PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu penindakan dan pencegahan tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat.
Perbuatan korupsi merupkan perbutan yang dapat menghambat terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia seperti dirumuskan di dalam Pembukaan Undang-undang dasar 1945 alinea ke 4. Berdasarkan arahan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 tersebut, maka seluruh komponen penyelenggara negara harus mengarahkan impiannya untuk mewujudkan tujuan tersebut, dan mencegah pikiran, perbuatan yang dapat menghambat bahkan merusak tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu perbuatan yang dapat menghambat dan merusak tercapainya cita-cita dan tujuan negara untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia, adalah perbuatan korupsi.
Seiring dengan gerakan reformasi yang timbul dari ketidakpuasan rakyat atas kekuasaan Orde baru selama hampir 32 tahun, keinginan untuk menyusun tatanan kehidupan baru menuju masyarakat madani berkembang di Indonesia. Keinginan untuk menyusun tatanan baru yang lebih mengedepankan civil society itu dimulai dengan disusunnya seperangkat peraturan perundang-undangan yang dianggap lebih mengedepankan kepentingan rakyat sebagaimana tuntutan reformasi yang telah melengserkan Soeharto dari kursi kepresidenan. Melalui penyelenggaraan Sidang Umum Istimewa MPR, disusunlah TAP No. XI/ MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. TAP MPR ini di dalamnya memuat banyak amanat untuk membentuk perundang-undangan yang akan mengawal pembangunan orde reformasi, termasuk amanat untuk menyelesaikan masalah hukum atas diri mantan Presiden Soeharto beserta kroni-kroninya.
Keterlibatan mahasiswa dalam upaya pemberantasan korupsi tentu tidak pada upaya penindakan yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum. Peran aktif mahasiswa diharapkan lebih difokuskan pada upaya pencegahan korupsi dengan ikut membangun budaya anti korupsi di masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat berperan sebagai agen perubahan dan motor penggerak gerakan anti korupsi di masyarakat. Untuk dapat berperan aktif mahasiswa perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya. Yang tidak kalah penting, untuk dapat berperan aktif mahasiswa harus dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka penulis ingin mengetahui tindak pidana korupsi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dan aksi mahasiswa dalam pemberantasan korupsi.
C.
TUJUAN
Mengetahui tindak pidana korupsi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dan peran atau aksi yang dapat dilakukan mahasiswa dalam pemberantasan korupsi di lingkungan keluarga, kampus, masyarakat lokal, nasional, maupun internasional.
PEMBAHASAN
A.
TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI
INDONESIA
1.
Sejarah Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia dibagi 2 yaitu:
a. Pra kemerdekaan yang dibagi lagi menjadi masa kerajaan dan masa
kolonial Belanda dan pasca kemerdekaan.
b. Pasca kemerdekaan yaitu jaman orde lama, order baru, dan reformasi.
Berikut pembahasan sejarah pemberantasan korupsi pasca kemerdekaan Republik Indonesia.
a.
Orde Lama (Demokrasi Terpimpin)
Pada masa pasca kemerdekaan Republik Indonesia (1945-1950), keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
1) Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan oleh beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Orang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
2) Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
3) Kas negara kosong.
4) Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain:
1) Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
2) Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
3) Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
4) Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
5) Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
b.
Orde Baru/Orba (Demokrasi Pancasila)
Pada masa orde baru, pemerintah menjalankan kebijakan yang tidak mengalami perubahan terlalu signifikan selama 32 tahun. Karena pada masa itu pemerintah sukses menghadirkan suatu stabilitas politik sehingga mendukung terjadinya stabilitas ekonomi. Karena hal itulah maka pemerintah jarang sekali melakukan perubahan-perubahan kebijakan terutama dalam hal anggaran negara. Pada masa pemerintahan orde baru, kebijakan ekonominya berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung oleh kestabilan politik yang dijalankan oleh pemerintah. Hal tersebut dituangkan ke dalam jargon kebijakan ekonomi yang disebut dengan Trilogi Pembangunan, yaitu stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan pemerataan pembangunan.
Hal ini berhasil karena selama lebih dari 30 tahun, pemerintahan mengalami stabilitas politik sehingga menunjang stabilitas ekonomi. Kebijakan-kebijakan ekonomi pada masa itu dituangkan pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN), yang pada akhirnya selalu disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk disahkan menjadi APBN.
APBN pada masa pemerintahan Orde Baru, disusun berdasarkan asumsi-asumsi perhitungan dasar. Yaitu laju pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, harga ekspor minyak mentah Indonesia, serta nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Asumsi-asumsi dasar tersebut dijadikan sebagai ukuran fundamental ekonomi nasional. Padahal sesungguhnya, fundamental ekonomi nasional tidak didasarkan pada perhitungan hal-hal makro. Akan tetapi, lebih ke arah yang bersifat mikro-ekonomi. Misalnya, masalah-masalah dalam dunia usaha, tingkat risiko yang tinggi, hingga penerapan dunia swasta dan BUMN yang baik dan bersih. Oleh karena itu pemerintah selalu dihadapkan pada kritikan yang menyatakan bahwa penetapan asumsi APBN tersebut tidaklah realistis sesuai keadaan yang terjadi.
Format APBN pada masa Orde baru dibedakan dalam penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan terdiri dari penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan serta pengeluaran terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Sirkulasi anggaran dimulai pada 1 April dan berakhir pada 31 Maret tahun berikutnya. Kebijakan yang disebut tahun fiskal ini diterapkan sesuai dengan masa panen petani, sehingga menimbulkan kesan bahwa kebijakan ekonomi nasional memperhatikan petani
c.
Era Reformasi
Hukum merupakan elemen penting dalam memberantas korupsi untuk memulihkan kepercayaan publik (dalam negeri maupun internasional) terhadap supremasi hukum dan lembaga-lembaga penegak hukum. KKN adalah adalah tindakan yang sangat merugikan di kalangan masyarakat dan negara. Oleh karena itu, KKN harus cepat di hilangkan dari kebiasaan masyarakat, khususnya negara Indonesia, KKN adalah gabungan dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Pada Era Reformasi hampir seluruh elemen penyelenggara negara sudah terjangkit “Virus Korupsi” yang sangat ganas. Presiden BJ Habibie mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsman.
Presiden Abdurrahman Wahid membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000 Namun di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan. Sejak itu, Indonesia mengalami kemunduran dalam upaya pemberantasan KKN.
Di samping membubarkan TGPTPK, Presiden Gus Dur juga dianggap tidak bisa menunjukkan kepemimpinan yang dapat mendukung upaya pemberantasan korupsi. Proses pemeriksaan kasus dugaan korupsi yang melibatkan konglomerat Sofyan Wanandi dihentikan dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Jaksa Agung Marzuki Darusman. Akhirnya, Gus Dur didera kasus Buloggate.
Di masa pemerintahan Megawati, wibawa hukum semakin merosot, di mana yang menonjol adalah otoritas kekuasaan. Konglomerat bermasalah bisa mengecoh aparat hukum dengan alasan berobat ke luar negeri. Pemberian SP3 untuk Prajogo Pangestu, Marimutu Sinivasan, Sjamsul Nursalim, The Nien King, lolosnya Samadikun Hartono dari jeratan eksekusi putusan MA, pemberian fasilitas MSAA kepada konglomerat yang utangnya macet, menjadi bukti kuat bahwa elit pemerintahan tidak serius dalam upaya memberantas korupsi. Masyarakat menilai bahwa pemerintah masih memberi perlindungan kepada para pengusaha besar yang notabene memberi andil bagi kebangkrutan perekonomian nasional. Pemerintah semakin lama semakin kehilangan wibawa. Belakangan kasus-kasus korupsi merebak pula di sejumlah DPRD era Reformasi.
Vox Populi Vox Dei Devide et impera (Politik pecah belah) atau politik adu domba adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukan. Dalam konteks lain, politik pecah belah juga berarti mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat. Unsur-unsur yang dijadikan teknik dalam politik ini adalah:
1) Menciptakan atau mendorong perpecahan dalam masyarakat untuk mencegah aliansi yang bisa menentang kekuasaan berdaulat.
2) Membantu dan mempromosikan mereka yang bersedia untuk bekerja sama dengan kekuasaan yang berdaulat.
3) Mendorong ketidakpercayaan dan permusuhan antar masyarakat.
4) Mendorong konsumerisme yang berkemampuan untuk melemahkan biaya politik dan militer.
2.
United Nation Convention Against Corruption (UNCAC)
Korupsi merupakan salah satu kejahatan yang
semakin berkembang pada setiap negara di dunia termasuk Indonesia. Pada saat
ini posisi Indonesia berada pada peringkat 1-7 dari 175 negara yang diambil
berdasarkan Lembaga Transparency Internasional (TI). Berdasarkan hal tersebut
berati dapat dikatakan Indonesia masih jauh dari kata “bebas korupsi”. Di mata
internasional, citra buruk akibat korupsi menimbulkan kerugian yaitu
menyebabkan rasa rendah diri saat berhadapan dengan negara lain dan kehilangan
kepercayaan pihak lain. Pemerintah Indonesia telah berusaha keras untuk
memerangi korupsi dengan berbagai cara salah satunya melalui KPK sebagai
lembaga independen yang secara khusus menangani tindak korupsi.
Dunia internasional, termasuk Indonesia,
menyepakati bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime)
yang dapat bersifat lintas negara, baik dari segi pelaku, aliran dana maupun
dampaknya. Kesepakatan tersebut kemudian diwujudkan dalam sebuah inisiatif PBB
melalui Konvensi PBB Anti Korupsi atau United Nations Convention Against
Corruption (UNCAC) yang ditandatangi pada tanggal 18 Desember 2003 di Merida,
Mexico. UNCAC meliputi serangkaian panduan dalam melaksanakan pemberantasan
korupsi, meliputi upaya pencegahan, perumusan jenis-jenis kejahatan yang
termasuk korupsi, proses penegakan hukum, ketentuan kerjasama internasional
serta mekanisme pemulihan aset terutama yang bersifat lintas negara.
Setelah diratifikasinya konvensi PBB
Melaman Antikorupsi (UNCAC) oleh 94 negara pada Desember 2003, maka kejahatan
korupsi dapat dilaporkan ke United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC),
Badan PPB yang menangani tindak kriminal, termasuk kejahatan korupsi yang
berkantor di Vienna.
Terhitung per 26 Juni 2018, total 186
negara termasuk Indonesia, telah menjadi Negara Pihak pada UNCAC. Negara Pihak
memiliki makna negara tersebut berkomitmen dengan meratifikasi UNCAC ke dalam
peraturan domestiknya. Indonesia sendiri telah menunjukkan komitmennya dengan
meratifikasi UNCAC melalui UU nomor 7 tahun 2006. Dengan begitu Indonesia
berkewajiban mengimplementasikan pasal-pasal UNCAC dan mengikuti
mekanisme peer review implementasi UNCAC dalam 2 putaran yaitu
putaran pertama (2010-2012) dengan Inggris dan Uzbekistan sebagai reviewer dan
putaran kedua (2016-2019) dengan Yaman dan Ghana sebagai reviewer.
a.
Undang-Undang No. 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan United Nation
Convention Against Corruption (Uncac) 2003.
Merajalelanya korupsi ternyata tidak hanya di Indonesia, tetapi juga hampir di seluruh belahan dunia. Hal ini terbukti dengan lahirnya United Nation Convention Against Corruption atau UNCAC sebagai hasil dari Konferensi Merida di Meksiko tahun 2003. Sebagai wujud keprihatinan dunia atas wabah korupsi, melalui UNCAC disepakati untuk mengubah tatanan dunia dan mempererat kerjasama pemberantasan korupsi. Beberapa hal baru yang diatur di dalam UNCAC antara lain kerja sama hukum timbal balik (mutual legal assistance), pertukaran narapidana (transfer of sentence person), korupsi di lingkungan swasta (corruption in public sector), pengembalian aset hasil kejahatan (asset recovery), dan lain-lain.
Selama ini pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia sudah dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan khusus yang berlaku sejak tahun 1957 dan telah diubah sebanyak 5 (tima) kali, akan tetapi peraturan perundang-undangan dimaksud belum memadai, antara lain karena belum adanya kerja sama internasional dalam masalah pengembalian hasil tindak pidana korupsi.
Pemerintah Indonesia yang sedang menggalakkan pemberantasan korupsi merasa perlu berpartisipasi memperkuat UNCAC, oleh karena itu Indonesia menunjukkan komitmennya melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006. Ratifikasi dikecualikan (diterapkan secara bersyarat) terhadap ketentuan Pasal 66 ayat (2) tentang Penyelesaian Sengketa. Diajukannya Reservation (pensyaratan) terhadap Pasal 66 ayat (2) adalah berdasarkan pada prinsip untuk tidak menerima kewajiban dalam pengajuan perselisihan kepada Mahkamah Internasional kecuali dengan kesepakatan Para Pihak.
Isi Undang-Undang No. 7 tahun 2006 yaitu sebagai berikut:
1) Pasal 1 ayat (1): Mengesahkan
United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) dengan Reservation (Pensyaratan) terhadap
Pasal 66 ayat (2) tentang Penyelesaian Sengketa.
2) Pasal 1 ayat (2): Salinan naskah asli United Nations Conuention
Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi,
2003) dengan Reservation (Pensyaratan) terlradap Pasal 66 ayat (2) tentang
Penyelesaian Sengketa dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa
Indonesia sebagaimana terlampir dan menrpakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Undang-Undang ini.
3) Pasal 2: Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan
agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini
dengan penemparannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
b.
Pokok-Pokok Isi Konvensi
Lingkup Konvensi pembukaan dan batang tubuh yang terdiri atas 8 (delapan) bab dan 71 (tujuh puluh satu) pasal dengan sistematika sebagai berikut:
1) BAB I: Ketentuan Umum, menruat Pernyataan Tujuan; Penggunaan Istilah-istilah; Ruang lingkup Pemberlakuan; dan Perlindungan Kedaulatan.
2) BAB II: Tindakan-tindakan Pencegahan, memuat Kebijakan dan Praktek Pencegahan Korupsi; Badan atau Badan-badan Pencegahan Korupsi; Sektor publik; Aturan Perilaku Bagi Pejabat Publik; Pengadaan Umum dan Pengelolaan Keuangan Publik; Pelaporan Publik; Tindakan-tindakan yang Berhubungan dengan Jasa-jasa Peradilan dan Penuntutan; Sektor Swasta; Partisipasi Masyarakat; dan Tindakan-tindakan untuk Mencegah Pencucian Uang.
3) BAB III: Kriminalitas dan Penegakan Hukum, memuat Penyuapan Pejabat-pejabat Pubtik Nasional, Penyuapan Pejabat-pejabat Publik Asing dan Pejabat-pejabat Organisasi-Organisasi Internasional Publik; Penggelapan, Penyalahgunaan atau Penyimpangan lain Kekayaan oleh Pejabat Publik; Memperdagangkan Pengaruh; Penyalahgunaan Fungsi; Memperkaya Diri Secara Tidak Sah; Penyuapan di Sektor Swasta; Penggelapan Kekayaan di Sektor Swasta; Pencucian Hasil-Hasil Kejahatan; Penyembunyian; Penghalangan Jalannya Proses Pengadilan; Tanggung Jawab Badan-badan Hukum; Keikutsertaan dan Percobaan, pengetahuan, Maksud dan Tujuan Sebagai Unsur Kejahatan; Aturan Pembatasan; Penuntutan dan Pengadilan, dan Saksi-saksi; Pembekuan, Penyitaan, dan perampasan; Perlindungan Para Saksi, Ahli, dan Korban; Perlindungan bagi Orang-orang yang melaporkan,; Akibat-akibat Tindakan Korupsi; Kompenasi atas Kerugian; Badan-badan Berwenang Khusus; Kerja Sama antar Badan-Badan Penegak Khusus; Kerja Sama dengan Badan-Badan Berwenang Nasional; Kerja Sama antara Badan-Badan Berwenang Nasional dan Sektor Swasta; Kerahasiaan Bank; Catatan kejahatan; dan Yurisdiksi.
4) BAB IV: Kerja sama Internasional. memuat Ekstradisi; Transfer Naiapidana; Bantuan Hukum Timbal Balik; Transfer proses Pidana; Kerja sama Penegakan Hukum; Penyidikan Bersama; dan Teknik-teknik Penyidikan Khusus.
5) BAB V: Pengembalian Aset, memuat Pencegatran dan Deteksi Transfer Hasil-hasil Kejahatan; Tindakan-tindakan untuk Pengembalian Langsung atas Kekayaan; Mekanisme untuk Penlembalian Kekayaan melalui Kerja Sama lnternasional dalam Perampasan; Kerja sama Internasional untuk Tujuan Peranrpasan; Kerja sama Khusus; Pengembalian dan Penyerahan Aset; Unit Intelejen Keuangani dan Perjanjian-perjanjian dan pengaturan-pengaturan Bilateral dan Multilateral.
6) BAB VI : Bantuan Teknis dan Pertukaran Informasi, memuat Pelatihan dan Bantuan Teknis; Pengumpulan, Perhrkaran, dan Analisis Informasi tentang Korupsi; dan Tindakan' tindakan lain; Pelaksanaan konvensi melalui Pembangunan Ekonomi dan Bantuan Teknis.
7) BAB VII : Mekanisme-mekanisme Pelaksanaan, memuat Konferensi Negara-negara Pihak pada Konvensi; dan Sekretariat.
8) BAB VIII : Ketentuan-ketentuan Akhir, memuat Pelaksanaan Konvensi; Penyelesaian Sengketa; Penandatanganan, Pengesahan, Penerimaan, Persetujuan, dan Aksesi; Pemberlakuan; Amandemen; Penarikan Diri; Penyimpanan dan Bahasa-bahasa.
3. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011 tentang
Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011
Dalam upaya percepatan pencegahan dan pemberantasan korupsi Tahun
2011, menurut Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi Tahun 2011 menginstruksikan kepada :
a. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II
b. Sekretaris Kabinet
c. Jaksa Agung
d. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
e. Panglima Tentara Nasional Indonesia
f. Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan
g. Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian
h. Para Gubernur
i. Para Bupati/Walikota
Untuk:
a. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing dalam rangka percepatan pencegahan dan pemberantasan korupsi Tahun 2011, dengan merujuk pada Prioritas Pembangunan Nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 dan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2011.
b. Dalam mengambil langkah-langkah sebagaimana dimaksud, berpedoman pada rencana aksi-rencana aksi sebagaimana tercantum dalam Lampiran Instruksi Presiden ini, yang meliputi:
1) Strategi Bidang Pencegahan;
2) Strategi Bidang Penindakan;
3) Strategi Bidang Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan;
4) Strategi Bidang Penyelamatan Aset Hasil Korupsi;
5) Strategi Bidang Kerjasama Internasional;
6) Strategi Bidang Mekanisme Pelaporan
c. Dalam rangka pelaksanaan Instruksi Presiden ini Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan mengkoordinasikan Pelaksanaan Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di bidang politik, hukum dan Keamanan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengkoordinasikan Pelaksanaan Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di bidang ekonomi, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat mengkordinasikan Pelaksanaan Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di bidang kesejahteraan rakyat.
d. Para Menteri dan Kepala Lembaga, bertindak sebagai penanggung jawab pelaksanaan rencana aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Instruksi Presiden ini, dan mengendalikan serta mengkoordinasikan pelaksanaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing.
e. Para Menteri Koordinator melaporkan secara berkala kepada Presiden pelaksanaan rencana aksi yang berada di bawah koordinasinya dengan tembusan kepada Sekretaris Kabinet dan Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan.
f. Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan melakukan pemantauan kemajuan secara berkala terhadap pelaksanaan rencana aksi dimaksud dan melaporkan hasilnya kepada Presiden.
g. Dalam melaksanakan Instruksi Presiden ini, semua Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, wajib berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bank Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Ombudsman Republik Indonesia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, serta Mahkamah Agung.
h. Melaksanakan Instruksi Presiden ini dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.
4. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 tentang
Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012
Dalam upaya percepatan pencegahan dan pemberantasan korupsi Tahun
2012, menurut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 tentang
Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 memberikan instruksi yang
hampir sama dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011
tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011, dengan
beberapa perbedaan yaitu :
a.
Pada Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 terdapat 7 poin yang diinstruksikan kepada :
Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung,
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Panglima Tentara Nasional
Indonesia, Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Para Gubernur serta
Para Bupati/Walikota sementara pada Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor
9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun
2011 terdapat 8 poin.
b.
Poin ke 4 pada Instruksi
Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan
dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011 berbunyi:
Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Para Sekretaris Jenderal pada Lembaga Tinggi Negara, Para Gubernur, Para Bupati/Walikota melaksanakan Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam lampiran Instruksi Presiden ini.
Sementara pada Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 berbunyi:
Para Menteri dan Kepala Lembaga,
bertindak sebagai penanggung jawab pelaksanaan rencana aksi pencegahan dan
pemberantasan korupsi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Instruksi Presiden
ini, dan mengendalikan serta mengkoordinasikan pelaksanaannya sesuai dengan
tugas dan tanggung jawab masing-masing.
c. Poin ke-5 pada Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011 dihilangkan.
d. Poin ke-7 pada Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011 menjadi poin ke-5 pada Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012.
e. Poin ke-6 dan ke-8 pada Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011 menjadi poin ke-6 dan ke-7 pada Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012.
5.
Instruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2013
Dalam upaya pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012- 2014 (Stranas PPK), dan sebagai implementasinya dilakukan penyusunan Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) setiap tahun, dengan ini menginstruksikan kepada :
a. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II
b. Sekretaris Kabinet
c. Jaksa Agung
d. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
e. Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan;
f. Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian
g. Para Sekretaris Jenderal pada Lembaga Tinggi Negara
h. Para Gubernur
i. Para Bupati/Walikota.
Untuk:
a. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dalam rangka Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2013 (Aksi PPK 2013), dengan berpedoman pada Visi dan Misi serta Fokus Kegiatan Prioritas Jangka Menengah Stranas PPK 2012-2014 dan disesuaikan dengan situasi serta kondisi dari masing-masing Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah.
b. Aksi PPK 2013 sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA (poin a), disusun dalam rangka mempercepat pelaksanaan program dan kegiatan prioritas pembangunan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah masing-masing Pemerintah Daerah, Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2013 yang dalam pelaksanaannya masih banyak menimbulkan penyimpangan yang berujung pada tindak pidana korupsi.
c. Aksi PPK Tahun 2013 sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA (poin a), berpedoman pada strategi-strategi:
1) Pencegahan
2) Penegakan Hukum
3) Peraturan Perundang-Undangan
4) Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil Korupsi
5) Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi
6) Mekanisme Pelaporan.
d. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam menyusun prioritas Aksi PPK 2013 berdasarkan 6 (enam) strategi sebagaimana dimaksud pada DIKTUM KETIGA (poin c).
e. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Para Sekretaris Jenderal pada Lembaga Tinggi Negara, Para Gubernur, Para Bupati/Walikota melaksanakan Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam lampiran Instruksi Presiden ini.
f. Pelaksanaan Aksi PPK 2013 wajib berkoordinasi dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.
g. Semua Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/ Kota yang ditetapkan oleh Gubernur sebagai pilot project, wajib berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri dan didukung oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.
h. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas melakukan koordinasi dalam menyiapkan perumusan Aksi PPK 2013, pemantauan dan evaluasi secara berkala didukung oleh Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan serta berdasarkan input prioritas aksi yang diperoleh dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Bank Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Ombudsman Republik Indonesia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial serta Mahkamah Agung serta melaporkan hasilnya kepada Presiden.
i. Menteri Dalam Negeri melakukan koordinasi dalam menyiapkan perumusan Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi oleh pemerintah daerah, serta pemantauan dan evaluasi secara berkala didukung oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas.
j. Melaksanakan Instruksi Presiden ini dengan sungguhsungguh dan penuh tanggung jawab.
6. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Penanganan Gangguan Keamanan Negeri Tahun 2013
Dalam upaya percepatan pencegahan dan pemberantasan korupsi Tahun 2011, dengan ini menginstruksikan kepada:
a. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II
b. Sekretaris Kabinet
c. Jaksa Agung
d. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
e. Panglima Tentara Nasional Indonesia
f. Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan
g. Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian
h. Para Gubernur
i. Para Bupati/Walikota
Untuk:
a. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing dalam rangka percepatan pencegahan dan pemberantasan korupsi Tahun 2011, merujuk pada Prioritas Pembangunan Nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 dan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2011.
b. Dalam mengambil langkah-langkah sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA (poin a), berpedoman pada rencana aksi-rencana aksi sebagaimana tercantum dalam Lampiran Instruksi Presiden ini, yang meliputi :
1) Strategi Bidang Pencegahan
2) Strategi Bidang Penindakan
3) Strategi Bidang Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan
4) Strategi Bidang Penyelamatan Aset Hasil Korupsi
5) Strategi Bidang Kerjasama Internasional; 6. Strategi Bidang Mekanisme Pelaporan.
c. Dalam rangka pelaksanaan Instruksi Presiden ini
1) Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan mengkoordinasikan Pelaksanaan Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di bidang politik, hukum dan Keamanan.
2) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengkoordinasikan Pelaksanaan Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di bidang ekonomi.
3) Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat mengkordinasikan Pelaksanaan Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di bidang kesejahteraan rakyat
d. Para Menteri dan Kepala Lembaga, bertindak sebagai penanggung jawab pelaksanaan rencana aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Instruksi Presiden ini, dan mengendalikan serta mengkoordinasikan pelaksanaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing.
e. Para Menteri Koordinator melaporkan secara berkala kepada Presiden pelaksanaan rencana aksi yang berada di bawah koordinasinya dengan tembusan kepada Sekretaris Kabinet dan Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan.
f. Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan melakukan pemantauan kemajuan secara berkala terhadap pelaksanaan rencana aksi dimaksud dan melaporkan hasilnya kepada Presiden.
g. Dalam melaksanakan Instruksi Presiden ini, semua Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, wajib berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bank Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Ombudsman Republik Indonesia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, serta Mahkamah Agung.
h. Melaksanakan Instruksi Presiden ini dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.
B.
AKSI MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI
1.
Peran Mahasiwa dalam Memberantas Korupsi
Dimulai dari peristiwa-peristiwa pada jaman dulu seperti kebangkitan Nasional, tahun 1908, sumpah pemuda tahun 1928, proklamasi kemerdekaan NKRI tahun 1945, lahirnya orde baru tahun 1966, dan orde reformasi tahun 1998, semua peristiwa tersebut melibatkan peran mahasiswa sebagai motor penggerak. Peran penting tersebut sesuai dengan karakteristik yang dimiliki anak muda sebagai mahasiswa yaitu intelektualitas yang tinggi, idealisme yang tinggi serta jiwa muda yang penuh semangat. Dalam hal peran ini sangat erat sekali dengan Tri Darma PT yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
“Pentingnya Peran Pemuda dan Mahasiswa
Terhadap Kemajuan Bangsa”, Dijelaskan bahwa, pada era Sumpah Pemuda (28 Oktober
1928), mahasiswa memiliki peran yang sangat signifikan dalam proses pembentukan
negara kesatuan Republik Indonesia. Pada era perjuangan proklamasi kemerdekaan
(17 Agustus 1945), mahasiswa ikut membantu dalam pembentukan kemerdekaan
bangsa.
Begitu juga pada tahun 1966 dalam pergerakan pemuda, pelajar, dan mahasiswa, tahun 1998 pergerakan mahasiswa yang meruntuhkan kekuasaan Orde Baru selama 32 tahun sekaligus membawa bangsa Indonesia memasuki masa reformasi. Fakta historis ini menjadi salah satu bukti bahwa mahasiswa selama ini mampu berperan aktif sebagai pionir dalam proses perjuangan dan pembangunan bangsa. Dengan peran aktifnya mahasiswa dalam organisasi kemahasiswaan di kampus, baik intra ataupun eksra kampus berefek kepada perubahan yang signifikan terhadap wawasan, cara berpikir, pengetahuan dan teknologi, serta kemampuan manajerial dan kepemimpinan. Hal yang menyangkut manajemen dan kepemiminan dalam organisasi kemahasiswaan tidak diajarkan dalam kurikulum normatif Perguruan Tinggi. Namun, dalam berorganisasilah dapat diraih dengan memanfaatkan statusnya sebagai mahasiswa.
Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah bersifat kolosal dan ibarat penyakit sudah sulit untuk disembuhkan. Korupsi dalam berbagai tingkatan sudah terjadi pada hampir seluruh sendi kehidupan dan dilakukan oleh hampir semua golongan masyarakat. Dengan kata lain korupsi sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari yang sudah dianggap biasa. Oleh karena itu, sebagian masyarakat menganggap korupsi bukan lagi merupakan kejahatan besar. Jika kondisi ini tetap dibiarkan seperti itu, maka hampir dapat dipastikan cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan negeri ini. Oleh karena itu, sudah semestinya kita menempatkan korupsi sebagai musuh bersama (common enemy) yang harus kita perangi bersama-sama dengan sungguh-sungguh.
Karena sifatnya yang sangat luar biasa, maka untuk memerangi atau memberantas korupsi diperlukan upaya yang luar biasa pula. Upaya memberantas korupsi sama sekali bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Upaya memberantas korupsi tentu saja tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab institusi penegak hukum atau pemerintah saja, tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama seluruh komponen bangsa. Oleh karena itu, upaya memberantas korupsi harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkait, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Dalam konteks inilah mahasiswa, sebagai salah satu bagian penting dari masyarakat, sangat diharapkan dapat berperan aktif.
Terkait dengan korupsi, mahasiswa patut menjadi garda terdepan gerakan antikorupsi. Dalam rangka pemberantasan korupsi sangat diharapkan keterlibatan mahasiswa yang sifatnya tidak pada upaya penindakan yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum tetapi mahasiswa berperan aktif dalam upaya pencegahan. Mahasiswa lebih difokuskan dalam hal ikut membangun budaya antikorupsi di masyarakat (DIKTI, 2011).
Gerakan antikorupsi adalah suatu gerakan memperbaiki perilaku individu (manusia) dan sebuah sistem demi mencegah terjadinya perilaku koruptif. Gerakan ini haruslah merupakan upaya bersama seluruh komponen bangsa. Gerakan ini juga memerlukan waktu panjang dan harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat yang bertujuan memperkecil peluang bagi berkembangnya korupsi di negeri ini (DIKTI, 2011).
Korupsi di Indonesia sudah berlangsung lama. Berbagai upaya pemberantasan korupsi pun sudah dilakukan sejak tahun-tahun awal setelah kemerdekaan. Berbagai peraturan perundangan tentang pemberantasan korupsi juga sudah dibuat. Demikian juga berbagai institusi pemberantasan korupsi silih berganti didirikan, dimulai dari Tim Pemberantasan Korupsi pada tahun 1967 sampai dengan pendirian KPK pada tahun 2003. Namun demikian harus diakui bahwa upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan selama ini belum menunjukkan hasil maksimal. Hal ini antara lain terlihat dari masih rendahnya angka Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia.
Berdasarkan UU No.30 Tahun 2002, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dirumuskan sebagai serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rumusan undang-undang tersebut menyiratkan bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak akan pernah berhasil tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Dengan demikian dalam strategi pemberantasan korupsi terdapat 3 (tiga) unsur utama, yaitu: pencegahan, penindakan, dan peran serta masyarakat.
Pencegahan adalah seluruh upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya perilaku koruptif. Pencegahan juga sering disebut sebagai kegiatan Anti-korupsi yang sifatnya preventif. Penindakan adalah seluruh upaya yang dilakukan untuk menanggulangi atau memberantas terjadinya tindak pidana korupsi. Penindakan sering juga disebut sebagai kegiatan Kontra Korupsi yang sifatnya represif. Peran serta masyarakat adalah peran aktif perorangan, organisasi kemasyarakatan, atau lembaga swadaya masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
2.
Peran Mahasiswa dalam Gerakan Antikorupsi
Salah satu upaya pemberantasan korupsi adalah dengan sadar melakukan suatu Gerakan Anti-korupsi di masyarakat. Gerakan ini adalah upaya bersama yang bertujuan untuk menumbuhkan Budaya Anti Korupsi di masyarakat. Dengan tumbuhnya budaya antikorupsi di masyarakat diharapkan dapat mencegah munculnya perilaku koruptif. Gerakan Anti Korupsi adalah suatu gerakan jangka panjang yang harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dalam konteks inilah peran mahasiswa sebagai salah satu bagian penting dari masyarakat sangat diharapkan.
Seperti yang sudah kita ketahui bersama, pada dasarnya korupsi itu terjadi jika ada pertemuan antara tiga faktor utama, yaitu: niat, kesempatan dan kewenangan. Niat adalah unsur setiap tindak pidana yang lebih terkait dengan individu manusia, misalnya perilaku dan nilai-nilai yang dianut oleh seseorang. Sementara itu, kesempatan lebih terkait dengan sistem yang ada. Sementara itu, kewenangan yang dimiliki seseorang akan secara langsung memperkuat kesempatan yang tersedia. Meskipun, muncul niat dan terbuka kesempatan tetapi tidak diikuti oleh kewenangan, maka korupsi tidak akan terjadi. Dengan demikian, korupsi tidak akan terjadi jika ketiga faktor tersebut, yaitu niat, kesempatan, dan kewenangan tidak ada dan tidak bertemu. Sehingga upaya memerangi korupsi pada dasarnya adalah upaya untuk menghilangkan atau setidaknya meminimalkan ketiga faktor tersebut.
Gerakan antikorupsi pada dasarnya adalah upaya bersama seluruh komponen bangsa untuk mencegah peluang terjadinya perilaku koruptif. Dengan kata lain gerakan antikorupsi adalah suatu gerakan yang memperbaiki perilaku individu (manusia) dan sistem untuk mencegah terjadinya perilaku koruptif. Diyakini bahwa upaya perbaikan sistem (sistem hukum dan kelembagaan serta norma) dan perbaikan perilaku manusia (moral dan kesejahteraan) dapat menghilangkan, atau setidaknya memperkecil peluang bagi berkembangnya korupsi di negeri ini.
Upaya perbaikan perilaku manusia antara lain dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai yang mendukung terciptanya perilaku antikoruptif. Nilai-nilai yang dimaksud antara lain adalah kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Penanaman nilai-nilai ini kepada masyarakat dilakukan dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan kebutuhan. Penanaman nilai-nilai ini juga penting dilakukan kepada mahasiswa. Pendidikan anti- korupsi bagi mahasiswa dapat diberikan dalam berbagai bentuk, antara lain kegiatan sosialisasi, seminar, kampanye atau bentuk-bentuk kegiatan ekstra kurikuler lainnya. Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi juga dapat diberikan dalam bentuk perkuliahan, baik dalam bentuk mata kuliah wajib maupun pilihan.
Upaya perbaikan sistem antara lain dapat dilakukan dengan memperbaiki peraturan perundang-undangan yang berlaku, memperbaiki tata kelola pemerintahan, reformasi birokrasi, menciptakan lingkungan kerja yang anti-korupsi, menerapkan prinsip-prinsip clean and good governance, pemanfaatan teknologi untuk transparansi dan lain-lain. Tentu saja upaya perbaikan sistem ini tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga harus didukung oleh seluruh pemangku kepentingan termasuk mahasiswa. Pengetahuan tentang upaya perbaikan sistem ini juga penting diberikan kepada \mahasiswa agar dapat lebih memahami upaya memerangi korupsi.
Mahasiswa dapat berperan nyata melalui edukasi dan kampanye, yang merupakan salah satu strategi pemberantasan korupsi yang sifatnya represif (KPK. Melalui program edukasi dan kampanye dapat dibangun perilaku dan budaya antikorupsi antarsesama mahasiswa atau jenjang lebih rendah lagi, yaitu taman kanak-kanak, sekolah dasar, dan sekolah menengah. Program edukasi dilakukan melalui banyak kegiatan, seperti pembuatan bahan ajar pendidikan dan budaya antikorupsi, materi pendidikan dan budaya antikorupsi dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan, dan pembentukan pusat studi antikorupsi di kampus.Program kampanye dapat dilakukan melalui media cetak, media elektronik, media daring (online), perlombaan/ sayembara, termasuk modifikasi program kuliah kerja nyata (KKN). Apa pun bakat mahasiswa dalam edukasi dan kampanye dapat dijadikan pintu masuk untuk kampanye gerakan antikorupsi. Kegiatan ini dapat dimasukkan melalui aneka bakat seni yang dimiliki oleh mahasiswa, seperti menyanyi, menciptakan lagu antikorupsi, seni drama, atau juga kemampuan menulis.Selain itu, organisasi-organsasi mahasiswa seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa (Hima), dan unit-unit kegiatan dapat menjadi contoh komitmen penegakan integritas dalam berorganisasi.
Bukanlah hal yang mengejutkan jika praktik-praktik korupsi juga menjalari organisasi-organisasi mahasiswa sehingga hal ini pun harus dicegah sejak dini ketika mahasiswa juga dapat mengontrol organisasi yang dikelola di antara mereka. Adalah suatu hal menarik jika mahasiswa mulai peduli terhadap pendidikan antikorupsi dan penegakan integritas ini. Beberapa kampus telah menyelenggarakan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler antikorupsi yang digerakkan mahasiswa. Contohnya, Future Leader for Anti-Corruption (FLAC) Indonesia. FLAC merupakan sebuah organisasi pemuda yang berfokus pada pemberantasan korupsi dengan menciptakan generasi masa depan yang berintegritas, berkarakter, dan bebas dari korupsi. Saat ini FLAC lebih banyak melakukan kegiatan dalam bentuk mendongeng atau bercerita. Karena itu, segmentasi pendidikannya masih untuk anak-anak. Aktivitas mendongeng dilakukan FLAC dengan cara mendatangi beberapa sekolah. Dari kegiatan mendongeng itu mereka mencoba membuat modul. Modul itu biasa mereka sampaikan ketika mereka melakukan aktivitas mendongeng. Apa yang disampaikan lebih ditekankan pada nilai-nilai. Ada tiga nilai utama yang ingin mereka sampaikan, yaitu jujur, tanggung jawab, dan mandiri.
Selain itu, ada juga KOMPAK. KOMPAK merupakan komunitas yang memberi perhatian pada penyebaran nilai-nilai integritas di kalangan generasi muda Indonesia, khususnya mahasiswa Universitas Paramadina. Integritas yang dimaksud yaitu selarasnya ucapan dengan perbuatan. Kegiatan yang telah dilaksanakan KOMPAK antara lain, diskusi mengenai korupsi di sektor pertambangan, bekerja sama dengan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). Selain itu, mereka mengadakan young voters education, yakni mengedukasi para pemilih pemula untuk tidak golput. Kegiatan lain yang dilaksanakan KOMPAK adalah Save Ujian Bersih, yang biasanya berlangsung ketika masuk masa-masa ujian. Mereka melakukan kampanye, membuat spanduk, membuat poster, dan mengadakan orasi yang mengajak kepada seluruh mahasiswa untuk tidak berbuat curang selama ujian berlangsung.
Pemuda khususnya mahasiswa adalah aset paling menentukan kondisi zaman tersebut di masa depan. Mahasiswa salah satu bagian dari gerakan pemuda. Belajar dari masa lalu, sejarah telah membuktikan bahwa perjalanan bangsa ini tidak lepas dari peran kaum muda yang menjadi bagian kekuatan perubahan. Tokoh-tokoh Sumpah Pemuda 1928 telah memberikan semangat nasionalisme bahasa, bangsa dan tanah air yang satu yaitu Indonesia. Peristiwa Sumpah Pemuda memberikan inspirasi tanpa batas terhadap gerakan-gerakan perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Peranan tokoh-tokoh pemuda lainnya adalah Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, lahirnya Orde Baru tahun 1966, dan Reformasi tahun 1998. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam peristiwa-peristiwa besar tersebut mahasiswa tampil di depan sebagai motor penggerak dengan berbagai gagasan, semangat dan idealisme yang mereka miliki dan jalankan.
Untuk
konteks sekarang dan mungkin masa-masa yang akan datang yang menjadi musuh
bersama masyarakat adalah praktek bernama Korupsi. Peran penting mahasiswa
tersebut tidak dapat dilepaskan dari karakteristik yang mereka miliki, yaitu:
intelektualitas, jiwa muda dan idealisme. Dengan kemampuan intelektual yang
tinggi, jiwa muda yang penuh semangat, dan idealisme yang murni telah terbukti
bahwa mahasiswa selalu mengambil peran penting dalam sejarah perjalanan bangsa
ini. Dalam beberapa peristiwa besar perjalanan bangsa ini telah terbukti
mahasiswa berperan penting sebagai agen perubahan (agent of change). Mahasiswa
didukung oleh kompetensi dasar yang mereka miliki, yaitu: intelegensia, ide-ide
kreatif, kemampuan berpikir kritis, dan keberanian untuk menyatakan kebenaran.
Dengan kompetensi yang mereka miliki tersebut mahasiswa diharapkan mampu
menjadi agen perubahan, mereka mampu menyuarakan kepentingan rakyat, mampu
mengkritisi kebijakan-kebijakan yang koruptif, dan mampu menjadi watch dog
lembaga-lembaga negara dan penegak hukum.
3.
Keterlibatan Mahasiswa Dalam Gerakan Anti Korupsi
Sejarah mencatat, mahasiswa memiliki peran penting dalam menentukan perjalanan bangsa Indonesia. Dengan idealisme, semangat muda dan kemampuan intelektual tinggi yang dimilikinya, mahasiswa mampu berperan sebagai agen perubahan (agent of change). Peran mahasiswa tersebut terlihat menonjol dalam peristiwa-peristiwa besar seperti Kebangkitan Nasional tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928, Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, lahirnya Orde Baru tahun 1966, dan Reformasi tahun 1998. Maka tidaklah berlebihan jika mahasiswa diharapkan juga dapat menjadi penggerak utama gerakan anti korupsi di Indonesia.
Pada dasarnya keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi dapat dibedakan menjadi empat hal, yaitu: di lingkungan keluarga, di lingkungan kampus, di masyarakat sekitar, dan di tingkat lokal/nasional. Lingkungan keluarga dipercaya dapat menjadi tolok ukur yang pertama dan utama bagi mahasiswa untuk menguji apakah proses internalisasi anti korupsi di dalam diri mereka sudah terjadi. Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi di lingkungan kampus tidak bisa dilepaskan dari status mahasiswa sebagai peserta didik yang mempunyai kewajiban ikut menjalankan visi dan misi kampusnya. Sedangkan keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi di masyarakat dan di tingkat lokal/nasional terkait dengan status mahasiswa sebagai seorang warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat lainnya.
a.
Di Lingkungan Keluarga
Penanaman nilai-nilai atau internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa dapat dimulai dari lingkungan keluarga. Di dalam keluarga dapat terlihat ketaatan tiap-tiap anggota keluarga dalam menjalankan hak dan kewajibannya secara penuh tanggung jawab. Dalam hal ini, keluarga harus mendukung dan memfasilitasi sistem yang sudah ada sehingga individu tidak terbiasa untuk melakukan pelanggaran. Sebaliknya seringnya anggota keluarga melakukan pelanggaran peraturan yang ada dalam keluarga, bahkan sambil mengambil hak anggota keluarga yang lain, kondisi ini dapat menjadi jalan tumbuhnya perilaku korupsi di dalam keluarga.
Kegiatan sehari-hari anggota keluarga yang dapat diamati oleh
mahasiswa, contohnya:
1) Menghargai kejujuran dalam kehidupan.
2) Penerapan nilai-nilai religius di lingkungan terdekat, termasuk dalam aktivitas ibadah.
3) Pemberian bantuan tanpa pamrih dan atas kesadaran sendiri.
4) Berani mempertanggungjawabkan perilakunya.
5) Mempunyai komitmen tinggi termasuk menaati aturan.
6) Berani mengatakan yang benar dan jujur.
Sebuah daftar ceklis dapat dibuat untuk mengidentifikasi tumbuhnya integritas di dalam keluarga, yakni:
1) Apakah orang tua memberikan teladan dalam bersikap? Contoh kecil ketika seorang ayah melarang anaknya untuk merokok, tetapi sehari-hari sang ayah malah menunjukkan aktivitas merokok.
2) Pada saat menggunakan kendaraan bermotor, apakah anggota keluarga selalu mematuhi peraturan lalu lintas, termasuk mematuhi marka jalan dan tidak merugikan pengguna jalan lainnya.
3) Apakah kepala keluarga atau anggota keluarga lain terbuka dalam soal penghasilannya yang diberikan untuk keluarga?
4) Apakah keluarga menerapkan pola hidup sederhana atau tidak konsumtif secara berlebihan dan disesuaikan dengan penghasilan?
5) Apakah keluarga terbiasa melakukan kegiatan yang melanggar hukum?
6) Apakah keluarga menjunjung tinggi kejujuran dalam berkomunikasi terutama bersedia mengakui kesalahan diri sendiri dan tidak menimpakan kesalahan kepada orang lain?
7) Apakah selalu mengikuti kaidah umum seperti ikut dalam antrian tidak ingin jalan pintas yang tidak sesuai aturan?
8) Apakah sering memberikan hadiah bila membutuhkan pertolongan orang lain dengan harapan mendapatkan yang diinginkan?
Nilai-nilai yang ditanamkan orang tua kepada anak-anaknya bermula dari lingkungan keluarga dan akan terbawa selama hidupnya. Jadi, ketika seorang mahasiswa berhasil melewati masa yang sulit ini, maka dapat diharapkan ketika terjun ke masyarakat mahasiswa tersebut akan selamat melewati berbagai rintangan yang mengarah kepada tindak korupsi. Jika Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi diikuti oleh banyak Perguruan Tinggi, maka akan diperoleh cukup banyak generasi muda yang dapat menjadi benteng anti korupsi di Indonesia.
b. Di Lingkungan Kampus
Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan antikorupsi di lingkungan kampus dapat dibagi ke dalam dua hal, yaitu: untuk individu mahasiswanya sendiri, dan untuk komunitas mahasiswa. Untuk konteks individu, seorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah agar dirinya sendiri tidak berperilaku koruptif dan tidak korupsi. Contohnya, menitipkan presensi kehadiran kepada teman untuk mengelabuhi dosen. Sedangkan untuk konteks komunitas, seorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah agar rekan-rekannya sesama mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan di kampus untuk tidak berperilaku koruptif dan tidak korupsi.
Agar seorang mahasiswa dapat berperan dengan baik dalam gerakan anti-korupsi maka pertama-pertama mahasiswa tersebut harus berperilaku antikoruptif dan tidak melakukan praktik korupsi dalam berbagai tingkatan. Dengan demikian mahasiswa tersebut harus mempunyai nilai-nilai antikorupsi dan memahami korupsi dan prinsip-prinsip antikorupsi. Kedua hal ini dapat diperoleh dari mengikuti kegiatan sosialisasi, kampanye, seminar dan kuliah Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi. Nilai-nilai dan pengetahuan yang diperoleh tersebut harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, seorang mahasiswa harus mampu mendemonstrasikan bahwa dirinya bersih dan jauh dari perbuatan korupsi.
Berikut ini adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan mahasiswa di
lingkungan kampus.
1) Menciptakan lingkungan kampus bebas korupsi
Seseorang melakukan korupsi jika ada niat dan kesempatan. Kampus juga menjadi tempat dapat berkembangnya niat dan kesempatan untuk berlaku korup. Untuk itu, penciptaan lingkungan kampus yang bebas korupsi harus dimulai dari kesadaran seluruh civitas academika kampus serta ditegakkannya aturan-aturan yang tegas . Kampus dapat disebut sebagai miniatur sebuah negara.
Kampus juga harus menciptakan budaya transparansi, baik itu di lingkungan pejabat kampus maupun pengelola kampus secara keseluruhan. Para dosen juga harus menunjukkan teladan di dalam bersikap penuh integritas. Hal yang sudah umum adalah munculnya praktek plagiat atau pembajakan karya orang lain, baik dengan jalan fotocopy, copy paste atau mengganti beberapa bagian yang seolah menjadi karya cipta si plagiator. Perilaku yang tampak biasa ini menjadi bibit-bibit perilaku korupsi. Para mahasiswa dan para dosen patut berhati-hati karena masalah ini juga sudah masuk ranah pidana dan bisa menghancurkan karier akademis seseorang.
2) Memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang bahaya melakukan korupsi
Kegiatan seperti kuliah kerja nyata (KKN) dapat dimodifikasi menjadi kegiatan observasi tentang pelayanan publik di dalam masyarakat dan sekaligus sosialisasi gerakan anti-korupsi dan bahaya korupsi kepada masyarakat. Selain itu, mahasiswa juga dapat menciptakan kegiatan-kegiatan lain secara kreatif yang berhubungan dengan masyarakat secara langsung, seperti mengadakan sayembara karya tulis antikorupsi, mengadakan pentas seni antikorupsi, meminta pendapat masyarakat tentang pelayanan publik, atau mendengarkan keluhan masyarakat terkait pelayanan publik.
3) Menjadi alat pengontrol terhadap kebijakan pemerintah
Selain sebagai agen perubahan, mahasiswa juga bertindak sebagai agen pengontrol dalam pemerintahan. Kebijakan pemerintah, baik itu eksekutif, legislatif, maupun yudikatif sangat perlu untuk dikontrol dan dikritisi jika dirasa kebijakan tersebut tidak memberikan dampak positif pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat dan semakin memperburuk kondisi masyarakat. Misalnya, dengan melakukan aksi damai untuk mengkritik kebijakan pemerintah atau melakukan jejak pendapat untuk memperoleh hasil negosiasi yang terbaik. Mahasiswa juga dapat menghadiri langsung sidang-sidang terbuka anggota DPR untuk dapat mencermati kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh wakil rakyat tersebut. Pendeknya mahasiswa harus peka dan tidak boleh apatis terhadap persoalan-persoalan kebangsaan.
Pengaktualisasian gerakan anti korupsi di lingkungan kampus, di antaranya dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang mendukung untuk tidak korupsi. Seperti mengadakan jalan santai, ikut memantau pelaksanaan birokrasi, menggelar seni teatrikal, atau berorasi secara berkala di lingkungan kampus dengan tema anti korupsi. Jika komitmen sudah terbentuk sejak dini, nantinya ketika mereka memangku jabatan di pemerintahan atau di manapun, mereka enggan korupsi. Karena mereka ingat, bagaimana perjuangan dulu di kampus. Inilah yang paling penting dari tahapan-tahapan gerakan anti korupsi di atas. Mengobati lebih sulit dibandingkan dengan mencegah. Harapannya, dengan adanya gerakan budaya anti korupsi di kampus tersebut mampu mencegah korupsi di kampus dan membangun Indonesia bebas korupsi, kenali, teliti, dan bertindak.
c. Di Lingkungan Masyarakat
Hal yang sama dapat dilakukan oleh mahasiswa atau kelompok mahasiswa
untuk mengamati lingkungan di lingkungan masyarakat sekitar. Hal yang sama
dapat dilakukan oleh mahasiswa atau kelompok mahasiswa untuk mengamati
lingkungan di lingkungan masyarakat sekitar. Mahasiswa dapat melakukan gerakan
antikorupsi dan menanamkan nilai-nilai antikorupsi di masyarakat sekitar.
Mahasiswa dapat berperan sebagai pengamat di lingkungannya, mahasiswa juga bisa
berkontribusi dalam strategi perbaikan sistem yaitu memantau melakukan kajian
dan penelitian terhadap layanan seperti berikut:
1. Apakah kantor-kantor pemerintah menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakatnya dengan sewajarnya: pembuatan KTP, SIM, KK, laporan kehilangan, pelayanan pajak? Adakah biaya yang diperlukan untuk pembuatan surat-surat atau dokumen tersebut? Wajarkah jumlah biaya dan apakah jumlah biaya tersebut resmi diumumkan secara transparan sehingga masyarakat umum tahu?
2. Apakah infrastruktur kota bagi pelayanan publik sudah memadai? Misalnya: kondisi jalan, penerangan terutama di waktu malam, ketersediaan fasilitas umum, rambu-rambu penyeberangan jalan, dsb.
3. Apakah pelayanan publik untuk masyarakat miskin sudah memadai? Misalnya: pembagian kompor gas, Bantuan Langsung Tunai, dsb.
4. Apakah akses publik kepada berbagai informasi mudah didapatkan?
d. Di Tingkat Lokal Dan Nasional
Dalam konteks nasional, keterlibatan seorang mahasiswa dalam gerakan anti korupsi bertujuan agar dapat mencegah terjadinya perilaku koruptif dan tindak korupsi yang masif dan sistematis di masyarakat. Mahasiswa dengan kompetensi yang dimilikinya dapat menjadi pemimpin (leader) dalam gerakan massa anti korupsi baik yang bersifat lokal maupun nasional.
Berawal dari kegiatan-kegiatan yang terorganisir dari dalam kampus, mahasiswa dapat menyebarkan perilaku anti korupsi kepada masyarakat luas, dimulai dari masyarakat yang berada di sekitar kampus kemudian akan meluas ke lingkup yang lebih luas. Kegiatan-kegiatan anti korupsi yang dirancang dan dilaksanakan secara bersama dan berkesinambungan oleh mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi akan mampu membangunkan kesadaran masyarakat akan buruknya korupsi yang terjadi di suatu negara.
Peran Mahasiswa Dalam Gerakan Anti-korupsi Dari Ujung Aceh sampai ke Papua, hampir tidak ada satu wilayahpun di negara Indonesia ini yang tidak subur atau tidak mempunyai potensi sumber daya alam yang baik. Segala jenis kayu, bambu, tumbuhan pangan dapat hidup dengan baik dan subur. Sedangkan di dalam tanah tak urung begitu melimpahnya minyak bumi, batu bara, gas alam, panas bumi, bijih besi, tembaga, emas, aluminium, nikel sampai uranium. Belum lagi kekayaan laut yang sangat besar dengan luas yang luar biasa besar. Selain itu anugerah bahwa Indonesia terletak di garis khatulistiwa yang sangat berlimpah sinar matahari dan hanya mempunyai 2 (dua) musim yang sangat menghidupi.
Dengan kekayaan yang sangat melimpah ini,
rakyat Indonesia seharusnya dapat hidup lebih baik dan bahkan sangat mungkin
untuk menjadi yang terbaik di dunia ini. Sudah sewajarnya kalau penduduk
Indonesia hidup sejahtera jika melihat kekayaan yang dimiliki tersebut. Tidak
ada orang yang kelaparan, tidak ada orang yang menderita karena sakit dan tidak
mampu untuk berobat, tidak ada lagi kebodohan karena setiap orang mampu
bersekolah sampai tingkat yang paling tinggi, tidak ada orang yang tinggal di
kolong jembatan lagi karena semua orang mempunyai tempat tinggal layak, tidak
ada kemacetan yang parah karena kota tertata dengan baik, anak-anak tumbuh
sehat karena ketercukupan gizi yang baik. Anak-anak jalanan, pengemis, dan
penyakit masyarakat lain sudah menjadi cerita masa lalu yang sudah tidak ada
lagi. Anak yatim, orang-orang usia lanjut hidup sejahtera dan diperhatikan oleh
pemerintah. Tentunya dengan catatan, tidak ada korupsi, tidak ada yang
mengambil hak orang lain, dan tidak ada yang menjarah kekayaan negara. Sebab
apabila masih ada yang korupsi dan mengambil hak-hak orang lain, maka bangsa
Indonesia tidak lagi sukses, Indonesia hanya menjadi cerita masa lalu.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Korupsi merupakan kejahatan yang dipandang sebagai kejahatan yang luar biasa dan memerlukan upaya pemberantasan tidak hanya dari pemerintah namun juga diperlukan peran masyarakat.
2. Upaya memberantas korupsi harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkait, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat.
3. Keterlibatan mahasiswa dalam pemberantasan korupsi tidak pada upaya yang bersifat penindakan tetapi mahasiswa berperan aktif dalam upaya pencegahan. Mahasiswa lebih difokuskan dalam hal ikut membangun budaya antikorupsi di masyarakat.
4. Upaya perbaikan perilaku dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai yang mendukung terciptanya perilaku antikoruptif. Nilai-nilai yang dimaksud antara lain adalah kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan.
5. Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi dapat dibedakan menjadi empat hal, yaitu di lingkungan keluarga, di lingkungan kampus, di masyarakat sekitar, dan di tingkat lokal/nasional.
B. SARAN
1.
Pendidikan anti korupsi (PAK)
di tingkat prguruan tinggi memberikan pembelajaran lebih efektif dalam
pengalaman aktif bagi mahasiswa tentang realitas sosial, masalah-masalah yang
berkaitan dengan profesi, pelayanan umum, dan lain-lain. Sehingga tetmotivasi
untuk kreatif dan mandiri mengajak dirinya sendiri dan keluarga dan
lingkungannya untuk proaktif memberantas korupsi.
2.
Adanya kerjasama masyarakat,
pemerintah serta instansi terkait secara sinergis untuk dapat
mengimplementasikan dan menerapkan pendidikan anti korupsi dini di segala aspek
kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Izzati, Seravina. Sumarno. Winarsih, S. 2014. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. 119–154. http://akperrsdustira.ac.id/wp-content/uploads/2017/07/Buku-Pendidikan-Anti-Korupsi-untuk-Perguruan-Tinggi-2017-bagian-3.pdf, diakses 15 Agustus 2020.
Kemendikbud dan DIKTI. 2011. Buku Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi. Perpustakaan Nasional, Jakarta.
KPK.go.id. 2019. Komitmen Global Indonesia Pada United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC) Dan G20 Anti-Corruption Working Group (ACWG). https://www.kpk.go.id/id/publikasi/kajian-dan-penelitian/papers-antikorupsi/1434-komitmen-global-indonesia-pada-united-nations-convention-againts-corruption-uncac-dan-g20-anti-corruption-working-group-acwg, diakses pada 15 Agustus 2020.
Nugraheni, H, Tru W.L, Sukini. 2017. Mahasiswa Pelopor Gerakan Antikorupsi. Yogyakarta: Deepublish.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan. 2014. Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Antikorupsi. BPPSDM Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Republik Indonesia. 2011. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011. Sekertariat Negara RI, Jakarta.
Republik Indonesia. 2011. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012. Sekertariat Negara RI, Jakarta.
Republik
Indonesia. 2011. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi Tahun 2013. Sekertariat Negara RI, Jakarta.
Republik
Indonesia. 2011. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Penanganan Gangguan Keamanan Negeri
Tahun 2013. Sekertariat Negara RI, Jakarta.
TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Trinovani, Elva. 2016. Pengetahuan Budaya Anti Korupsi. BPPSDM Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
No comments:
Post a Comment