Modul
3
Analisis
Kebijakan
Lingkungan
menjadi salah satu penyebab timbulnya masalah kesehatan masyarakat yang
dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk dan teknologi sehingga mengakibatkan
mobilitas penduduk semakin pesat serta lingkungan dan ruang gerak penduduk
menjadi ancaman terhadap kesehatan lingkungan. Parameter tingkat kesehatan
lingkungan antara lain penyediaan dan pemanfaatan tempat pembuangan kotoran dan
cara buang kotoran manusia yang sehat. Penanganan pembuangan kotoran manusia
yang tidak semestinya akan mencemari persediaan air, tanah, dan perumahan oleh
kuman penyakit.
Undang–undang
No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa upaya kesehatan lingkungan
ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia,
biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan
masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai
risiko buruk bagi kesehatan. Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud mencakup
lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, tempat dan fasilitas umum,
Upaya sanitasi
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 yang
disebut Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yaitu: meliputi tidak Buang
Air Besar (BAB) sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum
dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar mengelola limbah air rumah
tangga dengan aman.
a. Memahami
Kebijakan Global dan Nasional tentang Layanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang tersedia secara
merata di seluruh pelosok Indonesia merupakan suatu keharusan agar masyarakat
mendapatkan akses dan haknya untuk menjadi sehat. Hal tersebut menjadi
tanggungjawab Negara yang dalam hal ini adalah pemerintah sebagai representasi
kekuasaan masyarakat. Namun tidak semua mempunyai akses ke pelayanan kesehatan
yang canggih dan mahal.
Salah satu peran vital pemerintah
dalam bidang kesehatan adalah memberikan subsidi untuk public goods dan
kelompok social-ekonomi miskin. Peran pemerintah dalam membrikan subsidi ada
dua macam yaitu subsidi melalui sisi penyedia layanan (provider) dan sisi
konsumen. Pemerintah sebagai provider berarti pemerintah menyediakan pelayanan
kesehatan di berbagai jenjang mulai dari Piuskesmas dan semua jaringannya
sampai rumah sakit pemerintah.
Kebijakan adalah aturan tertulis yang
merupakan keputusan formal organisasi yang bersifat mengikat, mengatur perilaku
dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Kebijakan
dapat berupa peraturan, keputusan pemerintah, instruksi, edaran, atau pedoman
yang mendukung pelaksanaan program Gerakan Seribu Jamban.
Kebijakan nasional untuk upaya
sanitasi berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
852/Menkes/SK/IX/2008 yang disebut Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM),
yaitu meliputi tidak Buang Air Besar (BAB) sembarangan, mencuci tangan pakai
sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar
mengelola limbah air rumah tanggadengan aman. Sesuai dengan tujuan dan sasaran
serta kebijakan yang telah ditetapkan maka strategi yang dirumuskan untuk
pelaksanaan program yaitu pemberdayaan masyarakat.
Menurut utami et. al (2015) pemberdayaan
masyarakat yaitu memampukan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan dan
konseling sehingga pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan dapat
meningkat. Prinsip pemberdayaan masyarakat antara lain:
-
Menumbuhkembangkan
potensi masyarakat.
-
Menumbuhkan
dan mengembangkan peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan.
-
Mengembangkan
semangat kegiatan gotongroyong dalam pembangunan kesehatan seperti meningkatkan
sanitasi lingkungan.
-
Bekerja
bersama dengan masyarakat.
-
Penyerahan
pengambilan keputusan kepada masyarakat.
-
Menggalang
kemitraan dengan LSM dan organisasi kemasyarakatan yang ada di masyarakat.
-
Promosi,
pendidikan dan pelatihan dengan sebanyak mungkin menggunakan dan memanfaatkan
potensi setempat.
-
Upaya
dilakukan secara kemitraan dengan berbagai pihak.
Pemerintah Indonesia melakukan upaya
peningkatan akses sanitasi sejak tahun 2006. Kementerian Kesehatan telah
melakukan perubahan arah kebijakan dari yang sebelumnya memberikan subsidi
perangkat keras menjadi pemberdayaan masyarakat dengan fokus pada perubahan
perilaku Stop BABS menggunakan metode Community Led Total Sanitation (CLTS).
Pendekatan CLTS dikembangkan dengan menambahkan empat pilar perubahan perilaku
lainnya yang dinamakan STBM.
Pada tahun 2008, pemerintah menetapkan
STBM menjadi kebijakan nasional melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008
tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Saat ini
Kepmenkes tersebut sudah diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3
Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
Mulai tahun 2015 definisi rumah tangga
yang memiliki akses sanitasi layak adalah apabila fasilitas sanitasi yang
digunakan memenuhi syarat kesehatan, antara lain dilengkapi dengan jenis kloset
leher angsa atau plengsengan dengan tutup dan memiliki tempat pembuangan akhir
tinja tangki (septic tank) atau Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL), dan
merupakan fasilitas buang air besar yang digunakan sendiri atau bersama.
b. Memahami
Perihal Pembiayaan Kesehatan
Proses pelayanan kesehatan tidak bisa
dipisahkan dengan pembiayaan kesehatan. Biaya kesehatan ialah besarnya dana
yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai
upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil
dan berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari
pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan pelayanan
kesehatan dan akses (equitable access to health care) dan pelayanan yang
berkualitas (assured quality). Oleh karena itu reformasi kebijakan kesehatan di
suatu negara seharusnya memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan
kesehatan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan
(equity), efisiensi (efficiency) dan efektifitas (effectiveness) dari
pembiayaan kesehatan itu sendiri. (Departemen Kesehatan RI, 2004).
Perencanaan dan pengaturan pembiayaan
kesehatan yang memadai (health care financing) akan menolong pemerintah di
suatu negara untuk dapat memobilisasi sumber-sumber pembiayaan kesehatan,
mengalokasikannya secara rasional serta menggunakannya secara efisien dan
efektif. Kebijakan pembiayaan kesehatan yang mengutamakan pemerataan serta
berpihak kepada masyarakat miskin (equitable and pro poor health policy) akan
mendorong tercapainya akses yang universal.
Sebagai contoh adalah jika kebijakan
pembiayaan kesehatan mengutamakan pemerataan dan berpihak kepada masyarakat
miskin maka akses terhadap jamban sehat di semua rumah di desa akan mendapatkan
kemudahan. Dengan begitu maka kejadian infeksi dan kesakitan menurun sehingga
akan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang ada.
Implementasi strategi pembiayaan
kesehatan di suatu negara diarahkan kepada beberapa hal pokok yakni;
kesinambungan pembiayaan program kesehatan prioritas, reduksi pembiayaan
kesehatan secara tunai perorangan (out of pocket funding), menghilangkan
hambatan biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, pemerataan dalam akses
pelayanan, peningkatan efisiensi dan efektifitas alokasi sumber daya
(resources) serta kualitas pelayanan yang memadai dan dapat diterima pengguna
jasa. Sumber dana biaya kesehatan berbeda pada beberapa negara, namun secara
garis besar berasal dari:
a.
Anggaran
pemerintah.
b.
Anggaran
masyarakat.
c.
Bantuan
biaya dari dalam dan luar negeri.
d.
Gabungan
anggaran pemerintah dan masyarakat.
c. Analisis
Kasus dan Masalah Kesehatan
Masalah kesehatan diartikan sebagai
individu yang sedang mengidap penyakit. Masalah kesehatan merupakan gangguan
kesehatan yang dinyatakan dalam ukuran kesakitan (mordibitas) dan kematian
(mortalitas). Sedangkan rendahnya akses terhadap jamban sehat merupakan suatu
masalah lingkungan kesehatan (determinan kesehatan).
Analisis masalah program dan pelayanan
kesehatan dasarnya adalah sebuah system, maka pendekatan yang dilakukan dalam
analisisnya adalah pendekatan system pula, yaitu menganalisis input, proses,
dan output dari pelayanan tersebut. Oleh sebab itu, analisis situasi program
dan pelayanan kesehatan meliputi analisis terhadap outpun dan pelayanan proses
yakni meliputi kinerja program dan pelayanan. Serta analisis terhadap input
yakni mengenai SDM, sarana, dan pembiayaan.
Analisis situasi lingkungan kesehatan
adalah determinan utama dari banyak masalah kesehatan, terutama masalah penyakit
infeksi dan beberapa masalah penyakit non-infeksi seperti polusi dan
kecelakaan. Oleh sebab itu, sebagaimana halnya dengan perilaku kesehatan,
intervensi atau program kesehatan lingkungan harus mendapat prioritas dalam
program kesehatan masyarakat.
Data hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 secara nasional
rumah tangga yang mempunyai dan menggunakan fasilitas BAB sendiri baru 69,7%
dan masih ada 15,6% rumah tangga yang tidak memiliki dan menggunakan fasilitas
BAB. Rumah tangga yang berada di pedesaan yang menggunakan fasilitas BAB
sendiri baru mencapai 59% dan masih ada 25,5 % rumah tangga yang tidak
menggunakan fasilitas BAB. Di Sumatera Barat, rumah tangga yang menggunakan
fasilitas BAB sendiri baru 57,5% dan masih ada 25,3% lagi rumah tangga yang
tidak memiliki dan menggunakan fasilitas
BAB. Rumah tangga yang memiliki tempat pembuangan tinja layak sesuai MDGs di
sumatera Barat hanya 41,5%. Ini menunjukkan masih sangat rendahnya kepemilikan
dan penggunaan fasilitas BAB dan tempat pembuangan tinja yang layak di Sumatera
Barat.
Dalam penelitian Novela (2018) untuk menyikapi
permasalahan sanitasi tersebut terutama mengenai kepemilikan jamban yang
memenuhi syarat kesehatan maka, Dinas Kesehatan bersama pemerintah Kabupaten
Lima Puluh Kota membuat sebuah program yang tujuan utamanya adalah terpenuhinya
kebutuhan masyarakat terhadap akses
pembuangan Air Besar yang memenuhi syarat kesehatan. Program ini dinamakan
gerakan seribu jamban yang diperuntukkan bagi masyarakat tidak mampu di daerah
dengan tingkat diare yang tinggi dan cakupan pemakaian jamban yang masih
rendah.
d. Kesehatan
Untuk Investasi
Kesehatan dan pendidikan telah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari seorang individu (investasi terpadu). Pembangunan
social (kesehatan dan pendidikan) merupakan pembangunan sumber daya manusia
(SDM). Keduanya menjadi bagian dari efektivitas dan efisiensi manusia di segala
bidang kegiatannya. Bila diperhatikan, pada pembangunan ekonomi dan pemanfaatan
produktivitas tenaga kerja maka alat yang digunakan untuk mengukur adalah
perubahan investasi kesehatan yang diperolehnya. Akibat dari timbulnya
kesakitan (sickness) terhadap
produktivitas tenaga kerja, yaitu:
a.
Kematian
(kehilangan pekerjaan)
b.
Ketidakmampuan
(kehilangan jam kerja)
c.
Kecacatan
(kehilangan kapasitas kerja)
Rendahnya pemeliharaan kesehatan
terlebih pada desa atau tempat yang memiliki akses rendah terhadap jamban
sehat, buruknya sanitasi lingkungan tempat tinggal, asupan yang tidak memadai,
perilaku beresiko termasuk potensi penularan PMS (Penyakit Menular Seksual)
menyebabkan banyak masalah kesehatan di kelompok masyarakat miskin. Kemiskinan
ini pula yang membuat tidak mampu membiayai proses pengobatan. Akhirnya
produktivitas penduduk miskin makin rendah dan semakin memperburuk
kemiskinannya.
Dengan adanya program gerakan seribu
jamban sehat, setidaknya sudah berinvestasi bagi kesehatan masyarakat dengan
menurunkan angka infeksi dan kesakitan dari dampak Buang Air Besar Sembarangan
(BABS). Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa jika ekonomi membaik, masyarakat
dan pemerintah akan mempunyai sumber daya yang memadai untuk membiayai
pelayanan kesehatan seperti promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative.
e. Menyusun
Kertas Posisi
Kertas posisi merupakan suatu uraian
gagasan yang menunjukkan paradigma, keberadaan pada dasar perubahan-perubahan
yang diinginkan meliputi filosofi, arah dan tujuan, serta strategi-strategi
dasar, dan prinsip-prinsip pendekatan perubahan yang akan ditempuh. Gagasan
dasar ini dihasilkan dari analisis kebijakan melalui langkah-langkah yang telah
dilakukan yang berasal dari refleksi atas kondisi nyata kesehatan yang dihadapi
di masing-masing wilayah kerja advokasi.
Kertas posisi harus menggambarkan
kehendak masyarakat terutama kelompok masyarakat miskin dalam perubahan-perubahan
lebih baik untuk pemenuhan hak-hak dasar terhadap kesehatan. Dalam penyusunan
kertas posisi harus singkat, padat, dan jelas pesan yang akan disampaikan.
Kertas posisi juga harus menjelaska siapa da bagaimana posisi penggagasanya.
Jamban sehat merupakan suatu ruangan
yang mempunyai fasilitas pembuanagn kotoran manusia yang terdiri atas tempat
jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung)
yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran air untuk membersihkannya.
Tujuan dari penggunaan jamban sehat adalah menjaga lingkungan agar bersih,
sehat dan tidak berbau. Tidak mencemari sumber air yang ada di sekitarnya.
Tidak mengudang datangnya lalat atau serangga yang menjadi penyebab diare,
thypus, kecacingan, dll.
Sehingga dengan adanya jamban sehat
ini di harapkan tingkat infeksi, dan kesakitan bahkan kematian yang ada pada
keluarga miskin khususnya dapat terjadi penurunan prevalensi. Dengan begitu
maka produktivitas kerja dan sumber daya manusianya akan berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Menteri Kesehatan RI. 2016. Permenkes RI No 39 tahun 2016 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.
Novela, V., dkk. 2018. Analisis Pemanfaatan program Gerakan Seribu
Jamban Tahun Anggaran 2013/2014 di Kabupaten Lima Puluh Kota. Jurnal
Kesehatan Andalas: 7(1)
Setyawan, F E B. 2015. Sistem Pembiayaan Kesehatan. Universitas
Muhammadiyah Malang: Fakultas Kedokteran Vol 11 (2)
Utami, T. N., et al. (2015).
Perspektif Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Budi Utama.
Wisana, I. 2001. Kesehatan sebagai Suatu Investasi. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan
Indonesia: Vol 1(1)
Yuniningsih, R. 2019. Strategi Promosi Kesehatan dalam
Meningkatkan Kualitas Sanitasi Lingkungan. Jurnal Masalah-Masalah Sosial:
Vol 2 No 2