Thursday, November 26, 2020

Masalah Gizi Ganda di Indonesia

Masalah Gizi Ganda di Indonesia

Memasuki era globalisasi, Indonesia masih menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi  kurang  dan  lebih  dengan  resiko  penyakit yang  ditimbulkan.  Masalah  gizi  ganda pada  hakekatnya  merupakan masalah  perilaku.  Untuk  mengkoreksi  masalah  gizi ganda dapat dilakukan  dengan  pendekatan  melalui  pemberian  informasi  tentang perilaku gizi yang  baik  dan  benar (Rahmiwati,dkk, 2018). Yang mengkhawatirkan adalah dimensi masalah gizi ganda di sepanjang kehidupan, atau keterkaitan antara gizi buruk pada ibu hamil dan janin dengan meningkatnya kerentanan terhadap kelebihan gizi dan pola makan yang terkait penyakit tidak menular di kemudian hari (Indonesia Healt Sector, 2012).

1.    Gizi Kurang

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan individu atau masyarakat adalah konsumsi gizi setiap individu. Gizi kurang adalah suatu masalah gizi yang disebabkan oleh karena kurangnya asupan gizi baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang, umumnya ditentukan oleh jenis zat gizi apa yang kurang dikonsumsi oleh balita ( Setyawati & Hartini, 2018).

Di Indonesia, kurang gizi banyak dialami pada anak balita, wanita hamil dan menyusui. Tiga golongan ini disebut golongan rawan gizi (Pollitt, 2000). Anak balita termasuk golongan masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi, karena pada usia ini anak sedang dalam proses berkembang yang sangat pesat sehingga membutuhkan zat-zat gizi yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya (Patel et al., 2006; Lacquaniti et al., 2009). Karena keadaan yang demikian kondisi zat gizi anak sering tidak mencukupi baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya (Skalicky et al., 2006).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Indonesia (RISKESDAS) tahun 2018, prevalensi kejadian gizi kurang di Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2013 yaitu 19,6% menjadi 17,7% pada tahun 2018, tetapi angka ini belum memenuhi target RPJMN 2019 yaitu 17,0%. (Kemenkes RI, 2018).

Terjadinya gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk antara lain:

a.    Pendapatan

Taraming, dkk (2019) menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan keluarga maka status gizi anak berdasarkan IMT/U juga akan meningkat artinya pendapatan keluarga yang tinggi akan berpengaruh terhadap status gizi. Artaman (2015) juga menyatakan bahwa Pendapatan keluarga erat hubungannya dengan kesehatan, keluarga yang memiliki pendapatan tinggi akan lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan makanan keluarga baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Wulanta, dkk (2019) pada penelitian yang dilakukan di Desa Kima Bajo Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara pada anak usia 24-59 bulan, hasil penelian tersebut didapati bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga dengan status gizi.

b.    Asupan makanan

UNICEF (2013) menyatakan bahwa anak membutuhkan makanan yang seimbang untuk pemeliharaan tubuh, perbaikan sel-sel tubuh, pertumbuhan dan perkembangan anak. Afriyani (2019) juga menyatakan bahwa anak yang memiliki asupan nutrisi kurang memiliki kecenderung mengalami gizi kurang 15,484 kali lebih besar jika dibandingkan dengan anak yang memiliki asupan nutrisi dalam kategori baik. Hal ini disebabkan oleh karena asupan zat gizi merupakan kebutuhan essensial yang dalam pertumbuhan dan perkembangan anak balita.

c.    Pekerjaan Ibu

Pekerjaan yang mengharuskan ibu untuk keluar rumah dapat menyebakan kurangnya interaksi dengan anak yang mengakibatkan kurangnya perhatian yang diberikan pada anak sehingga dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak (Sudargo, 2018)

d.    Pendidikan orang tua

Penelitian Taraming, dkk (2019) pada Anak Usia 24-59 Bulan Di Desa Tiwoho Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan status gizi (IMT/U) dengan nilai p = 0,017, artinya pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan dan merawat anak karena ibu adalah pengasuh utama dari anak. Penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan pendidikan ibu berhubungan dangan status gizi karena ibu secara langsung mengasuh anak baik dalam menyiapkan dan memberikan makanan pada anak (Septikasari, 2018). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putri, dkk (2015) yang dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang pada anak bailita, hasil dari penelitian tersebut didapati bahwa terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi.

e.    Pemberian ASI dan kelengkapan imunisasi

Pemberian ASI dan kelengkapan imunisasi juga memiliki hubungan yang bermakna dengan gizi buruk karena ASI dan imunisasi memberikan zat kekebalan kepada balita sehingga balita tersebut menjadi tidak rentan terhadap penyakit. Balita yang sehat tidak akan kehilangan nafsu makan sehingga status gizi tetap baik (Mexitalia, 2011).

f.     Penyakit infeksi

Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah terkena penyakit infeksi, sehingga penyakit infeksi dengan keadaan gizi merupakan suatu hubungan timbal balik (Notoatmodjo, 2003).

g.    Sanitasi lingkungan

Sanitasi lingkungan buruk terbukti sebagai faktor risiko kejadian gizi kurang dan gizi buruk pada balita dengan OR 5,03, artinya ibu yang mempunyai balita gizi kurang dan gizi buruk mempunyai risiko 5,03 kali untuk menderita gizi kurang dan gizi buruk bila dibandingkan dengan ibu yang mempunyai balita gizi baik. Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup dominan dalam penyedianan lingkungan yang mendukung kesehatan anak dan proses tumbuh kembangnya. Sanitasi lingkungan yang buruk akan menyebabkan anak balita akan lebih muda terserang penyakit infeksi yang akhirnya dapat mempengaruhi status gizi anak. Sanitasi lingkungan erat kaitannya dengan ketersedian air bersih, ketersedian jamban, jenis lantai rumah, serta kebersihan peralatan makanan, kebersihan rumah, pencahayaan, ventilasi. Makin tersediannya air bersih untuk betuhan sehari-hari, maka makin kecil risiko anak terkena penyakit kurang gizi.

            Dampak Gizi Kurang

Gizi kurang pada anak usia dini dapat membawa dampak negatif pada pertumbuhan fisik maupun mental anak, yang selanjutnya akan menghambat prestasi belajar. Lebih lanjut gizi kurang juga mampu menyebabkan penurunan daya tahan tubuh, hilangnya masa hidup sehat anak usia dini serta dampak yang lebih serius adalah timbulnya kecacatan, tingginya angka kesakitan dan percepatan kematian (Andriani, 2012). Sedangkan menurut Devi (2010) Anak yang tidak cukup mendapat makan, dalam arti kuantitas maupun kualitas akan menyebabkan anak tersebut tidak dapat tumbuh normal.

 

2.    Gizi Lebih

Kelebihan gizi pada Balita akan berdampak terus sampai dewasa. Kelebihan zat gizi ini dikenal dengan overweight dan obesitas. Obesitas jarang sekali dibicarakan sebelum abad ke-20 karena di waktu itu sebagian besar penduduk dunia masih menderita kekurangan gizi. Sehingga peningkatan berat badan penduduk masih merupakan pertanda peningkatan status kesehatan dan ekonomi suatu masyarakat. Baru sejak 25 tahun terakhir ini permasalahan obesitas dan dampaknya semakin meningkat dibahas dalam berbagai pertemuan ilmiah dan perencanaan kesehatan masyarakat di dunia.

Mekanisme dasar dari terjadinya kelebihan berat badan sampai obesitas adalah ketidak seimbangan masukan energi dan pengeluarannya. Penyebab dari ketidak seimbangan tersebut adalah mudahnya akses dan variasi jenis makanan yang kaya energi. Sebaliknya oleh kemajuan teknologi dan perubahan gaya hidup terjadi penurunan pengeluaran energi dari 1,69 kkal/menit/KgBB menjadi 1,57 kkal/menit/KgBB.

Dampak obesitas cukup luas terhadap berbagai penyakit kronik degeneratif seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, kanker dan diabetes tipe 2 serta kelainan tulang. Akibat banyaknya penyakit yang bisa ditimbulkan oleh obesitas sehingga angka morbiditas dan mortalitas penderita obesitas cukup tinggi. Sehingga obesitas berdampak terhadap biaya kesehatan baik yang langsung maupun yang tidak langsung. Diperkirakan di negara maju obesitas menghabiskan 2-10% biaya kesehatan nasional masing-masing negara setiap tahun. Di negara berkembang bisa melebihi dari 10%.

Secara epidemiologi obesitas tidak akan terdistribusi sedemikian rupa saja di tengah masyarakat, akan tetapi obesitas akan terjadi karena ada faktor-faktor yang menyebabkan Gizi Lebih seperti:

a.    Jenis kelamin, secara empiris wanita lebih banyak menderita obesitas dibanding pria. Hal ini disebabkan faktor hormon wanita dan aktivitas sehari-hari serta persentase lemak tubuh

b.    Usia, meskipun obesitas sudah dimulai sejak kecil sampai menjelang tua. Namun usia yang paling banyak menderita obesitas adalah usia 35-60 tahun. Faktor penyebab obesitas pada usia ini adalah faktor makanan, gaya hidup, aktivitas pekerjaan dan kondisi psikologis

c.    Tingkat pendidikan, dari laporan OECD 2016 ditemukan wanita berpendidikan rendah 2-3 kali menderita obesitas lebih banyak dibanding dengan wanita berpendidikan tinggi. Pada pria tidak ditemukan perbedaan yang spesifik tersebut. Apabila anggota keluarganya mengalami obesitas terutama orang tuanya, maka anaknya akan mempunyai peluang lebih besar mengalami obesitas. Terjadinya hal ini oleh karena dampak gaya hidup, pola makan dan kebiasaan olah raga di tingkat rumah tangga

d.    Status ekonomi, di negara maju seperti Amerika serikat, Rusia, Jerman, dan Tiongkok obesitas banyak terjadi pada kelompok masyarakat dengan sosio-ekonomi menengah dan tinggi. Sedangkan di negara berkembang seperti India, Indonesia, Mesir dan Pakistan kejadian obesitas banyak terdapat pada masyarakat dengan tingkat sosio-ekonomi menengah ke bawah.

Berikut merupakan faktor-faktor risiko dari gizi lebih:

Faktor risiko dasar dari terjadinya obesitas yaitu faktor peningkatan intake, faktor metabolik dan penggunaan kalori dan gen. Kondisi ini terjadi karena modernisasi, globalisasi dan urbanisasi.

Gambar 1.  Faktor factor yang mempengaruhi  prevelensi

Klasifikasi

·         Tipe obesitas pertama adalah obesitas sentral disebut juga obesitas android atau obesitas abdominal. Obesitas tipe ini ditandai dengan tingginya Body Mass Index (BMI), persentase lemak tinggi dan lingkaran perut juga besar, pria >94 cm dan wanita >80 cm. Penumpukan lemak di daerah visceral.

·         Obesitas tipe sentral merupakan faktor risiko mayor untuk berkembang menjadi diabetes melitus tipe 2.

·         Obesitas periferal disebut juga dengan obesitas ginekoid. Karakteristik dari obesitas ini ditandai dengan BMI dan persentase lemak tinggi tetapi lingkaran perut normal. Penumpukan lemaknya di subkutaneus dan perifer. Obesitas jenis ini ditemukan pada wanita dan bersifat metabolik proteksi.

Dampak Obesitas Terhadap Status Kesehatan Masyarakat

a.    Percepatan proses penuaan. Umur biologis adalah usia tubuh yang dipengaruhi oleh kondisi kesehatan secara umum. Salah satu untuk menghitung umur biologis melalui komposisi lemak dalam tubuh. Bila sel lemak berlebih maka dikeluarkannya zat-zat yang bersifat oksidatif atau radikal bebas yang bisa menyebabkan umur sel lebih tua

b.    Gangguan kecerdasan. Studi Human Brain Mapping melaporkan bahwa jaringan otak anak yang obesitas 4% lebih kurang dari anak dengan berat badan normal. Orang dewasa yang menderita obesitas otaknya 8 tahun kelihatan lebih menua dari orang dewasa dengan berat badan normal. Hal ini disebabkan oleh efek radikal bebas dan gangguan pembuluh darah perifer karena kadar kadar lemak dan gula yang tinggi

c.    Resistensi insulin. Obesitas merupakan faktor risiko munculnya resistensi insulin yang akan bermanifestasi munculnya hipertensi, dislipidemia, hiperuremia, disfungsi endotel dan lipotoksisitas terhadap sel beta. Akibat obesitas sentral akan meningkatkan kejadian DM tipe 2, penyakit kardiovaskuler dan gangguan pembekuan darah. Sebesar 60% penderita DM tipe 2 berhubungan dengan obesitas.

d.    Kanker. Walaupun belum kuat bukti ilmiah hubungan sebab akibat obesitas ilmiah hubungan sebab akibat obesitas dengan kanker namun banyak bukti penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas fisik dapat bermanfaat untuk mencegah perkembangan sel kanker. Hal ini diduga melalui peranan Insulin-Like Growth Factor (IGF) yaitu terjadinya peningkatan jumlah reseptor ini sehingga sel menjadi lebih reaktif terhadap IGF.

e.    Osteoartritis sebagai efek mekanisme akibat obesitas berupa bisa osteoatritis pada sendi, vena verikosa, kesulitan bernafas.

f.     Kolelithiasis.

g.    Kematian pada usia muda. Oleh karena luasnya dampak dari obesitas pada manusia sehingga angka morbiditas meningkat dan akhirnya angka mortalitas juga meningkat. Laporan OECD tahun 2010, mengungkapkan bahwa orang obesitas 8-10x lebih cepat risiko meninggal dibanding orang yang tidak obesitas. Setiap kelebihan berat badan 15 kg dari berat badan ideal maka akan meningkat risiko kematian sebesar 30%.


DAFPUS

 

Kementrian Kesehatan. Riskesdas Dalam Angka Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014.

Ezzati M, Riboli E. Behavior and Dietary Risk Factor for Non Communicable Diseases. N Eng J Med. 2013; 369: 954-964. doi: 10.1056/NEJMra1203528.

Marul,2018, Epidemi obesitas dan dampaknya terhadap status kesehatan masyarakat serta sosial ekonomi bangsa,Padang, Majalah Kedokteran Andalas, Vol. 41, No. 3, September 2018, Hal. 152-162.

Taraming, Yasinta N.; Marsella D. Amisi; dan Nelly Mayulu. 2019. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Status Gizi Pada Anak Usia 24-59 Bulan Di Desa Tiwoho Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal KESMAS. 8 (7). 278-284

Budi Wahyudi, Faisol; Sriyono; dan Retno Indarwati. 2015. Analisis Faktor Yang Berkaitan Dengan Kasus Gizi Buruk Pada Balita. Jurnal Pediomaternal. 3 (1). 83-91.

Kementrian Kesehatan. 2018. Hasil Utama RISKESDAS tahun 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Rahmiwati, Anita; Rico Januar Sitorus; Ditia Fitri Arinda; dan Feranita Utama. 2018. Determinan Obesitas Pada Anak Usia Sekolah Dasar. Jurnal Kesehatan. 11 (2). 25-34.

Alamsyah, Dedi; Maria Mexitalia; Ani Margawati; Suharyo Hadisaputro; Henry Setyawan. 2017. Beberapa Faktor Risiko Gizi Kurang dan Gizi Buruk pada Balita 12-59 Bulan (Studi Kasus di Kota Pontianak). Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas. 2 (1). 54-62.

Afriyani, Rahmalia. 2019. Faktor Resiko Gizi Kurang Pada Balita Usia 1-3 Tahun. Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan. 11. 145-153.

 

 

No comments:

Post a Comment

KATALOG MENU BALITA

  KATALOG A.       Nasi -Nasi merah -Nasi tim - Nasi tim beras merah - Bubur nasi B.       Ayam -Bola-bola ayam kuah -Siomay...