasitas tenaga kesehatan dan infrastruktur yang buruk fasilitas, kualitas layanan yang diberikan telah tidak memadai dan 14 miskin di sekolah dasar tingkat.

Advokasi yang dilakukan 4 tahun lalu berhasil mengambil respons global dengan kemajuan yang signifikan terhadap Diabetes dan NCD lainnya. Dalam hal ini adalah proses KTT Global PBB 2011 tentang NCD, pengembangan NCD Global Rencana Aksi dan Pemantauan NCD Global Kerangka Kerja, Tinjauan PBB 2014 tentang kemajuan dan yang terbaru dimasukkannya Diabetes / NCD dalam berkelanjutan.

4.   Tindakan/ Aksi

Advokasi Diabetes di Nigeria berdampak pada penyediaan Diabetes terpadu / NCD atau perawatan tingkat dasar; kesadaran tentang diabetes; penguatan sistem kesehatan (pendanaan, infrastruktur, kapasitas bangunan dll), mobilisasi untuk meningkatkan kemauan politik dan diabetes internasional / survei NCD. Pendekatan kemitraan multisektoral untuk diabetes dan pencegahan NCD lainnya harus menjadi landasan tanggapan Nigeria dengan tujuan untuk meningkatkan pencegahan dan perawatan primer pada penyakit tidak menular di Nigeria dalam rangka mengatasi ketidaksetaraan dalam akses dan promosi prinsip-prinsip cakupan kesehatan universal. Kemajuan yang berkelanjutan dapat dicapai melalui aksi di tingkat negara melalui agen perubahan lokal dan masyarakat sipil yang kuat seperti Asosiasi Diabetes dari Nigeria, Aliansi dan Medis NCD Nigeria dan Asosiasi Wanita Nigeria.

5.   Evaluasi

Peningkatan diabetes dan NDC pada prevalensi di Nigeria mempunyai komplikasinya sangat besar yang berdampak pada kesehatan masyarakatnya. Membutuhkan kebijakan dan kerangka kerja kesehatan untuk menerapkan aksi menghentikan peningkatan tren diabetes melalui perawatan primer dan hasil ini yang dinilai efektif, terutama di pedesaan komunitas Nigeria. Advokasi ini yang bertujuan menyoroti meningkatnya beban Diabetes di Nigeria. Selain itu untuk mengevaluasi masing-masing masalah advokasi DM di Nigeria. Advokasi, kebijakan dan perawatan sangat penting komponen dalam pencegahan dan pengendalian. Salah satunya  diabetes merupakan bukti besar bahwa tersedianya perawatan tingkat  primer yang hemat biaya intervensinya. Advokasi  kebijakan yang disengaja dan proses pemberian informasi yang terstruktur dan mempengaruhi pembuat keputusan dalam mendukung kebijakan mendapatkan bukti.

Hal ini bertujuan untuk menyoroti beban diabetes dan NCD terkait dan faktor risiko di Nigeria serta pentingnya mengintegrasikan NCD pencegahan dan kontrol ke tingkat perawatan primer . Efek negatif dari Non penyakit menular pada kesehatan dan perkembangan sosial ekonomi semakin meningkat dan membutuhkan respons yang kuat dari semua pemangku kepentingan. Ini membutuhkan penguatan sistem kesehatan dan peningkatan sosial penentu kesehatan. Politik yang kuat serta kepemimpinan dibutuhkan untuk mengkatalisasi dan mempertahankan memprioritaskan perawatan NCD di sekolah dasar level. Dan Nigeria tidak mampu untuk tetap puas menghadapi meningkatnya beban penyakit tidak menular. Stakeholder harus meningkatkan pencegahan dan perawatan primer untuk penyakit tidak menular di Nigeria untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam akses dan promosi prinsip-prinsip.

6.   Berkesinambungan

Kebijakan politik yang kuat dibutuhkan untuk mempertahankan prioritas perawatan penyakit tidak menular seperti yang telah dilakukan Nigeria yaitu menandatangani rencana aksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan secara objektif menyoroti kebutuhan pembangunan dan penguatan kebijakan dan rencana nasional untuk Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Pemerintah Nigeria juga membuat pendekatan strategis dengan membuat Primary Health Care (PHC) untuk meningkatkan kesehatan dari akar masalah dengan pemberian pelayanan primer oleh dokter dan petugas kesehatan lain, intervensi ini akan menjadi peningkatan investasi dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas di Nigeria. Sedangkan pada pelayanan kesehatan tingkat sekunder dan tersier diharapkan dapat melengkapi layanan lanjutan yang disediakan oleh PHC, seperti layanan khusus sebagai titik rujukan.

Selanjutnya juga diperlukan mobilisasi yaitu bagaimana lintas sektor dan penggunaan media massa turut serta dalam membantu penanggulangan masalah. Dalam pelaksanaan perawatan diabetes di Nigeria, advokasi akan sangat penting terutama dalam LMICs untuk memastikan kemajuan itu perlu memantau target yang akan direalisasikan. Aksi yang dilakukan pada tingkat negara juga dilakukan seperti Asosiasi Diabetes dari Nigeria, Aliansi dan Medis NCD Nigeria, serta Asosiasi Wanita Nigeria. Advokasi yang dilakukan 4 tahun lalu berhasil mengambil respons global dengan kemajuan yang signifikan terhadap diabetes dan NDC yaitu KTT Global PBB 2011 tentang NCD, pengembangan NCD Global Rencana Aksi dan Pemantauan NCD Global Kerangka Kerja, Tinjauan PBB 2014 tentang kemajuan dan yang terbaru dimasukkannya Diabetes / NCD sebagai proses berkelanjutan.

Semua proses yang dilakukan bertujuan untuk menyoroti beban diabetes dan NCD terkait dan faktor risiko di Nigeria serta pentingnya mengintegrasikan NCD pencegahan dan kontrol ke tingkat perawatan primer. Efek negatif dari penyakit tidak menular pada kesehatan dan perkembangan sosial ekonomi semakin meningkat dan membutuhkan respons yang kuat dari semua pemangku kepentingan dimana politik yang kuat akan mempertahankan prioritas perawatan NCD pada dasar level.

Dengan adanya penguatan kesehatan primer atau perawatan penyakit yang membutuhkan proses jangka panjang, pasien terpusat, berbasis masyarakat, dan berkelanjutan akan menurunkan kejadian NDC di Nigeria. Selain itu, dengan dilakukannya pendekatan, teknologi dan biaya yang efektif untuk intervensi dapat mengurangi beban NDC di negara-negara berpenghasilan rendah. Pentingnya fasilitas tersier melalui pencegahan, diagnosis dini, dan perawatan di tingkat pertama dapat mengurangi beban penyakit pada populasi. Terlepas dari pencapaian ini, advokasi akan sangat penting terutama dalam LMICs seperti Nigeria untuk memastikan kemajuan dengan memantau target yang akan direalisasikan. Pendekatan kemitraan multisektoral untuk diabetes, pencegahan NCD lainnya dan kontrol harus menjadi landasan tanggapan Nigeria kedepannya.

 

  DAFTAR PUSTAKA

 

Chinenye, S., Ogu, C. R., dan Korubo, I. 2015. Diabetes Advocacy and Care in Nigeria: A Review. The Nigerian Health Journal, 15 (4) : 145-150.

 

Masalah Gizi Ganda di Indonesia

Masalah Gizi Ganda di Indonesia

Memasuki era globalisasi, Indonesia masih menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi  kurang  dan  lebih  dengan  resiko  penyakit yang  ditimbulkan.  Masalah  gizi  ganda pada  hakekatnya  merupakan masalah  perilaku.  Untuk  mengkoreksi  masalah  gizi ganda dapat dilakukan  dengan  pendekatan  melalui  pemberian  informasi  tentang perilaku gizi yang  baik  dan  benar (Rahmiwati,dkk, 2018). Yang mengkhawatirkan adalah dimensi masalah gizi ganda di sepanjang kehidupan, atau keterkaitan antara gizi buruk pada ibu hamil dan janin dengan meningkatnya kerentanan terhadap kelebihan gizi dan pola makan yang terkait penyakit tidak menular di kemudian hari (Indonesia Healt Sector, 2012).

1.    Gizi Kurang

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan individu atau masyarakat adalah konsumsi gizi setiap individu. Gizi kurang adalah suatu masalah gizi yang disebabkan oleh karena kurangnya asupan gizi baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang, umumnya ditentukan oleh jenis zat gizi apa yang kurang dikonsumsi oleh balita ( Setyawati & Hartini, 2018).

Di Indonesia, kurang gizi banyak dialami pada anak balita, wanita hamil dan menyusui. Tiga golongan ini disebut golongan rawan gizi (Pollitt, 2000). Anak balita termasuk golongan masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi, karena pada usia ini anak sedang dalam proses berkembang yang sangat pesat sehingga membutuhkan zat-zat gizi yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya (Patel et al., 2006; Lacquaniti et al., 2009). Karena keadaan yang demikian kondisi zat gizi anak sering tidak mencukupi baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya (Skalicky et al., 2006).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Indonesia (RISKESDAS) tahun 2018, prevalensi kejadian gizi kurang di Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2013 yaitu 19,6% menjadi 17,7% pada tahun 2018, tetapi angka ini belum memenuhi target RPJMN 2019 yaitu 17,0%. (Kemenkes RI, 2018).

Terjadinya gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk antara lain:

a.    Pendapatan

Taraming, dkk (2019) menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan keluarga maka status gizi anak berdasarkan IMT/U juga akan meningkat artinya pendapatan keluarga yang tinggi akan berpengaruh terhadap status gizi. Artaman (2015) juga menyatakan bahwa Pendapatan keluarga erat hubungannya dengan kesehatan, keluarga yang memiliki pendapatan tinggi akan lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan makanan keluarga baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Wulanta, dkk (2019) pada penelitian yang dilakukan di Desa Kima Bajo Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara pada anak usia 24-59 bulan, hasil penelian tersebut didapati bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga dengan status gizi.

b.    Asupan makanan

UNICEF (2013) menyatakan bahwa anak membutuhkan makanan yang seimbang untuk pemeliharaan tubuh, perbaikan sel-sel tubuh, pertumbuhan dan perkembangan anak. Afriyani (2019) juga menyatakan bahwa anak yang memiliki asupan nutrisi kurang memiliki kecenderung mengalami gizi kurang 15,484 kali lebih besar jika dibandingkan dengan anak yang memiliki asupan nutrisi dalam kategori baik. Hal ini disebabkan oleh karena asupan zat gizi merupakan kebutuhan essensial yang dalam pertumbuhan dan perkembangan anak balita.

c.    Pekerjaan Ibu

Pekerjaan yang mengharuskan ibu untuk keluar rumah dapat menyebakan kurangnya interaksi dengan anak yang mengakibatkan kurangnya perhatian yang diberikan pada anak sehingga dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak (Sudargo, 2018)

d.    Pendidikan orang tua

Penelitian Taraming, dkk (2019) pada Anak Usia 24-59 Bulan Di Desa Tiwoho Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan status gizi (IMT/U) dengan nilai p = 0,017, artinya pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan dan merawat anak karena ibu adalah pengasuh utama dari anak. Penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan pendidikan ibu berhubungan dangan status gizi karena ibu secara langsung mengasuh anak baik dalam menyiapkan dan memberikan makanan pada anak (Septikasari, 2018). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri, dkk (2015) yang dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang pada anak bailita, hasil dari penelitian tersebut didapati bahwa terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi.

e.    Pemberian ASI dan kelengkapan imunisasi

Pemberian ASI dan kelengkapan imunisasi juga memiliki hubungan yang bermakna dengan gizi buruk karena ASI dan imunisasi memberikan zat kekebalan kepada balita sehingga balita tersebut menjadi tidak rentan terhadap penyakit. Balita yang sehat tidak akan kehilangan nafsu makan sehingga status gizi tetap baik (Mexitalia, 2011).

f.     Penyakit infeksi

Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah terkena penyakit infeksi, sehingga penyakit infeksi dengan keadaan gizi merupakan suatu hubungan timbal balik (Notoatmodjo, 2003).

g.    Sanitasi lingkungan

Sanitasi lingkungan buruk terbukti sebagai faktor risiko kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita dengan OR 5,03, artinya ibu yang mempunyai balita gizi kurang dan gizi buruk mempunyai risiko 5,03 kali untuk menderita gizi kurang dan gizi buruk bila dibandingkan dengan ibu yang mempunyai balita gizi baik. Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup dominan dalam penyedianan lingkungan yang mendukung kesehatan anak dan proses tumbuh kembangnya. Sanitasi lingkungan yang buruk akan menyebabkan anak balita akan lebih muda terserang penyakit infeksi yang akhirnya dapat mempengaruhi status gizi anak. Sanitasi lingkungan erat kaitannya dengan ketersedian air bersih, ketersedian jamban, jenis lantai rumah, serta kebersihan peralatan makanan, kebersihan rumah, pencahayaan, ventilasi. Makin tersediannya air bersih untuk betuhan sehari-hari, maka makin kecil risiko anak terkena penyakit kurang gizi.

            Dampak Gizi Kurang

Gizi kurang pada anak usia dini dapat membawa dampak negatif pada pertumbuhan fisik maupun mental anak, yang selanjutnya akan menghambat prestasi belajar. Lebih lanjut gizi kurang juga mampu menyebabkan penurunan daya tahan tubuh, hilangnya masa hidup sehat anak usia dini serta dampak yang lebih serius adalah timbulnya kecacatan, tingginya angka kesakitan dan percepatan kematian (Andriani, 2012). Sedangkan menurut Devi (2010) Anak yang tidak cukup mendapat makan, dalam arti kuantitas maupun kualitas akan menyebabkan anak tersebut tidak dapat tumbuh normal.

 

2.    Gizi Lebih

Kelebihan gizi pada Balita akan berdampak terus sampai dewasa. Kelebihan zat gizi ini dikenal dengan overweight dan obesitas. Obesitas jarang sekali dibicarakan sebelum abad ke-20 karena di waktu itu sebagian besar penduduk dunia masih menderita kekurangan gizi. Sehingga peningkatan berat badan penduduk masih merupakan pertanda peningkatan status kesehatan dan ekonomi suatu masyarakat. Baru sejak 25 tahun terakhir ini permasalahan obesitas dan dampaknya semakin meningkat dibahas dalam berbagai pertemuan ilmiah dan perencanaan kesehatan masyarakat di dunia.

Mekanisme dasar dari terjadinya kelebihan berat badan sampai obesitas adalah ketidak seimbangan masukan energi dan pengeluarannya. Penyebab dari ketidak seimbangan tersebut adalah mudahnya akses dan variasi jenis makanan yang kaya energi. Sebaliknya oleh kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup terjadi penurunan pengeluaran energi dari 1,69 kkal/menit/KgBB menjadi 1,57 kkal/menit/KgBB.

Dampak obesitas cukup luas terhadap berbagai penyakit kronik degeneratif seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, kanker dan diabetes tipe 2 serta kelainan tulang. Akibat banyaknya penyakit yang bisa ditimbulkan oleh obesitas sehingga angka morbiditas dan mortalitas penderita obesitas cukup tinggi. Sehingga obesitas berdampak terhadap biaya kesehatan baik yang langsung maupun yang tidak langsung. Diperkirakan di negara maju obesitas menghabiskan 2-10% biaya kesehatan nasional masing-masing negara setiap tahun. Di negara berkembang bisa melebihi dari 10%.

Secara epidemiologi obesitas tidak akan terdistribusi sedemikian rupa saja di tengah masyarakat, akan tetapi obesitas akan terjadi karena ada faktor-faktor yang menyebabkan Gizi Lebih seperti:

a.    Jenis kelamin, secara empiris wanita lebih banyak menderita obesitas dibanding pria. Hal ini disebabkan faktor hormon wanita dan aktivitas sehari-hari serta persentase lemak tubuh

b.    Usia, meskipun obesitas sudah dimulai sejak kecil sampai menjelang tua. Namun usia yang paling banyak menderita obesitas adalah usia 35-60 tahun. Faktor penyebab obesitas pada usia ini adalah faktor makanan, gaya hidup, aktivitas pekerjaan dan kondisi psikologis

c.    Tingkat pendidikan, dari laporan OECD 2016 ditemukan wanita berpendidikan rendah 2-3 kali menderita obesitas lebih banyak dibanding dengan wanita berpendidikan tinggi. Pada pria tidak ditemukan perbedaan yang spesifik tersebut. Apabila anggota keluarganya mengalami obesitas terutama orang tuanya, maka anaknya akan mempunyai peluang lebih besar mengalami obesitas. Terjadinya hal ini oleh karena dampak gaya hidup, pola makan dan kebiasaan olah raga di tingkat rumah tangga

d.    Status ekonomi, di negara maju seperti Amerika serikat, Rusia, Jerman, dan Tiongkok obesitas banyak terjadi pada kelompok masyarakat dengan sosio-ekonomi menengah dan tinggi. Sedangkan di negara berkembang seperti India, Indonesia, Mesir dan Pakistan kejadian obesitas banyak terdapat pada masyarakat dengan tingkat sosio-ekonomi menengah ke bawah.

Berikut merupakan faktor-faktor risiko dari gizi lebih:

Faktor risiko dasar dari terjadinya obesitas yaitu faktor peningkatan intake, faktor metabolik dan penggunaan kalori dan gen. Kondisi ini terjadi karena modernisasi, globalisasi dan urbanisasi.

Gambar 1.  Faktor factor yang mempengaruhi  prevelensi

Klasifikasi

·         Tipe obesitas pertama adalah obesitas sentral disebut juga obesitas android atau obesitas abdominal. Obesitas tipe ini ditandai dengan tingginya Body Mass Index (BMI), persentase lemak tinggi dan lingkaran perut juga besar, pria >94 cm dan wanita >80 cm. Penumpukan lemak di daerah visceral.

·         Obesitas tipe sentral merupakan faktor risiko mayor untuk berkembang menjadi diabetes melitus tipe 2.

·         Obesitas periferal disebut juga dengan obesitas ginekoid. Karakteristik dari obesitas ini ditandai dengan BMI dan persentase lemak tinggi tetapi lingkaran perut normal. Penumpukan lemaknya di subkutaneus dan perifer. Obesitas jenis ini ditemukan pada wanita dan bersifat metabolik proteksi.

Dampak Obesitas Terhadap Status Kesehatan Masyarakat

a.    Percepatan proses penuaan. Umur biologis adalah usia tubuh yang dipengaruhi oleh kondisi kesehatan secara umum. Salah satu untuk menghitung umur biologis melalui komposisi lemak dalam tubuh. Bila sel lemak berlebih maka dikeluarkannya zat-zat yang bersifat oksidatif atau radikal bebas yang bisa menyebabkan umur sel lebih tua

b.    Gangguan kecerdasan. Studi Human Brain Mapping melaporkan bahwa jaringan otak anak yang obesitas 4% lebih kurang dari anak dengan berat badan normal. Orang dewasa yang menderita obesitas otaknya 8 tahun kelihatan lebih menua dari orang dewasa dengan berat badan normal. Hal ini disebabkan oleh efek radikal bebas dan gangguan pembuluh darah perifer karena kadar kadar lemak dan gula yang tinggi

c.    Resistensi insulin. Obesitas merupakan faktor risiko munculnya resistensi insulin yang akan bermanifestasi munculnya hipertensi, dislipidemia, hiperuremia, disfungsi endotel dan lipotoksisitas terhadap sel beta. Akibat obesitas sentral akan meningkatkan kejadian DM tipe 2, penyakit kardiovaskuler dan gangguan pembekuan darah. Sebesar 60% penderita DM tipe 2 berhubungan dengan obesitas.

d.    Kanker. Walaupun belum kuat bukti ilmiah hubungan sebab akibat obesitas ilmiah hubungan sebab akibat obesitas dengan kanker namun banyak bukti penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas fisik dapat bermanfaat untuk mencegah perkembangan sel kanker. Hal ini diduga melalui peranan Insulin-Like Growth Factor (IGF) yaitu terjadinya peningkatan jumlah reseptor ini sehingga sel menjadi lebih reaktif terhadap IGF.

e.    Osteoartritis sebagai efek mekanisme akibat obesitas berupa bisa osteoatritis pada sendi, vena verikosa, kesulitan bernafas.

f.     Kolelithiasis.

g.    Kematian pada usia muda. Oleh karena luasnya dampak dari obesitas pada manusia sehingga angka morbiditas meningkat dan akhirnya angka mortalitas juga meningkat. Laporan OECD tahun 2010, mengungkapkan bahwa orang obesitas 8-10x lebih cepat risiko meninggal dibanding orang yang tidak obesitas. Setiap kelebihan berat badan 15 kg dari berat badan ideal maka akan meningkat risiko kematian sebesar 30%.


DAFPUS

 

Kementrian Kesehatan. Riskesdas Dalam Angka Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014.

Ezzati M, Riboli E. Behavior and Dietary Risk Factor for Non Communicable Diseases. N Eng J Med. 2013; 369: 954-964. doi: 10.1056/NEJMra1203528.

Marul,2018, Epidemi obesitas dan dampaknya terhadap status kesehatan masyarakat serta sosial ekonomi bangsa,Padang, Majalah Kedokteran Andalas, Vol. 41, No. 3, September 2018, Hal. 152-162.

Taraming, Yasinta N.; Marsella D. Amisi; dan Nelly Mayulu. 2019. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Status Gizi Pada Anak Usia 24-59 Bulan Di Desa Tiwoho Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal KESMAS. 8 (7). 278-284

Budi Wahyudi, Faisol; Sriyono; dan Retno Indarwati. 2015. Analisis Faktor Yang Berkaitan Dengan Kasus Gizi Buruk Pada Balita. Jurnal Pediomaternal. 3 (1). 83-91.

Kementrian Kesehatan. 2018. Hasil Utama RISKESDAS tahun 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Rahmiwati, Anita; Rico Januar Sitorus; Ditia Fitri Arinda; dan Feranita Utama. 2018. Determinan Obesitas Pada Anak Usia Sekolah Dasar. Jurnal Kesehatan. 11 (2). 25-34.

Alamsyah, Dedi; Maria Mexitalia; Ani Margawati; Suharyo Hadisaputro; Henry Setyawan. 2017. Beberapa Faktor Risiko Gizi Kurang dan Gizi Buruk pada Balita 12-59 Bulan (Studi Kasus di Kota Pontianak). Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas. 2 (1). 54-62.

Afriyani, Rahmalia. 2019. Faktor Resiko Gizi Kurang Pada Balita Usia 1-3 Tahun. Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan. 11. 145-153.

 

 

KATALOG MENU BALITA

  KATALOG A.       Nasi -Nasi merah -Nasi tim - Nasi tim beras merah - Bubur nasi B.       Ayam -Bola-bola ayam kuah -Siomay...