Wednesday, February 24, 2021

MEDIA PENYULUHAN

 MEDIA PENYULUHAN

A.    Pengertian

Alat peraga atau media dapat diartikan dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas media dapat berupa orang, material atau kejadian yang dapat menciptakan kondisi tertentu, sehingga memungkinkan klien memperoleh pengethauan, keterampilan, atau sikap yang baru. Dalam pengertian ini, konselor/penyuluh, buku, dan lingkungan termasuk media. Dalam arti sempit, yang termasuk media adalah grafik, foto, gambar, alat mekanik dan elektronik yang dipergunakan untuk menangkap, memproses dan menyampaikan informasi visual atau verbal.

Menurut Santoso Karo-Karo (1984) yang dimaksud dengan alat peraga dalam pendidikan kesehatan adalah semua alat, bahan, atau apapun yang digunakan sebagain media untuk pesan-pesan yang akan disampaikan dengan maksud untuk lebih mudah memperjelas pesan atau untuk lebih memperluas jangkauan pesan.

 

B.     Manfaat Alat Peraga

Manfaat alat peraga yang paling utama adalah memperjelas pesan-pesan yang akan disampaikan , dan disamping itu pula alat peraga dapat menambang efektivitas proses pendidikan dan konseling gizi. Menurut Depkes (1982) secara perinci manfaat alat peraga adalah :

1.      Menumbuhkan minat kelompok sasaran.

2.      Membantu kelompok sasaran untuk mengerti lebih baik.

3.      Membantu kelompok sasaran untuk dapat mengingat lebih baik.

4.      Membantu kelompok sasaran untuk meneruskan apa yang telah diperoleh kepada orang lain.

5.      Membantu kelompok sasaran untuk menambah dan membina sikap baru.

6.      Merangsang kelompok sasaran untuk melaksanakan apa yang telah dipelajari.

7.      Dapat membantu mengatasi hambatan bahasa.

8.      Dapat mencapai sasaran lebih banyak.

9.      Membantu kelompok sasaran untuk belajar lebih banyak.

 

C.     Jenis Alat Peraga

Jenis-jenis alat peraga dapat dipandang dari berbagai sudut. Hal ini tergantung darimana kita meliharnya.

1.      Audio Visual Aids (AVA)

a.       Visual Aids

·         Nonprojected

Papan tulis, buku, diklat, brosur, poster, leaflet, food model, dll.

·         Projected

Slides, film strip, movie film, transparasi.

 

2.      Rumit dan Sederhana

a.       Rumit

Contoh alat peraga rumit yaitu, film, film strip, dan lain-lain, yang dalam penggunaannya membutuhkan proyektor yang relatif mahal.

b.      Sederhana

Contoh alat peraga sederhana yaitu, dapat dibuat sendiri, bahan-bahan mudah didapat, dan dapat dibuat oleh tenaga setempat. Contoh alat peraga sederhana adalah poster, leaflet, model, lembar balik, boneka/wayang, dan papan tulis.

 

D.    Syarat Alat Peraga

a.       Harus menarik

Menarik dapat dilihat dari desain atau tata letak, pewarnaan, isi pesan dan bahan alat peraga tersebut tidak mudah rusak.

b.      Disesuaikan dengan sasaran didik

Sasaran didik dalam pendidikan dan konseling gizi berbeda-beda. Sasaran dapat dilihat dari segi umur, dari suku daerah dan dapat dilihat dari segi latar belakang budaya dan pengalamannya.

c.       Mudah ditangkap, singkat dan jelas.

Alat peraga yang baik tidak boleh menimbulkan multi-interpretasi dan persepsi yang berbeda-beda. Bahasa yang digunakan disesuaikan dengan tempat alat peraga tersebut digunakan. Gunakan bahasa/kata yang singkat dan jelas.

d.      Sesuai dengan pesan yang hendak disampaikan.

Pesan dapat disajikan dalam bentuk gambar dan kata-kata. Antara gambar dan kata-kata harus sesuai dan saling berhubungan. Ingat pesan tersebut mengacu pada tujuan alat peraga tersebut.

e.       Sopan

Alat peraga tersebut tidak boleh melanggar norma, etika dan budaya yang ada ditempat alat peraga tersebut digunakan. Pelanggaran norma, misalnya penampilan gambar porno.

Implementasi Program Surveilans Masalah Gizi Ganda

 Implementasi Program Surveilans Masalah Gizi Ganda

Gizi kurang merupakan masalah multikompleks dengan beragam penyebab, mulai keterbatasan ekonomi, akses pangan rendah, sosial-budaya, hingga pengetahuan gizi rendah. Namun, faktor utama gizi kurang ialah kemiskinan. Saat inflasi tinggi dan nilai tukar rupiah jatuh, harga pangan terasa mahal. Warga miskin yang 70% pendapatannya dialokasikan untuk pangan harus merealokasikan belanja dengan menekan pos non pangan, seperti kesehatan dan pendidikan atau beralih ke pangan inferior, guna mengamankan isi perut. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (2018), menunjukkan 17,7% bayi usia di bawah 5 tahun (balita) masih mengalami masalah gizi. Angka tersebut terdiri atas balita yang mengalami gizi buruk sebesar 3,9% dan yang menderita gizi kurang sebesar 13,8%. Indonesia telah menargetkan bayi yang mengalami masalah gizi turun menjadi 17% (RPJMN, 2019). Sehingga menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, terbukti prevalensi anak kurus menurun 2,8% dari 10,2 menjadi 7,44% pada tahun 2019.

Di sisi lain, kegemukan dan obesitas akibat konsumsi kalori berlebih berdampak buruk pada tekanan darah. Orang lebih rentan terkena hipertensi. Hipertensi dan kegemukan merupakan penyumbang risiko munculnya penyakit jantung koroner yang rentan kematian. Dewasa ini, kian banyak kasus penyakit tidak menular di Indonesia. Hal tersebut terjadi antara lain akibat pola makan. Penyakit tidak menular itu menjadi penyebab 60% kematian. Pengeluaran pemerintah, khususnya untuk jaminan kesehatan nasional, melonjak. Biaya tertinggi jaminan kesehatan nasional terkuras untuk perawatan stroke, diabetes, dan gagal ginjal. Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013), prevalensi overweight dan obesitas pada anak usia 5-12 tahun mencapai 18,8% dengan presentase gemuk 10% dan obesitas 8,8%. Angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2012 yaitu 9,2% dan DKI Jakarta menempati urutan pertama dengan prevalensi obesitas tertinggi yaitu sebesar 26,6%. Sedangkan pada tahun 2018 prevalensi balita gemuk turun menjadi 8% dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 11,9% (Riskesdas, 2018).

Beban ganda malnutrisi itu menjadi masalah bangsa dan memerlukan perhatian serius.  Hilangnya isu gizi dalam pembangunan harus dicegah dengan menjadikan gizi sebagai isu politik. Caranya, pemerintah, baik pusat maupun daerah, wajib memastikan anak balita, ibu hamil, dan manula agar memiliki akses pada gizi yang baik dan cukup. Negara harus hadir sebagai penjamin terpenuhinya hak pangan hingga di tingkat individu, seperti amanah UU No 18/2012 tentang Pangan. Hal tersebut dapat dilakukan lewat beragam aksi, seperti revitalisasi posyandu, bantuan pangan bagi balita dan ibu hamil, program tambahan makanan anak sekolah, subsidi dan stabilisasi harga pangan, dan penganekaragaman pangan lokal.

Program-program pemerintah untuk menanggulangi masalah gizi ganda :

a.    Ketahanan Pangan dan Gizi

Kebijakan Ketahanan Pangan dan Gizi:

a) Menjamin akses pangan yang memenuhi kebutuhan gizi kelompok rawan pangan khususnya ibu hamil, ibu menyusui dan anak-anak,

b) Menjamin pemanfaatan optimal dan berkesinambungan (sustainability) pangan yang tersedia bagi semua golongan penduduk,

c) Memberi perhatian pada petani kecil, nelayan, dan kesetaraan gender.

b.    Jaminan Kesehatan Masyarakat

Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) bertujuan untuk membantu masyarakat miskin atau tidak mampu, di luar propinsi DKI Jakarta, untuk mendapatkan haknya dalam pelayanan kesehatan. Program ini dilaksanakan dengan semangat ‘pro rakyat’ untuk meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat tidak mampu. Manfaat yang diterima oleh penduduk miskin dalam Jamkesmas bersifat komprehensif (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) sesuai kebutuhan medis dan pelayanan kesehatannya bersifat perseorangan.

c.    Pendidikan Gizi Masyarakat

Pendidikan Gizi Masyarakat atau dalam bahasa operasionalnya disebut KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) Gizi, bertujuan untuk menciptakan pemahaman yang sama tentang pengertian gizi, masalah gizi, faktor penyebab gizi, dan kebijakan dan program perbaikan gizi kepada masyarakat termasuk semua pelaku program. Bagi masyarakat umum, Pendidikan Gizi untuk memberikan pengetahuan, menumbuhkan sikap dan menciptakan perilaku hidup sehat dengan Gizi Seimbang. Dalam gizi seimbang tidak hanya mendidik soal makanan dan keseimbangan komposisi zat gizi dan kebutuhan tubuh akan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, dan air), tetapi juga kesimbangan dengan pola hidup bersih untuk mencegah kontaminasi makanan dan infeksi. Dalam upaya pencegahan kegemukan dan PTM, dalam gizi seimbang juga ada pendidikan tentang perlunya pola hidup aktif bergerak dan olah raga. Untuk menilai apakah pola hidup dan pola makan kita sudah baik, gizi seimbang juga mengajarkan pentingnya menjaga berat badan ideal dengan memperhatikan indek masa tubuh (IMT) yaitu rasio keseimbangan antara tinggi dan berat badan.

Dengan demikian pendidikan Gizi Seimbang meliputi 4 prinsip pola hidup sehat, yaitu pendidikan tentang:

1.   Kebiasaan makan beraneka ragam dan sesuai kebutuhan tubuh termasuk kebutuhan akan air

2.   Menjaga kebersihan dan keamanan makanan

3.   Kebiasaan hidup aktip bergerak dan olah raga

4.   Menjaga berat badan ideal dengan memperhatikan keseimbangan berat dan tinggi badan dengan Indek Masa Tubuh (IMT).

Upaya promotif dan preventif di Indonesia sesungguhnya telah menjadi bagian dari strategi perbaikan kesehatan dan gizi. Sebagai contoh, pendidikan gizi yang komplek pernah dilaksanakan dan menjadi dasar utama program perbaikan gizi masyarakat yang secara internasional dikenal sebagai Usaha Perbaikan Gizi Keluarga atau UPGK ("Family Nutrition Improvement Program"). Pendidikan gizi waktu itu merupakan kegiatan dasar dan utama dari program perbaikan gizi masyarakat. Secara sistemtis, pengetahuan dasar gizi dan program gizi di dari pusat sampai daerah disampaikan pada kegiatan pendidikan gizi dan pelatihan-pelatihan program gizi secara berjenjang dari tingkat pimpinan sampai pelaksana. Pendidikan Gizi juga dilaksanakan melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah dan tidak formal di masyarakat melalui LSM dan kelompok-kelompok dan lembaga-lembaga masyarakat di desa masyarakat seperti PKK, Posyandu, kelompok pengajian, wanita tani, dan sebagainya. Semua media massa modern dan tradisional dimanfaatkan untuk melakukan pendidikan gizi.

d.    Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat

-          Mengaktifkan kembali Posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi keluarga & masyarakat dlm memantau tumbuh-kembang balita, dan menanggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan tumbuh kembang.

-          Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup bersih dan sehat

e.    Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas

-          Pencegahan dan penanggulangan gizi buruk dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota, Perhatian khusus pada 151 Kabupaten-Kota dengan prevalensi gizi kurang > 30%

-          Meningkatkan kemampuan petugas, dalam manajemen dan melakukan tatalaksana gizi buruk untuk mendukung fungsi Posyandu yang dikelola oleh masyarakat melalui revitalisasi Puskesmas

-          Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul Vitamin A, MP-ASI dan makanan tambahan.

f.     Meningkatkan Pembiayaan Kesehatan

Perbaikan Gizi Masyarakat Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan prioritas pembiayaan bagi Program Kesehatan dan Gizi. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta/dunia usaha dan masyarakat untuk mobilisasi sumberdaya, dalam rangka Perbaikan Gizi Masyarakat.

g.    Keluarga Sadar Gizi

Salah satu paradigma pembangunan bidang kesehatan adalah meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam upaya kesehatan. Disisi lain paradigma upaya perbaikan gizi masyarakat kedepan akan ditujukan untuk menciptakan keluarga sadar gizi (KADARZI) sebagai jembatan antara untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat. Pemanfaatan gizi dalam upaya perbaikan gizi masyarakat masih lebih bersifat dengan pemberian dengan pemberian intervensi (PMT, MP-ASI, pil besi, kapsul vitamin A, dsb) kepada sasaran. Pada umumnya setiap intervensi yang dilakukan masih belum menyertakan pendidikan atau penyuluhan gizi. Sebagai konsekuansinya, pemahaman masyarakat tentang pentingnya gizi bagi kesehatan masih rendah dan berakibat lebih lanjut pada sulitnya mempertahankan upaya perbaikan gizi yang berkelanjutan (sustainable). Dalam hal ini masyarakat akan sangat tergantung pada keberadaan program gizi untuk memperoleh zat gizi yang diperlukan, kemandirian masyarakat kurang untuk berusaha memperoleh zat gizi yang diperlukan. Dalam konsep KADARZI, yang dimaksud dengan keluarga sadar gizi adalah keluarga yang mampu mengenali masalah gizi dan kesehatan anggota keluarganya serta mampu mengatasi atau mengupayakan bantuan untuk mengatasinya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. 2019. Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional. Jakarta

Riskesdas. 2018. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Khudori. 2015. Beban Ganda Malnutrisi. [online] (https://www.medcom.id/pilar/kolom/xkE9MG3k-beban-ganda-malnutrisi diakses pada 23 februari 2020).

Bappenas. 2013.  Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. Jakarta

Riskesdas. 2013. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Astuti, Sri. 2007. Program Akselerasi Peningkatan Gizi Masyarakat. Departemen Kesehatan

 

ANALISIS KEBIJAKAN - ADVOKASI GIZI

 Modul 3

Analisis Kebijakan

Lingkungan menjadi salah satu penyebab timbulnya masalah kesehatan masyarakat yang dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk dan teknologi sehingga mengakibatkan mobilitas penduduk semakin pesat serta lingkungan dan ruang gerak penduduk menjadi ancaman terhadap kesehatan lingkungan. Parameter tingkat kesehatan lingkungan antara lain penyediaan dan pemanfaatan tempat pembuangan kotoran dan cara buang kotoran manusia yang sehat. Penanganan pembuangan kotoran manusia yang tidak semestinya akan mencemari persediaan air, tanah, dan perumahan oleh kuman penyakit.

Undang–undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi kesehatan. Lingkungan sehat sebagaimana dimaksud mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, tempat dan fasilitas umum,

Upaya sanitasi berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 yang disebut Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yaitu: meliputi tidak Buang Air Besar (BAB) sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar mengelola limbah air rumah tangga dengan aman.

a.      Memahami Kebijakan Global dan Nasional tentang Layanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang tersedia secara merata di seluruh pelosok Indonesia merupakan suatu keharusan agar masyarakat mendapatkan akses dan haknya untuk menjadi sehat. Hal tersebut menjadi tanggungjawab Negara yang dalam hal ini adalah pemerintah sebagai representasi kekuasaan masyarakat. Namun tidak semua mempunyai akses ke pelayanan kesehatan yang canggih dan mahal.

Salah satu peran vital pemerintah dalam bidang kesehatan adalah memberikan subsidi untuk public goods dan kelompok social-ekonomi miskin. Peran pemerintah dalam membrikan subsidi ada dua macam yaitu subsidi melalui sisi penyedia layanan (provider) dan sisi konsumen. Pemerintah sebagai provider berarti pemerintah menyediakan pelayanan kesehatan di berbagai jenjang mulai dari Piuskesmas dan semua jaringannya sampai rumah sakit pemerintah.

Kebijakan adalah aturan tertulis yang merupakan keputusan formal organisasi yang bersifat mengikat, mengatur perilaku dengan tujuan untuk menciptakan tata nilai baru dalam masyarakat. Kebijakan dapat berupa peraturan, keputusan pemerintah, instruksi, edaran, atau pedoman yang mendukung pelaksanaan program Gerakan Seribu Jamban.

Kebijakan nasional untuk upaya sanitasi berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 yang disebut Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yaitu meliputi tidak Buang Air Besar (BAB) sembarangan, mencuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dengan benar mengelola limbah air rumah tanggadengan aman. Sesuai dengan tujuan dan sasaran serta kebijakan yang telah ditetapkan maka strategi yang dirumuskan untuk pelaksanaan program yaitu pemberdayaan masyarakat.

Menurut utami et. al (2015) pemberdayaan masyarakat yaitu memampukan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan dan konseling sehingga pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan dapat meningkat. Prinsip pemberdayaan masyarakat antara lain:

-       Menumbuhkembangkan potensi masyarakat.

-       Menumbuhkan dan mengembangkan peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan.

-       Mengembangkan semangat kegiatan gotongroyong dalam pembangunan kesehatan seperti meningkatkan sanitasi lingkungan.

-       Bekerja bersama dengan masyarakat.

-       Penyerahan pengambilan keputusan kepada masyarakat.

-       Menggalang kemitraan dengan LSM dan organisasi kemasyarakatan yang ada di masyarakat.

-       Promosi, pendidikan dan pelatihan dengan sebanyak mungkin menggunakan dan memanfaatkan potensi setempat.

-       Upaya dilakukan secara kemitraan dengan berbagai pihak.

Pemerintah Indonesia melakukan upaya peningkatan akses sanitasi sejak tahun 2006. Kementerian Kesehatan telah melakukan perubahan arah kebijakan dari yang sebelumnya memberikan subsidi perangkat keras menjadi pemberdayaan masyarakat dengan fokus pada perubahan perilaku Stop BABS menggunakan metode Community Led Total Sanitation (CLTS). Pendekatan CLTS dikembangkan dengan menambahkan empat pilar perubahan perilaku lainnya yang dinamakan STBM.

Pada tahun 2008, pemerintah menetapkan STBM menjadi kebijakan nasional melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Saat ini Kepmenkes tersebut sudah diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.

Mulai tahun 2015 definisi rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak adalah apabila fasilitas sanitasi yang digunakan memenuhi syarat kesehatan, antara lain dilengkapi dengan jenis kloset leher angsa atau plengsengan dengan tutup dan memiliki tempat pembuangan akhir tinja tangki (septic tank) atau Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL), dan merupakan fasilitas buang air besar yang digunakan sendiri atau bersama.

 

b.     Memahami Perihal Pembiayaan Kesehatan

Proses pelayanan kesehatan tidak bisa dipisahkan dengan pembiayaan kesehatan. Biaya kesehatan ialah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.

Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan pelayanan kesehatan dan akses (equitable access to health care) dan pelayanan yang berkualitas (assured quality). Oleh karena itu reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara seharusnya memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan untuk menjamin terselenggaranya kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency) dan efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu sendiri. (Departemen Kesehatan RI, 2004).

Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan yang memadai (health care financing) akan menolong pemerintah di suatu negara untuk dapat memobilisasi sumber-sumber pembiayaan kesehatan, mengalokasikannya secara rasional serta menggunakannya secara efisien dan efektif. Kebijakan pembiayaan kesehatan yang mengutamakan pemerataan serta berpihak kepada masyarakat miskin (equitable and pro poor health policy) akan mendorong tercapainya akses yang universal.

Sebagai contoh adalah jika kebijakan pembiayaan kesehatan mengutamakan pemerataan dan berpihak kepada masyarakat miskin maka akses terhadap jamban sehat di semua rumah di desa akan mendapatkan kemudahan. Dengan begitu maka kejadian infeksi dan kesakitan menurun sehingga akan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang ada.

Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu negara diarahkan kepada beberapa hal pokok yakni; kesinambungan pembiayaan program kesehatan prioritas, reduksi pembiayaan kesehatan secara tunai perorangan (out of pocket funding), menghilangkan hambatan biaya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, pemerataan dalam akses pelayanan, peningkatan efisiensi dan efektifitas alokasi sumber daya (resources) serta kualitas pelayanan yang memadai dan dapat diterima pengguna jasa. Sumber dana biaya kesehatan berbeda pada beberapa negara, namun secara garis besar berasal dari:

a.      Anggaran pemerintah.

b.      Anggaran masyarakat.

c.      Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri.

d.      Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat.

 

c.      Analisis Kasus dan Masalah Kesehatan

Masalah kesehatan diartikan sebagai individu yang sedang mengidap penyakit. Masalah kesehatan merupakan gangguan kesehatan yang dinyatakan dalam ukuran kesakitan (mordibitas) dan kematian (mortalitas). Sedangkan rendahnya akses terhadap jamban sehat merupakan suatu masalah lingkungan kesehatan (determinan kesehatan).

Analisis masalah program dan pelayanan kesehatan dasarnya adalah sebuah system, maka pendekatan yang dilakukan dalam analisisnya adalah pendekatan system pula, yaitu menganalisis input, proses, dan output dari pelayanan tersebut. Oleh sebab itu, analisis situasi program dan pelayanan kesehatan meliputi analisis terhadap outpun dan pelayanan proses yakni meliputi kinerja program dan pelayanan. Serta analisis terhadap input yakni mengenai SDM, sarana, dan pembiayaan.

Analisis situasi lingkungan kesehatan adalah determinan utama dari banyak masalah kesehatan, terutama masalah penyakit infeksi dan beberapa masalah penyakit non-infeksi seperti polusi dan kecelakaan. Oleh sebab itu, sebagaimana halnya dengan perilaku kesehatan, intervensi atau program kesehatan lingkungan harus mendapat prioritas dalam program kesehatan masyarakat.

Data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013  secara nasional rumah tangga yang mempunyai dan menggunakan fasilitas BAB sendiri baru 69,7% dan masih ada 15,6% rumah tangga yang tidak memiliki dan menggunakan fasilitas BAB. Rumah tangga yang berada di pedesaan yang menggunakan fasilitas BAB sendiri baru mencapai 59% dan masih ada 25,5 % rumah tangga yang tidak menggunakan fasilitas BAB. Di Sumatera Barat, rumah tangga yang menggunakan fasilitas BAB sendiri baru 57,5% dan masih ada 25,3% lagi rumah tangga yang tidak  memiliki dan menggunakan fasilitas BAB. Rumah tangga yang memiliki tempat pembuangan tinja layak sesuai MDGs di sumatera Barat hanya 41,5%. Ini menunjukkan masih sangat rendahnya kepemilikan dan penggunaan fasilitas BAB dan tempat pembuangan tinja yang layak di Sumatera Barat.

Dalam penelitian Novela (2018) untuk menyikapi permasalahan sanitasi tersebut terutama mengenai kepemilikan jamban yang memenuhi syarat kesehatan maka, Dinas Kesehatan bersama pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota membuat sebuah program yang tujuan utamanya adalah terpenuhinya kebutuhan masyarakat terhadap  akses pembuangan Air Besar yang memenuhi syarat kesehatan. Program ini dinamakan gerakan seribu jamban yang diperuntukkan bagi masyarakat tidak mampu di daerah dengan tingkat diare yang tinggi dan cakupan pemakaian jamban yang masih rendah.

 

d.     Kesehatan Untuk Investasi

Kesehatan dan pendidikan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari seorang individu (investasi terpadu). Pembangunan social (kesehatan dan pendidikan) merupakan pembangunan sumber daya manusia (SDM). Keduanya menjadi bagian dari efektivitas dan efisiensi manusia di segala bidang kegiatannya. Bila diperhatikan, pada pembangunan ekonomi dan pemanfaatan produktivitas tenaga kerja maka alat yang digunakan untuk mengukur adalah perubahan investasi kesehatan yang diperolehnya. Akibat dari timbulnya kesakitan (sickness) terhadap produktivitas tenaga kerja, yaitu:

a.    Kematian (kehilangan pekerjaan)

b.    Ketidakmampuan (kehilangan jam kerja)

c.    Kecacatan (kehilangan kapasitas kerja)

Rendahnya pemeliharaan kesehatan terlebih pada desa atau tempat yang memiliki akses rendah terhadap jamban sehat, buruknya sanitasi lingkungan tempat tinggal, asupan yang tidak memadai, perilaku beresiko termasuk potensi penularan PMS (Penyakit Menular Seksual) menyebabkan banyak masalah kesehatan di kelompok masyarakat miskin. Kemiskinan ini pula yang membuat tidak mampu membiayai proses pengobatan. Akhirnya produktivitas penduduk miskin makin rendah dan semakin memperburuk kemiskinannya.

Dengan adanya program gerakan seribu jamban sehat, setidaknya sudah berinvestasi bagi kesehatan masyarakat dengan menurunkan angka infeksi dan kesakitan dari dampak Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa jika ekonomi membaik, masyarakat dan pemerintah akan mempunyai sumber daya yang memadai untuk membiayai pelayanan kesehatan seperti promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative.

 

e.      Menyusun Kertas Posisi

Kertas posisi merupakan suatu uraian gagasan yang menunjukkan paradigma, keberadaan pada dasar perubahan-perubahan yang diinginkan meliputi filosofi, arah dan tujuan, serta strategi-strategi dasar, dan prinsip-prinsip pendekatan perubahan yang akan ditempuh. Gagasan dasar ini dihasilkan dari analisis kebijakan melalui langkah-langkah yang telah dilakukan yang berasal dari refleksi atas kondisi nyata kesehatan yang dihadapi di masing-masing wilayah kerja advokasi.

Kertas posisi harus menggambarkan kehendak masyarakat terutama kelompok masyarakat miskin dalam perubahan-perubahan lebih baik untuk pemenuhan hak-hak dasar terhadap kesehatan. Dalam penyusunan kertas posisi harus singkat, padat, dan jelas pesan yang akan disampaikan. Kertas posisi juga harus menjelaska siapa da bagaimana posisi penggagasanya.

Jamban sehat merupakan suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuanagn kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran air untuk membersihkannya. Tujuan dari penggunaan jamban sehat adalah menjaga lingkungan agar bersih, sehat dan tidak berbau. Tidak mencemari sumber air yang ada di sekitarnya. Tidak mengudang datangnya lalat atau serangga yang menjadi penyebab diare, thypus, kecacingan, dll.

Sehingga dengan adanya jamban sehat ini di harapkan tingkat infeksi, dan kesakitan bahkan kematian yang ada pada keluarga miskin khususnya dapat terjadi penurunan prevalensi. Dengan begitu maka produktivitas kerja dan sumber daya manusianya akan berkualitas.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Menteri Kesehatan RI. 2016. Permenkes RI No 39 tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.

Novela, V., dkk. 2018. Analisis Pemanfaatan program Gerakan Seribu Jamban Tahun Anggaran 2013/2014 di Kabupaten Lima Puluh Kota. Jurnal Kesehatan Andalas: 7(1)

Setyawan, F E B. 2015. Sistem Pembiayaan Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Malang: Fakultas Kedokteran Vol 11 (2)

Utami, T. N., et al. (2015). Perspektif Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Budi Utama.

Wisana, I. 2001. Kesehatan sebagai Suatu Investasi. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia: Vol 1(1)

Yuniningsih, R. 2019. Strategi Promosi Kesehatan dalam Meningkatkan Kualitas Sanitasi Lingkungan. Jurnal Masalah-Masalah Sosial: Vol 2 No 2

 

KATALOG MENU BALITA

  KATALOG A.       Nasi -Nasi merah -Nasi tim - Nasi tim beras merah - Bubur nasi B.       Ayam -Bola-bola ayam kuah -Siomay...