TUGAS ADVOKASI GIZI
Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Advokasi Gizi
Yang dibina oleh :
Juin Hadisuyitno, SST, M.Kes
Disusun Oleh :
Nindya Tresna Wiwitan
P17111171005/IIIA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN GIZI
PROGRAM SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
MALANG
2020
DAFTAR ISI
Halaman Sampul i
Daftar Isi ii
1. Tugas Ringkasan 1
2. Tugas Soal Vignette 12
3. Tugas Membuat Rancangan Acara Kegiatan 13
Daftar Pustaka 37
Definisi Advokasi Kebijakan Publik
Adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui berbagai macam bentuk komunikasi atau penetapan sebuah gerakan yang ditentukan oleh pihak yang berwenang untuk membimbing atau mengendalikan perilaku lembaga, masyarakat dan individu.
Bagan A untuk Advokasi Teori JHU (John Hopkins University)
Gambar 1. A Frame for Advocacy
1.Analisis
2.Strategi
3.Mobilisasi
4.Aksi
5.Evaluasi
6.Kesinambungan
Penjelasan Tentang A Frame for Advocacy
Analisis
Gambar 2. Analisis
Yakni yang perlu dianalisis meliputi :
Analisis masalah
Analisis khalayak / sasaran
Analisis program
Dilakukan dengan cara :
Pengumpulan Data
Analisis Data
Kegiatan yang dilakukan dalam mengananalisis :
Identifikasi masalah
Identifikasi kebijakan yang ada
Program program komunikasi yang telah dilaksanakan dalam mendukung kebijakan sehat
Perubahan kebijakan yang diinginkan oleh tingkat tertentu
Stake holder (mitra kerja) yang terkait dengan perubahan kebijakan
Jejaring untuk penentu kebijakan
Sumber daya yang memungkinkan untuk melaksanakan kebijakan sehat
Analisis merupakan
Langkah awal untuk advokasi yang efektif
Adanya ketersediaan informasi yang akurat dan pemahaman mendalam mengenai permasalahan yang ada
Pemahaman seputar masyarakat yang terlibat;kebijakan serta keberadaannya;organisasi-organisasi (pemerintah, non pemerintah (LSM, NGO) dan jalur2 pembuat keputusan (birokrasi)
Menyiapkan Bahan Advokasi antara lain harus :
Sesuai kelompok sasaran
Memuat masalah dan alternative mengatasinya
Meliputi 5W 1H
Memuat peran yang diharapkan dalam solusi masalah
Dikemas menarik, ringkas, jelas, dan mengesankan
Ada data pendukung gambar/bagan
Pertimbangan waktu dan tempat
PERSYARATAN MATERI ADVOKASI
Dapat dipercaya
Program yang ditawarkan harus dapat meyakinkan, karena didukung dengan data dari sumber yang dapat dipercaya (al.Hasil Riset/ Penelitian) . Isu atau permasalahan yang diangkat memang ditemukan di lapangan dan penting serta mendesak untuk segera diselesaikan
Mungkin untuk dilaksanakan
Program pelayanan secara teknis, politik, maupun ekonomi dimungkinkan atau layak dilaksanakan karena sumber daya yang tersedia mencukupi, tidak akan membawa dampak politis pada masyarakat serta tersedia dana yang memadai untuk mengatasinya.
Sesuai dengan masalah
Program yang diajukan paling tidak mencakup dua kriteria yaitu
(1)Bahwa menyelesaikan masalah akan mensejahterakan masyarakat dan,
(2)Pengelola program lintas sektor sepakat untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat banyak.
Harus segera dilaksanakan
Program yang ditawarkan mempunyai urgensi tinggi karena apabila isu/masalah tidak segera diselesaikan akan menimbulkan masalah yang lebih besar.
Menjadi prioritas utama
Program harus mempunyai prioritas tinggi didukung analisis yang cermat dengan argumentasi yang tepat karena sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
2. Strategi
Gambar 3. Strategi
Yang dilakukan pada tahap strategi antara lain :
Menetapkan prioritas masalah/isu strategis/terkini
Membuat telaah prioritas masalah (peluang, hambatan, kesempatan, kekuatan)
Membuat proposal (latar belakang, tujuan (smart), sasaran, pesan, cara/saluran komunikasi, rencana kegiatan, rencana monev, rencana biaya)
Tahapan strategi dibangun berdasarkan tahapan analisis yang mengarahkan, merencanakan dan memfokuskan upaya pada tujuan khusus serta menetapkan pada jalur yang jelas dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan. Selanjutnya pada tahap ini,
Bentuk kelompok kerja untuk mengembangkan strategi dan rencana kegiatan.
Identifikasi kelompok sasaran utama dan sekunder (kelompok pro, tdk memihak dan saingan/lawan)
Kembangkan tujuan yang SMART (Spesific, Measurable, Appropriate, Realistic, Timebound)
Posisikan issue yang ditawarkan kepada pengambil keputusan sbg sesuatu yang unik dan menguntungkan
Ikuti model perubahan kebijakan yang sesuai
Identifikasi sumberdaya(bangun kemitraan)
Sesuaikan posisi untuk mencapai konsensus
Persiapkan rencana kegiatan dan anggarannya
Kombinasikan jalur komunikasi yang ada
Kembangkan indikator antara dan indikator akhir untuk memonitor proses dan evaluasi dampak
Tentukan nama yang menarik, mudah dimengerti untuk mobilisasi dukungan
Pesan Advokasi
Dalam merencanakan / menyusun isi pesan advokasi ada formula singkatan yang mudah diingat yaitu BISSWTS, kepanjangannya adalah:
BISSWTS
B = Bahasa
I = Ide / isi pesan
S = Subyek / sasaran
S = Sumber pesan yang dipercaya sasaran advokasi
W = waktu penyampaian pesan advokasi
T = tempat melakukan advokasi
S = saluran komunikasi pesan
atau,
SEEA
S : STATEMENT / pernyataan sederhana
E : EVIDENCE / bukti /fakta-faktanya
E : EXAMPLE / contoh dengan cerita /analogi
A : ACTION / tindakan aksi
Contoh Issue Strategis
Kalimat yang dibuat harus bersifat persuasif dan memberikan arahan agar menjadi fokus dan prioritas, sehingga peluang tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang akan mendatang akan lebih besar dan lebih pasti.
Contoh :
Issu Strategis : 40% masyarakat di Kab A tidak menggunakan garam beriodium
Tujuan umum : Penggunaan garam beriodium di Kab A mencapai 85% di tahun 2019
Tujuan khusus: Meningkatnya cakupan konsumsi garam yodium di tatanan RT dan Sekolah Dasar di Kab A mencapai 85% di tahun 2019
Contohnya issue-issue strategis yang lain antara lain :
5 dari 10 anak kekurangan gizi vit A/garam beryodium, mengancam kederdasan anak bangsa
43 juta anak Indonesia usia 0 14 th tinggal dengan Perokok. Merokok menyebabkan kematian karena kanker paru
SETIAP 2 jam, ibu bersalin meninggal
Tiap 5 menit seorang bayi meninggal
Biaya penanggulangan penyakit yang disebabkan rokok memakan biaya 54,1 trilyun rupiah, sedangkan biaya Depkes hanya 2,913 trilyun rupiah/tahun
3. Mobilisasi
Gambar 4. Mobilisasi
Mobilisasi merupakan Pelaksanaan/Tindakan dari lobi, seminar, negosiasi, mobilisasi petisi hingga debat selebaran demo. Mobilisasi merupakan salah satu langkah penting dalam proses advokasi. Mobilisasi perlu dilakukan untuk membangun kebersamaan dan sekaligus tekanan kepada pihak-pihak yang tidak/belum mendukung. Mobilisasi ini sangat penting khususnya untuk membuat nilai kepentingan dari berbagai kelompok yang terkait menjadi kompatibel. Mobilisasi selain merupakan suatu tehnik, juga merupakan suatu seni dengan berbagai trick yang bisa dikembangkan melalui pengalaman.
Dalam mobilisasi,
Pembentukan koalisi memperkuat advokasi
Peristiwa, kegiatan, pesan harus sesuai dgn TUJUAN, kelompok sasaran, kemitraan dan sumber2 yang ada
Dampak positif bg pembuat kebijakan; partisipasi penuh dari anggt koalisi dan memperkecil reaksi oposisi
Kembangkan rencana kerja yang sesuai
Delegasikan tanggung jawab kpd anggota koalisi untuk memonitor setiap peristiwa
Buat jaringan kerja!
Organisasikan pelatihan dan praktek advokasi
Identifikasi , uji dan gabungkan semua data yang mendukung
Tunjukkan hubungan kepentingan anda dengan minat pembuat kebijakan
Sajikan info yang singkat, dramatis dan mudah diingat
Tentukan secara jelas aksi yang akan diadakan dan pentingnya rekomendasi tsb
Rencanakan dan organisir liputan media
Secara terus menerus dukung masyarkat lapisan terbawah
Beberapa jenis kegiatan mobilisasi yang bisa dilakukan
Memberikan pelatihan/orientasi kepada kelompok pelopor (kelompok yang paling mudah menerima isu yang sedang diadvokasikan).
Mengkonsolidasikan mereka yang telah mengikuti pelatihan/orientasi menjadi kelompok-kelompok pendukung/kader.
Mengembangkan koalisi diantara kelompok-kelompok maupun pribadi-pribadi pendukung.
Mengembangkan jaringan informasi diantara anggota koalisi agar selalu mengetahui dan merasa terlibat (concern) dengan isu yang diadvokasikan.
Melaksanakan kegiatan yang bersifat massal dengan melibatkan sebanyak mungkin anggota koalisi.
Mendayagunakan media massa untuk mengekspose kegiatan koalisi dan sebagai jaringan informasi.
Mendayagunakan berbagai media massa untuk membangun kebersamaan dalam masalah/isu ( menjadikan issu/masalah sebagai masalah bersama). Hal ini cukup efektif bila dilakukan dengan menggunakan TV filler/spot, radio spot atau billboard dan spanduk.
4. Tindakan/Aksi
Gambar 5. Tindakan/Aksi
Mempertahankan kekompakan kegiatan aksi dan semua mitra
Pengulangan pesan dan penggunaan alat bantu yang kredibel dapat mempertahankan perhatian thd issue yang ada
Bersikap fleksibel terhadap oposisi
Laksanakan kegiatan sesuai jadwal
Tentukan kiat agar koalisi dapat informasi tentang kegiatan aksi
Jangan takut terhadap kontroversi
Pertahankan komitmen pembuat kebijakan
Catat semua keberhasilan dan kegagalan
Monitor opini publik dan publikasikan semua perubahan yang positif
Berikan penghargaan terhadap pembuat kebijakan dan para mitra koalisi
5. Evaluasi
Gambar 6. Evaluasi
Advokasi gizi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan dukungan pemangku kebijakan. Advokasi ini akan menjadi kegiatan yang menyenangkan dan juga melelahkan, oleh kerena itu penting untuk melihat sejauh mana kegiatan yang sudah dilaksanakan. Inilah sebabnya mengapa evaluasi kegiatan advokasi itu penting. Evaluasi perlu dilakukan baik terhadap proses, out put maupun dampak dari advokasi yang telah dilakukan. Dengan menggunakan Rencana Strategis yang telah disusun akan memudahkan dalam melakukan evaluasi.
Pada tahap ini,
Usaha advokasi harus dievaluasi secara seksama
Perlu ada monitor secara rutin dan obyektif terhadap apa yang telah dilakukan dan apa yang masih dikerjakan
Tentukan indikator (indikator perantara dan proses)
Evaluasi peserta
Pendokumentasian perubahan yang terjadi berasaskan SMART
Identifikasi faktor kunci
Dokumentasi perubahan yang tdk direncanakan
Sosialisasikan hasil yang telah dicapai
Aspek dalam proses advokasi yang perlu dievaluasi secara berkala, antara lain:
1. Penilaian terhadap penetapan sasaran
a. Apakah sasaran sudah diklasifikasikan dengan kelompoknya?
b. Apakah masing-masing kelompok sudah terinci secara jelas?
c. Apakah aksi/tindakan yang dilakukan sudah menjangkau semua sasaran?
2. Penilaian terhadap perumusan tujuan
a. Apakah tujuan advokasi sudah dirumuskan dengan jelas?
b. Apakah tujuan juga sudah dirumuskan secara spesifik untuk tiap-tiap
kelompok?
c. Bagaimana respon tiap kelompok terhadap rumusan tujuan tersebut?
3. Penilaian terhadap isi pesan
a. Apakah isi pesan yang dirumuskan konsisten dengan tujuan?
b. Apakah rumusan isi pesan menggugah/dapat diterima sasaran.
c. Apakah rumusan isi pesan telah menggambarkan perkembangan/
peningkatan
4. Penilaian terhadap pemilihan media dan saluran
a. Media dan saluran apa saja yang potensial untuk digunakan?
b. Media dan saluran apa saja yang paling kuat menjangkau kelompok sasaran tertentu?
c. Bagaimana penempatan dari tiap media?
d. Bagaimana penggunaan multi media agar sinergi?
5. Penilaian terhadap pembentukan dan penggalangan kelompok pendukung/koalisi
a. Siapa saja yang potensial untuk dijadikan pelopor dalam pembentukan koalisi?
b. Bagaimana pelatihan/seminar/lokakarya untuk membentuk koalisi?
c. Apakah jumlah anggota koalisi berkembang?
d. Apakah anggota koalisi telah memberikan sumbangan/memainkan peran
sebagaimana yang diharapkan?
6. Intensitas, sekuen dan jadwal kegiatan
a. Apakah intensitas kegiatan telah memadai?
b. Apakah kegiatan telah tersusun dalam jadwal yang sekuen(runtut)?
c. Apakah kegiatan kegiatan telah sinergi satu sama lain?
d. Apakah jadwal kegiatan telah dilaksanakan secara konsisten?
Tahap penilaian parameter/indikator keberhasilan :
a. software (sk, uu, kesepakatan, surat edaran, instruksi, mou, dll)
b. hardware (meningkatnya dana kesehatan (APBD/APBN, anggaran tiap
program, bantuan peralatan)
Indikator Keberhasilan dari Suatu Advokasi :
Input
Adanya bahan informasi yang tepat, dan pelaku yang mampu dan terpercaya
Proses
Adanya kepercayaan/ketertarikan, Adanya kerjasama/keterlibatan, dan adanya Aksi
Output
Adanya dukungan kebijakan dan dukungan sumberdaya
Outcome
Adanya target program tercapai
Pada saat evaluasi, juga dilaksanakan evaluasi pada indikator keberhasilan yaitu antara lain :
Adanya SK, MOU, surat edaran, intruksi, himbauan, fatwa, kesepakatan/kebulatan tekad, naskah kerjasama bidang kesmas.
Adanya peningkatan anggaran untuk kegiatan sikda, sistem pembiayaan, manajemen SDM, P2KT, manajemen strategik dari DPRD dan direalisasikan di APBD tahunan
Adanya jadwal koordinasi (termasuk pertemuan reguler/teratur), pemantauan & penilaian antar DPRD dan Pemda
Perubahan kebijakan, pelaksanaan dalam bidang kesehatan masyarakat
Perbaikan status kesehatan masyarakat (jangka panjang)
6. Kesinambungan
Gambar 7. Kesinambungan
Advokasi adalah proses yang berlangsung terus menerus
Kesinambungan memperjelas tujuan jangka panjang, mempertahankan fungsi koalisi dan menyesuaikan data argumentasi seiring perubahan yang terjadi
Evaluasi situasi yang dihasilkan
Lakukan pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan jika perubahan yang diinginkan terjadi
Tinjau kembali strategi & kegiatan yang ada jika perubahan kebijakan yang diinginkan tdk terjadi
Lakukan dengan tekun
Advokasi adalah suatu bentuk program komunikasi strategis yang dirancang untuk menghasilkan perubahan nilai dan perilaku. Oleh karena itu proses advokasi seringkali memerlukan waktu yang cukup panjang. Dengan kata lain, advokasi bukanlah bentuk komunikasi tunggal. Tujuan dari waktu ke waktu perlu dirinci dan diperjelas. Demikian pula isi pesan dari waktu ke waktu.
Pilihlah jawaban yang paling benar!
Selama ini, banyak kasus kerja tim advokasi menjadi lemah saat beragumentasi dengan pengambil kebijakan. Hal itu disebabkan karena tidak didukung oleh data dan informasi yang akurat. Itulah sebabnya tim advokasi sering dituduh oleh pihak lawan sebagai provokator, asal ngomong, dan tudingan-tudingan miring lainnya. Bahkan tidak jarang tim advokasi kemudian mendapat gugatan balik dari pihak yang diadvokasi. Banyak lembaga-lembaga non-pemerintah yang lemah dalam menyajikan data pendukung. Oleh sebab itu maka yang harus dilakukan adalah ..
Bekerjasama dengan lembaga-lembaga riset atau perguruan tinggi untuk membantu menunjang data yang diperlukan dalam mendukung kerja-kerja advokasi.
Menggaet media massa yang banyak agar pendukungnya banyak.
Memiliki kenalan pengambil kebijakan agar dipermudah saat mengadvokasi.
Menentukan tim kerja advokasi serta tim pendukung yang cakap dalam berbicara
Bekerjasama dengan orang-orang yang telah berpengalaman mengadvokasi dan pada akhirnya disetujui
ANSWER : A
Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang, ditugaskan untuk melakuan advokasi mengenai masalah gizi yang ada di Kecamatan Tajinan. Langkah pertama yang akan dilakukan mereka adalah mengumpulkan dan menganalisis data terlebih dahulu, lalu menyusun strategi, mobilisasi, melaksanakan aksi, lalu kemudian melaksanakan evaluasi. Dibawah ini yang bukan merupakan aspek yang akan dibahas dalam evaluasi adalah ..
Penilaian terhadap penetapan sasaran
Penilaian terhadap pemilihan media dan saluran
Penilaian terhadap pembentukan dan penggalangan kelompok pendukung/koalisi
Penilian keadaan yang ada 10 tahun yang lalu termasuk program dalam
menanggulanginya pada tahun tersebut
Penilaian terhadap pemilihan media dan saluran
ANSWER : D
ADVOKASI MENGURANGI STUNTING
DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN GERAKAN PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DALAM RANGKA 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN
1. Latar belakang
Gerakan Scaling Up Nutrition (SUN Movement)” merupakan gerakan global di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal PBB. Gerakan ini merupakan respon negara-negara di dunia terhadap kondisi status pangan dan gizi di sebagian besar negara berkembang dan akibat lambat dan tidak meratanya pencapaian sasaran Tujuan Pembangunan Milenium/MDGs (Goal 1). Pencapaian sasaran goal 1 juga berpengaruh terhadap pencapaian goal MDGs lainnya terutama Goal 2, Goal 3, Goal 4, Goal 5, dan Goal 6. Tujuan Global SUN Movement adalah menurunkan masalah gizi, dengan fokus pada 1000 hari pertama kehidupan (270 hari selama kehamilan dan 730 hari dari kelahiran sampai usia 2 tahun) yaitu pada ibu hamil, ibu menyusui dan anak usia 0-23 bulan. Indikator Global SUN Movement adalah penurunan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), anak balita pendek (stunting), kurus (wasting), gizi kurang ( underweight ), dan gizi lebih (overweight)
Prevalensi Balita Stunting adalah jumlah anak balita pendek selama 1 tahun dibagi dengan Jumlah anak balita yang ditimbang pada waktu yang sama. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal.
Balita pendek adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun 2005, nilai z-scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai z-scorenya kurang dari -3SD.
Untuk memerangi stunting, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi yang berfokus pada 1000 hari pertama kehidupan, sejalan dengan gerakan SUN (Scaling Up Nutrition) global. Selanjutnya, di tahun 2017 Pemerintah Indonesia meluncurkan Gerakan Nasional Penurunan Stunting. Penurunan stunting pada anak baduta sebesar 28% di tahun 2019 juga merupakan salah satu sasaran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 (Buku II-2-97) yang menetapkan bahwa promosi perubahan perilaku harus menjadi salah satu komponen utama dalam Strategi Percepatan Peningkatan Gizi Masyarakat. Selain itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla, sebagai Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) memperkenalkan konsep lima pilar penanganan stunting. Ini mencakup pelaksanaan suatu kampanye nasional yang berfokus pada pengetahuan, perubahan perilaku, komitmen politik dan akuntabilitas untuk menurunkan prevalensi stunting. Pemerintah Indonesia telah menetapkan 100 kabupaten yang menjadi lokasi prioritas untuk intervensi mulai di tahun 2018, dengan rencana untuk diperluas di 2019 2021.
Pada tahun 2018 prevalensi balita stunting di Kabupaten Lumajang berdasarkan data hasil survei Riskesdas tahun 2018 sebesar 34%. Kondisi tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan target Renstra Dinas Kesehatan, Renstra Dinas Kesehatan Provinsi dan RPJMN. Namun jika dibandingkan dengan hasil survei Riskesdas tahun 2013 prevalensi balita stunting sudah turun sebesar 7.3%, artinya sudah ada penurunan yang signifikan kondisi stunting di Kabupaten Lumajang dalam 5 tahun terakhir (Renstra Dinkes Kabupaten Lumajang, 2018).
Dari 25 Puskesmas yang ada di Kabupaten Lumajang, Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar pada tahun 2018, Kabupaten Lumajang berada di posisi ke 15 dari 38 Kab/Kota di Jawa Timur. Bila dilihat dari segi usia, kejadian stunting banyak terjadi pada kelompok balita usia 12-36 bulan. Kejadian stunting bisa saja terus meningkat apabila faktor-faktor risikonya tidak diperhatikan (infopublik.id)
Berdasarkan data bulan timbang per bulan agustus 2018, prevalensi balita stunting di Kabupaten Lumajang sebesar 6,7% atau 4.810 balita dari sasaran sebesar 71.377 balita. Ada perbedaan yang sangat mendasar pada hasil pelaksanaan Bulan Timbang Tahun 2018 dengan capaian 6,7% dan Riskesdas tahun 2018 dengan capaian 34%. Riskesdas dilakukan metode sampling terhadap sasaran proyeksi balita sedangkan kegiatan bulan timbang dilakukan pada seluruh balita di Kabupaten Lumajang (Renstra Dinkes Kabupaten Lumajang, 2018).
Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis. Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kelahiran). Penyebabnya karena rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, dan buruknya keragaman pangan dansumber protein hewani.
Walaupun berbagai kebijakan pemerintah telah berulang kali menyatakan pentingnya komunikasi dan perubahan perilaku, tapi strategi komunikasi nasional yang terpadu untuk menurunkan stunting hingga kini belum disusun. Alhasil, upaya untuk mendorong penurunan stunting hanya bersifat sporadis, di mana tiap pemangku kepentingan mengembangkan upayanya sendiri yang sering kali tidak konsisten dan kadang bahkan berisi informasi yang tidak akurat. Peran dan tanggung jawab dari berbagai pemangku kepentingan dalam kegiatan komunikasi untuk menurunkan stunting juga tidak jelas, yang menyulitkan upaya koordinasi, proses pengambilan keputusan maupun akuntabilitas.
2. Tujuan Advokasi
a. Tujuan Umum
Mengupayakan solusi masalah stunting agar dicegah ataupun diselesaikan melalui pemberian Penegakan Dan Penerapan Kebijakan Publik Untuk Mengatasi Masalah yakni mengurangi stunting di kabupaten lumajang dengan gerakan percepatan perbaikan gizi dalamrangka 1000 hari pertama kehidupan
b. Tujuan Khusus
- Meningkatkan keyakinan para penentu kebijakan dalam melaksanakan perubahan kebijakan di bidang pangan dan gizi
- Meningkatkan keyakinan bahwa masalah gizi harus dipecahkan bersama
- Adanya komitmen dari penentu kebijakan tentang penanggulangan masalah pangan dan gizi
- Meningkatnya pemanfaatan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) untuk mengelola masalah pangan dan gizi, dalam hal ini stunting di Kabupaten Lumajang
3. Metode Advokasi
Seminar / presentasi yang di hadiri oleh para pejabat lintas program dan sektoral. Petugas kesehatan menyajikan masalah kesehatan diwilayah kerjanya, lengkap dengan data dan ilustrasi yang menarik, serta rencana program pemecahannya. Kemudian dibahas bersama-sama, yang akhirnya dharapkan memproleh komitmen dan dukungan terhadap program yang akan dilaksanakan tersebut.
4. Isu Strategis
1 dari 15 Balita di Kabupaten Lumajang mengalami stunting, hal ini mengancam kecerdasan anak bangsa
Berdasarkan data bulan timbang per bulan agustus 2018, prevalensi balita stunting di Kabupaten Lumajang sebesar 6,7% atau 4.810 balita dari sasaran sebesar 71.377 balita. Ada perbedaan yang sangat mendasar pada hasil pelaksanaan Bulan Timbang Tahun 2018 dengan capaian 6,7% dan Riskesdas tahun 2018 dengan capaian 34%.
Gambar 1. Prevalensi Balita Stunting Kabupaten Lumajang Tahun 2014-2018
(Sumber : Renstra 2018-2023 Kabupaten Lumajang, 2018)
Berdasarkan Grafik Prevalensi Balita Stunting Kabupaten Lumajang Tahun 2014-2018 dapat dilihat bahwa dari tahun 2014 sampai 2018 dapat dilihat bahwa prevalensi stunting di Kabupaten Lumajang terlihat trend cenderung naik namun terjadi penurunan pada tahun 2017.
5. Isi Pesan
Stunting dapat menjadi ancaman bagi generasi Indonesia di masa depan jika tidak segera dicegah
Cegah Stunting Untuk Mencapai Generasi Masa Depan yang Gemilang dengan Mengoptimalkan Pengasuhan 1000 HPK
1000 Hari Pertama Kehidupan Penentu Ribuan Hari Berikutnya
Cegah Stunting Itu Penting, Cukupi Gizi, Lengkapi Imunisasi dan Sanitasi.
6. Sasaran Advokasi
- Unit perencana dan pelaksana di Kementerian dan Lembaga Pemerintahan yang terkait dengan perbaikan gizi masyarakat,
- Unit perencana dan pelaksana pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Lumajang
- Lembaga Legislatif Kabupaten Lumajang (DPRD Kabupaten Lumajang)
- Pemangku kepentingan lain yang berasal dari lembaga swasta, LSM, organisasi profesi, perguruan tinggi, dan mitra kerja internasional.
7. Kelompok Pendukung
a. Kader Posyandu dan Bidan Desa :
Garda terdepan yang mendapatkan data hasil diadakannya posyandu dan melaksanakan kegiatan posyandu.
b. Organisasi Profesi Gizi
Merupakan keilmuannya sehingga bisa bekerjasama dan member masukan dalam kerja advokasi
c. Mahasiswa Gizi
Membantu menunjang data yang diperlukan dalam mendukung kerja-kerja advokasi dan merupakan bidang keilmuannya
d. Masyarakat
Merupakan orang yang mengalami suatu keadaan di daerahnya, sehingga untuk adanya program yang lebih baik dengan tujuan yang baik masyarakat akan mendukung agar bisa merasakan dampak yang positif.
8. Media/ saluran pesan
a. Komunikasi Antar Pribadi dan Mobilisasi Masyarakat
Sebagai satu bentuk komunikasi yang paling efektif, komunikasi antar pribadi atau IPC (Interpersonal Communication) melibatkan percakapan tatap muka dan interaksi dengan para ibu atau anggota keluarga. Melalui IPC (Interpersonal Communication), petugas di lini terdepan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai dampak malnutrisi yang dapat menyebabkan stunting, menjelaskan pentingnya asupan gizi yang baik dalam berbagai tahap dari periode 1000 hari pertama, dan memberi saran mengenai cara-cara yang dapat mencegah stunting.
Mobilisasi masyarakat dapat menggerakkan pemuka pendapat setempat untuk mengenali pentingnya asupan gizi yang tepat demi mencegah stunting, sehingga mereka dapat mendukung petugas masyarakat dan mendorong penerapan praktik gizi yang dianjurkan.
b. Komunikasi Massa
Kampanye komunikasi massa (dalam bentuk siaran, publikasi di luar ruang maupun daring/online) yang merinci pentingnya praktik-praktik kunci, bila digabungkan dengan komponen program lainnya, dapat memberi jangkauan dan dampak yang maksimal. Sebagai bentuk komunikasi skala besar yang paling efisien, komunikasi massa diperlukan untuk menjangkau masyarakat. Kampanye meningkatkan kesadaran tentang stunting yang berdiri sendiri tidak akan menghasilkan perubahan perilaku. Saat individu dan masyarakat memahami fakta dasar mengenai dampak malnutrisi serta cara pencegahannya, mereka akan cukup peka untuk mengadopsi perilaku baru, dan belajar keterampilan baru untuk meningkatkan asupan gizi melalui komunikasi antar pribadi dan upaya mobilisasi masyarakat.
9. Rancangan Kegiatan
No
Kegiatan
Waktu
2020 (bulan)
2021 (bulan)
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
1
Pembuatan proposal
2
Pengiriman proposal
3
Review Proposal
4
Audiensi dengn Bupati
5
Round table discucussion dengan Bupati, Kepala SKPD
6
Seminar tentang Mengurangi Stunting Di Kabupaten Lumajang Dengan Gerakan Percepatan Perbaikan Gizi Dalamrangka 1000 Hari Pertama Kehidupan”
7
Mobilisasi massa: Aksi simpatik mahasiswa
8
Deklarasi Prevalensi stunting di Lumajang harus turun
9
Media advocacy : press release, peliputan kegiatan
10
Media alternatif: pentas seni, pameran
11
Aplikasi hasil advocacy
12
Evaluasi
13
Laporan
10. Materi Advokasi
Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis. Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kelahiran). Penyebabnya karena rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, dan buruknya keragaman pangan dansumber protein hewani.
Faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik terutama pada perilaku dan praktik pemberian makan kepada anak juga menjadi penyebab anak stunting apabila ibu tidak memberikan asupan gizi yang cukup dan baik. Ibu yang masa remajanya kurang nutrisi, bahkan di masa kehamilan, dan laktasi akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tubuh dan otak anak.
Seperti masalah gizi lainnya, kejadian stunting tidak hanya terkait masalah kesehatan, namun juga dipengaruhi berbagai kondisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan seperti keadaan ekonomi keluarga, kondisi lingkungan dan sosial budaya. Untuk menurunkan prevalensi balita stunting masih memerlukan suatu upaya yang optimal dan komprehensif dengan melibatkan lintas sektor dan lintas perangkat daerah di Kabupaten Lumajang.
Beberapa hal yang akan dilakukan pada tahun 2019 dalam rangka penurunan stunting yaitu Pembentukan Tim Penanggulangan Masalah Stunting dan penyusunan Perbup Penanggulangan Stunting di Kabupaten Lumajang serta Rencana Aksi Daerah dalam rangka Percepatan Penanggulangan Stunting di Kabupaten Lumajang.
Gerakan 1000 HPK bukanlah inisiatif, institusi maupun pembiayaan baru melainkan meningkatkan efektivitas dari inisiatif yang telah ada yaitu meningkatkan koordinasi termasuk dukungan teknis, advokasi tingkat tinggi, dan kemitraan inovatif, dan partisipasi untuk meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan masyarakat, dan pembangunan. Hal ini perlu didukung dengan kepemimpinan nasional dan daerah yang cukup kuat, meningkatkan partisipasi seluruh pemangku kepentingan, bukan hanya dari pemerintah tetapi juga dunia usaha, organisasi profesi dan lembaga kemasyarakatan.
Tiga elemen dari Gerakan 1000 HPK adalah (i) Aksi pada tingkat nasional. Untuk itu diperlukan kepemimpinan yang kuat, berdasarkan atas data epidemiologi gizi, dan kapasitas untuk menangani masalah gizi. (ii) Didasarkan atas bukti yang nyata dan intervensi yang cost-effective. (iii) Pendekatan bersifat multisektor dengan prinsip kemitraan dalam hal jaminan ketahanan pangan, proteksi sosial, kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi, kesetaraan gender, dan tata kelola Pemerintahan yang baik
Advokasi penting dilaksanakan karena walaupun ibu dan keluarga dapat dijangkau melalui sistem kesehatan dan kampanye media massa, hambatan dari segi lingkungan masih tetap ada. Sebagai contoh, para ibu mungkin harus kembali bekerja hanya dalam hitungan minggu setelah bersalin, dan ini menyulitkan upaya pemberian ASI eksklusif. Ibu juga mungkin menerima berbagai pesan yang menyesatkan dari produsen susu formula bayi terkait dengan lemahnya regulasi dalam praktik pemasaran, sehingga ibu memberi bayinya susu formula dan bukan ASI.
Penurunan stunting membutuhkan kerjasama dari berbagai sektor (kesehatan, gizi, pendidikan, WASH (air, sanitasi, kebersihan), pertanian, perlindungan sosial, dll.). Untuk situasi desentralisasi pemerintahan yang berlaku di Indonesia, ini berarti advokasi harus diharmonisasikan di seluruh sektor terkait, di berbagai tingkat pemerintahan, dan berbagai lokasi geografis. Pemerintah pusat dapat menjadi pemimpin dalam memotivasi dan memanfaatkan komitmen dari pimpinan di tingkat sub-nasional dan instansi untuk bertindak.
Laporan global UNICEF di tahun 2018 mengenai Perkembangan Asupan Gizi Ibu dan Anak menyatakan bahwa Indonesia memiliki jumlah anak dengan kasus keterhambatan pertumbuhan terbanyak kelima di dunia. Diperkirakan di Indonesia sekitar 7,8 juta anak di bawah usia lima tahun mengalami terhambat pertumbuhan. Scaling Up Nutrition movement (SUN Movement) merupakan gerakan global memperbaiki gizi bagi perempuan dan anak-anak yang diresmikan PBB tahun 2010. Sebanyak 60 negara di dunia termasuk Indonesia bergabung dalam gerakan ini.
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen dan bekerja keras mempercepat perbaikan gizi untuk kehidupan anak-anak generasi penerus bangsa. Komitmen Pemerintah Indonesia telah dinyatakan melalui Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. Fokus utama gerakan ini adalah pemenuhan kebutuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dalam rangka mengurangi angka malnutrisi pada tumbuh kembang anak. Berasaskan prinsip semua orang layak mendapatkan makanan dan gizi yang baik. Mengapa dan bagaimana implementasi program ini? Dan apa catatan pentingnya yang dapat kita ingatkan bagi pemerintah dan kita semua?
Mengapa perlu memperhatikan 1000 hari pertama kehidupan anak?
Pemerintah Indonesia meluncurkan Gerakan 1.000 Hari Pertama Kehidupan yang dikenal sebagai 1.000 HPK. Masa 1000 hari pertama kehidupan (HPK),yang bermula sejak saat konsepsi hingga anak berusia dua tahun, merupakan masa paling kritis untuk memperbaiki perkembangan fisik dan kognitif anak. 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dikenal dengan istilah window of opportunity. Periode emas yang terjadi selama 1000 HPK untuk memperbaiki tumbuh kembang anak secara optimal. 1000 HPK bermula 270 masa kehamilan sejak hari pertama konsepsi lalu terbentuk embrio hingga 730 hari di usia 2 tahun awal anak. Gangguan yang terjadi selama periode ini akan berdampak pada kelangsungan hidup tumbuh kembang anak yang bersifat permanen. Gangguan ini akan sulit untuk diperbaiki jika usia anak setelah 2 tahun.
Status gizi ibu hamil dan menyusui, status kesehatan dan asupan gizi yang baik selama masa kehamilan hingga tahun pertama kehidupan anak berperan dalam membentuk fungsi otak hingga membantu memperkuat sistem imun. Pemenuhan gizi yang cukup pada anak akan berpengaruh terhadap kualitas kesehatan, intelekual, psikologi, pertumbuhan fisik, keterampilan sosial, dan produktivitas di masa yang akan datang (USAID,2014).
Catatan World Bank menyebutkan bahwa masa 1000 hari pertama kehidupan (HPK), yang bermula sejak saat konsepsi hingga anak berusia dua tahun, merupakan masa paling kritis untuk memperbaiki perkembangan fisik dan kognitif anak. Status gizi ibu hamil dan ibu menyusui, status kesehatan dan asupan gizi yang baik merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik dan kognitif anak, menurunkan risiko kesakitan pada bayi dan ibu. Ibu hamil dengan status gizi kurang akan menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, penyebab utama terjadinya bayi pendek (stunting) dan meningkatkan risiko obesitas dan penyakit degeneratif pada masa dewasa (World Bank, 2012)
Hasil riset yang dikemukakan jurnal medis The Lancet tahun 2013 mengenai Maternal and Child Nutrition menyatakan ibu hamil dengan status gizi kurang baik akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin. Hingga menyebabkan pertumbuhan yang kurang optimal yakni bayi pendek (stunting). Bayi lahir dengan Berat Badan Rendah (BBLR), kurus, kecil, dan imunitas berkurang. Kemudian, anak yang mengalami kekurangan gizi di 1000 HPK akan meningkatkan risiko obesitas, diabetes, jantung, stroke, serta penyakit degeneratif pada masa dewasa, penurunan kemampuan belajar. Hambatan pertumbuhan kognitif dan IQ yang rendah yang menurunkan produktivitas masa dewasa. Meningkatnya risiko drop out dari sekolah. Akibatnya akan melahirkan generasi penerus bangsa yang kurang gizi dan kemiskinan.
Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan
Visi, Misi, dan Sasaran
Visi
Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi untuk memenuhi hak dan berkembangnya potensi ibu dan anak
Misi
Menjamin kerjasama antarberbagai pemangku kepentingan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi setiap ibu dan anak
Menjamin dilakukannya pendidikan gizi secara tepat dan benar untuk meningkatkan kualitas asuhan gizi ibu dan anak
Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai pada akhir tahun 2025 disepakati sebagai berikut :
Menurunkan proporsi anak balita yang stunting sebesar 40 persen
Menurunkan proporsi anak balilta yang menderita kurus (wasting) kurang dari 5 persen.
Menurunkan anak yang lahir berat badan rendah sebesar 30 persen
Tidak ada kenaikan proporsi anak yang mengalami gizi lebih
Menurunkan proporsi ibu usia subur yang menderita anemia sebanyak 50 persen
Meningkatkan prosentase ibu yang memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan paling kurang 50 persen
Hasil yang Diharapkan
Meningkatnya kerjasama multisektor dalam pelaksanaan program gizi sensitif untuk mengatasi kekurangan gizi
Terlaksananya intervensi gizi spesifik yang cost effective, yang merata dan cakupan tinggi, dengan cara:
Memperkuat kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam upaya perbaikan gizi meliputi perencanaan, pelaksanaan dan monitoring
Memperkuat kerjasama pemangku kepentingan untuk menjamin hak dan kesetaraan dalam perumusan strategi dan pelaksanaan
Meningkatkan tanggung jawab para politisi dan pengambil keputusan dalam merumuskan peraturan perundang-undangan untuk mengurangi kekurangan gizi
Meningkatkan tanggung jawab bersama dari setiap pemangku kepentingan untuk mengatasi penyebab dasar dari kekurangan gizi
Berbagai pengalaman berdasarkan bukti
Mobilisasi sumber daya untuk perbaikan gizi baik yang berasal dari pemerintah, dunia usaha, mitra pembangunan dan masyarakat
Pemangku Kepentingan
Dalam Gerakan 1000 HPK ditekankan pentingnya kemitraan dengan berbagai pihak atau pemangku kepentingan untuk mengatasi masalah gizi. Program perbaikan gizi tidak hanya menjadi tanggungjawab dan dilakukan oleh pemerintah, tetapi perlu melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang terdiri dari Kementerian dan Lembaga, dunia usaha, mitra pembangunan internasional, lembaga sosial kemasyarakatan, dan didukung oleh organisasi profesi, perguruan tinggi, serta media.
Pemerintah
Pemerintah berperan sebagai inisiator, fasilitator, dan motivator gerakan 1000 HPK, yang terdiri dari K/L, mitra pembangunan, organisasi masyarakat, dunia usaha dan mitra pembangunan.
Mitra Pembangunan/ Donor
Tugas mitra pembangunan adalah untuk memperkuat kepemilikan nasional dan kepemimpinan, berfokus pada hasil, mengadopsi pendekatan multisektoral, memfokuskan pada efektivitas, mempromosikan akuntabilitas dan memperkuat kolaborasi dan inklusi.
Organisasi Kemasyarakatan
Tugas organisasi kemasyarakatan adalah memperkuat mobilisasi, advokasi, komunikasi, riset dan analisasi kebijakan serta pelaksana pada tingkat masyarakat untuk menangani kekurangan gizi.
Dunia Usaha
Dunia usaha bertugas untuk pengembangan produk, control kualitas, distribusi, riset, pengembangan teknologi informasi, komunikasi, promosi perubahan perilaku untuk hidup sehat.
Mitra Pembangunan/ Organisasi PBB
Mitra pembangunan bertugas untuk memperluas dan mengembangkan kegiatan gizi sensitif dan spesifik melalui harmonisasi keahlian dan bantuan teknis antar mitra pembangunan antara lain UNICEF, WHO, FAO dan IFAD, SCN (Standing Committee on Nutrition).
Jenis Kegiatan : Intervensi Spesifik dan Intervensi Sensitif
Intervensi spesifik
Tindakan atau kegiatan yang dalam perencanaannya ditujukan khusus untuk kelompok 1000 HPK. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan. Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek.
Jenis-jenis intervensi gizi spesifik yang cost efektif adalah sebagai berikut :
Ibu Hamil
Suplementasi besi folat
Pemberian makanan tambahan pada ibu hamil KEK
Penanggulangan kecacingan pada ibu hamil
Pemberian kelambu berinsektisida dan pengobatan bagi ibu hamil yang positif malaria
Kelompok 0 6 Bulan
Promosi menyusui (konseling individu dan kelompok)
Kelompok 7 23 Bulan
Promosi menyusui
KIE perubahan perilaku untuk perbaikan MP ASI
Suplementasi Zink
Zink untuk manajemen diare
Pemberian Obat Cacing
Fortifikasi besi
Pemberian kelambu berinsektisida dan malaria
Intervensi Sensitif
Berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1000 HPK. Namun apabila direncanakan secara khusus dan terpadu dengan kegiatan spesifik, dampaknya sensitif terhadap keselamatan proses pertumbuhan dan perkembangan 1000 HPK. Dampak kombinasi dari kegiatan spesifik dan sensitif bersifat langgeng (sustainable) dan jangka panjang. Intervensi gizi sensitif meliputi :
Penyediaan air besih dan sanitasi
Ketahanan pangan dan gizi
Keluarga Berencana
Jaminan Kesehatan Masyarakat
Jaminan Persalinan Dasar
Fortifikasi Pangan
Pendidikan gizi masyarakat
Intervensi untuk remaja perempuan
Pengentasan Kemiskinan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan rencana kegiatan-kegiatan yaitu :
Pendataan
Pengadaan
Pelatihan
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
Pemantauan
Bimbingan teknis (supervisi)
Regulasi
Kegiatan Utama Tiap Pemangku Kepentingan
Selain kegiatan dalam intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif, dalam rangka meningkatkan kemitraan dan pencapaian target Gerakan 1000 HPK, telah disusun rencana kegiatan utama dari tiap pemangku kepentingan. Kegiatan ini dibagi atas kegiatan jangka pendek (18 bulan) dan jangka menengah (36 bulan). Uraian dari kegiatan utama tersebut adalah sebagai berikut :
Pemerintah
Kegiatan utama pemerintah yang memiliki peran sebagai inisiator, fasilitator, dan motivator meliputi kegiatan dari proses inisiasi dasar-dasar Gerakan 1000 HPK (dasar hukum dan dokumen pendukung) hingga pelaksanaan dan evaluasi Gerakan 1000 HPK. Rincian kegiatan pemerintah diuraikan pada tabel berikut :
Tabel 1. Rencana Kegiatan Utama Pemerintah
No
Jangka Pendek (18 Bulan)
No
Jangka Menengah (36 bulan)
1
Menetapkan Perpres Gerakan 1000 HPK
1
Mobilisasi sumber dana dalam APBN dan APBD, termasuk PPP dan CSR dan mitra pembangunan internasional
2
Menyusun Naskah Akademik
2
Melakukan evaluasi pencapaian tujuan dan sasaran dan pelaksanaan kegiatan
3
Menyusun Kerangka Program SUN
3
Meningkatkan kemitraan dengan mitra pembangunan
4
Menyusun Pedoman Perencanaan Program SUN
4
Meningkatkan kemitraan dengan dunia usaha
5
Sosialiasi Gerakan 1000 HPK tingkat nasional dan di daerah
5
Meningkatkan kemitraan dengan Lembaga Kemasyarakatan
6
Penyusunan kerangka monitoring dan evaluasi
6
Meningkatkan kerjasama dalam rangka sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan kegiatan antar K/L
7
Pertemuan berkala Gugus Tugas Nasional
7
Meningkatkan kerjasama dalam rangka sinkronisasi perencanaan dan
pengganggaran antar Pusat dan Daerah
8
Pertemuan berkala Tim Teknis Gugus Tugas
8
Melakukan replikasi program/model yang terbukti efektif
9
Menyusun laporan berkala tentang kemajuan Gerakan 1000 HPK
9
Advokasi kepada legislatif dan eksekutif
10
Menjaga kesinambungan pelaksanaan Gerakan 1000 HPK
11
Mengintegrasikan Gerakan 1000 HPK pada RPJMN 2015 2019
12
Menyusun laporan tahunan kemajuan Gerakan 1000 HPK kepada Presiden
Mitra pembangunan
Kegiatan utama mitra pembangunan yang meliputi kegiatan dari proses inisiasi dasar-dasar Gerakan 1000 HPK (dasar hukum dan dokumen pendukung) hingga pelaksanaan dan evaluasi Gerakan 1000 HPK. Rincian kegiatan mitra pembangunan diuraikan pada tabel berikut :
Tabel 2. Rencana Kegiatan Utama Mitra pembangunan
No
Jangka Pendek (18 Bulan)
Jangka Menengah (36 bulan)
1
Memperkuat dan memperluas jaringan antarmitra pembangunan,
untuk mendukung Gerakan 1000 HPK
1.
Meningkatkan skala dan kualitas bantuan kepada pemerintah
2
Mendukung gizi sebagai isu prioritas nasional dan daerah
2.
Meningkatkan kerjasama antara mitra
pembangunan untuk menjamin efisiensi bantuan yang diberikan
3
Mendukung intensitas kerjasama antar mitra pembangunan untuk menjamin efisiensi dan efektifitas antarmitra pembangunan
3.
Mendorong kerjasama antarnegara dengan prevalensi kekurangan gizi yang tinggi
4
Bekerjasama dengan pemerintah untuk mengembangkan rencana pembiayaan Gerakan 1000 HPK
4.
Melakukan review sektor pangan dan gizi untuk basis kebijakan RPJMN 2015-2019
5
Memutakhirkan perkiraan biaya untuk intervensi gizi yang bersifat spesifik dan sensitif
6
Memberikan bantuan teknis kepada pemerintah untuk intervensi gizi yang spesifik, gizi sensitif, pertanian dan kesejahteraan soial
Lembaga Sosial Kemasyarakatan
Kegiatan utama Lembaga Sosial Kemasyarakatan yang meliputi kegiatan dari proses inisiasi dasar-dasar Gerakan 1000 HPK (dasar hukum dan dokumen pendukung) hingga pelaksanaan dan evaluasi Gerakan 1000 HPK. Rincian kegiatan Lembaga Sosial Kemasyarakatan diuraikan pada tabel berikut :
Tabel 3. Rencana Kegiatan Utama Lembaga Sosial Kemasyarakatan
No
Jangka Pendek (18 Bulan)
Jangka Menengah (36 bulan)
1.
Memperluas kepersertaan antar
sektor dan kelompok di tingkat nasional dan daerah
1.
Mengintegrasikan Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan ke dalam kegiatan LSK
2
Memperkuat keterkaitan antara LSK dengan pemerintah dengan menggunakan mekanisme yang berlaku
2.
Membantu mengembangkan rencana nasional dan menetapkan sasaran yang ingin dicapai
3
Mengembangkan dan menyetujui prinsip-prinsip mediasi jika tidak terjadi kesepahaman
3
Melakukan evaluasi dan penelitian yang mengaitkan antara gizi dengan gender, ketenagakerjaan, pertanian, pangan,
kesehatan, kemiskinan, jaminan sosial, dan pendidikan
4
Memberikan kontribusi dalam perumusan kerangka program Gerakan 1000 HPK
4
Advokasi ke dunia internasional untuk mendukung Gerakan 1000 HPK
5
Melakukan mobilisasi dalam rangka meningkatkan demand masyarakat
5
Advokasi kepada pemerintah untuk mobilisasi sumberdana yang lebih besar untuk menangani kekurangan gizi
Dunia Usaha
Kegiatan utama Dunia Usaha yang meliputi kegiatan dari proses inisiasi dasar-dasar Gerakan 1000 HPK (dasar hukum dan dokumen pendukung) hingga pelaksanaan dan evaluasi Gerakan 1000 HPK. Rincian kegiatan Dunia Usaha diuraikan pada tabel berikut :
Tabel 4. Rencana Kegiatan Utama Dunia Usaha
No
Jangka Pendek (18 Bulan)
Jangka Menengah (36 bulan)
1.
Memfasilitasi keterlibatan dunia usaha dalam Gerakan 1000 HPK
1.
Bekerja secara nyata untuk mendukung Gerakan 1000 HPK Nasional
2
Memberikan pedoman dan contoh tentang keterlibatan dunia usaha
dalam Gerakan 1000 HPK
2.
Melaksanakan contoh bagaimana pengusaha internasional mendukung
Gerakan 1000 HPK Global
3
Memberikan pedoman dan mediasi bila terjadi ketidaksepahaman dalam kebijakan maupun pelaksanaan
Gerakan 1000 HPK
3.
Meningkatkan peran dunia usaha untuk memperbaiki keadaan gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak baduta melalui penerapan CSR sesuai dengan peraturan yang berlaku
4
Bekerja secara nyata untuk mendukung strategi Gerakan 1000 HPK
5
Tukar menukar pengalaman dalam sistem distribusi pangan dan gizi
termasuk penggunaan teknologi/inovasi
Pembiayaan
Pendanaan bagi pelaksanaan Gerakan 1000 HPK bersumber dari APBN, APBD dan sumber- sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai peraturan perundang-undangan
MEKANISME KERJA
A. Pembentukan Organisasi
Tingkat Daerah
Pemerintah Daerah Provinsi dan kabupaten dan kota membentuk gugus tugas.
Gugus tugas di tingkat daerah menyusun rencana dan program kerja dengan mengacu pada kebijakan nasional.
Anggota gugus tugas daerah terdiri dari Pemerintah, Perguruan Tinggi, Organisasi Profesi, Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi Keagamaan, LSM, pelaku usaha, dan anggota masyarakat.
B. Mekanisme Kerja Organisasi
Tingkat Daerah
Pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota melakukan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi di daerah dengan mengacu pada rencana dan program kerja yang disusun oleh Gugus Tugas nasional
Gugus tugas melakukan rapat koordinasi paling sedikit satu kali dalam tiga bulan
Gubernur, Bupati/Walikota melaporkan pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi di daerah kepada ketua Gugus Tugas dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri secara berkala paling sedikit satu kali dalam setahun atau sewaktu- waktu apabila diperlukan.
C. Penyusunan Rencana Kerja Pemangku Kepentingan
Setiap pemangku kepentingan yaitu pemerintah, dunia usaha, lembaga sosial kemasyarakatan, mitra pembangunan menyusun rencana kerja sesuai dengan mekanisme perencanaan dan penganggaran dari pemangku kepentingan.
Pemerintah. Penyusunan rencana kegiatan dan anggaran untuk intervensi gizi Sensitif dan intervensi spesifik, mengikuti mekanisme yang sudah ada, baik APBN maupun APBD. Kegiatan ini juga merupakan bagian dari perencanaan setiap sektor Kementerian/lembaga di pusat dan SKPD di daerah. Koordinasi perencanaan dan penganggaran di Pusat dilakukan oleh Bappenas, sedangkan di daerah dilaksanakan oleh Bappeda. Langkah-langkah dalam menyusun perencanaan dan penganggaran kegiatan gizi spesifik dan sensitif adalah sebagai berikut:
Dunia usaha, lembaga sosial kemasyarakatan, dan mitra pembangunan. Menyusun rencana kegiatan dan penganggarannya sesuai dengan aturan-aturan dan proses yang baku sesuai dengan prosedur masing-masing.
Perencanaan yang disusun oleh stakeholder ditujukan untuk mencapai sasaran yang sudah disepakati bersama.
Agar terjadi harmonisasi perencanaan dan penganggaran antar pemangku kepentingan perlu dilaksanakan pertemuan koordinasi regular sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun dipimpin oleh Gugus Tugas
11. MONITORING DAN EVALUASI
Untuk memantau, menyesuaikan dan mengukur keberhasilan intervensi perlu diterapkan gabungan antara studi evaluasi dan pemantauan rutin. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan dalam penerapan kerangka monev :
1. Monitoring
a. Rancang dan terapkan kerangka pemantauan dengan menggunakan berbagai sumber datermasuk, bilamana tersedia, data pemantauan rutin, untuk identifikasi kekuatan, kelemahan, kesenjangan, isu dan masalah yang dihadapi selama implementasi.
b. Hasil pemantauan (misalnya memantau perubahan dalam praktik atau pengetahuan) dapat dilaksanakan melalui:
i. Survei sentinel di daerah sasaran untuk melihat penerimaan dan kemampuan masyarakat mengingat (recall) pesan-pesan kunci yang disampaikan melalui kampanye media dan kon-seling antar pribadi, serta melihat tren praktik yang ada (misalnya peningkatan jumlah ibu menyusui)
ii. Analisis data survei nasional (misalnya Riskesdas, SDKI) yang lebih bersifat setempat untuk kabupaten/kota prioritas.
iii. Laporan kinerja media massa, pemantauan kegiatan, studi penetrasi, scan media dan studi saturasi dapat dilakukan oleh perusahaan manajemen kinerja media seperti Nielsen tapi analisis seringkali membutuhkan dana dari pihak eksternal.
Monitoring Kegiatan Proses
Indikator proses merupakan indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan proses pelaksanaan Gerakan 1000 HPK. Indikator proses tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :
Tabel 5. Tabel Indikator Proses
Indikator 1: Meningkatkan partisipasi pemangku kepentingan dalam berbagi pengalaman
pelaksanaan
Indikator 2: Terjaminnya kebijakan yang koheren dan adanya kerangka legalitas program
Indikator 3: Menyelaraskan program-program sesuai dengan Kerangka Program
Gerakan 1000 HPK
Indikator 4: Teridentifikasinya sumber-sumber pembiayaan
1.Adanya komitmen tertulis untuk bergabung dalam
Gerakan 1000 HPK Global
1. Direviewnya kebijakan, rencana dan strategi yang ada
1. Teridentifikasinya program-program gizi spesifik dan gizi sensitif
1. Terselesaikannya kerangka pembiayaan spesifik gizi
2.Terbentuknya Gugus Tugas Gerakan 1000 HPK
2. Finalisasi review kebijakan
2. Didiskusikannya kerangka program dan hasil dari Gerakan 1000 HPK yang akan dicapai
2. Dipahaminya sumber- sumber pembiayaan untuk perbaikan gizi antarsektor
3.Berfungsinya Gugus Tugas Gerakan 1000 HPK secara efektif
3. Peraturan dan kebijakan divalidasi dan disetujui
3. Disepakatinya Kerangka Program Gerakan 1000 HPK
dan diidentifikasinya kesenjangan
3. Mobilisasi dan harmonisasi sumber pembiayaan untuk
mendukung kegiatan prioritas
4.Dicapainya komitmen politik tingkat tinggi untuk Gerakan 1000 HPK
4. Dilaksanakannya kebijakan dan berbagai peraturan secara efektif untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat
4. Diatasinya kesenjangan melalui upaya bersama
4. Teriidentifikasinya kesenjangan sumber pembiayaan
Monitoring Kegiatan Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif
Indikator Spesifik
Indikator spesifik untuk menilai pencapaian intervensi gizi spesifik, diuraikan pada tabel berikut.
Tabel 6. Tabel Indikator Spesifik
Kegiatan
Indikator
Ibu Hamil
a. Perlindungan terhadap kekurangan zat besi, asam folat dan kekurangan energi dan protein kronis
% cakupan Suplementasi besi-folat
% cakupan Supplemen ibu dengan zat gizi mikro
% ibu hamil mengkonsumsi energi < 70% AKG)
% Ibu hamil terkespose asap rokok (perokok pasif)
Jumlah inisiasi Menyusui Dini dan ASI Ekslusif termasuk konseling KB
b. Perlindungan terhadap kekurangan Iodium
% ibu mengkonsumsi garam beriodium
c. Perlindungan ibu hamil terhadap malaria
% cakupan ibu hamil mendapat pengobatan malaria
% Kelambu berinsektisida
Ibu Menyusui
ASI Ekslusif
% cakupan Promosi ASI perorangan dan kelompok
% cakupan sasaran ter-ekspos KIE Gizi
Anak Umur 0-23 bulan
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), imunisasi, zat gizi mikro
% Cakupan KIE Pemberian MP-ASI
% cakupan Pemberian MP-ASI anak usia > 6 bulan;
% anak memperoleh akses garam beriodium
% cakupan Management Zinc pada diare
% cakupan Penanganan gizi buruk akut pada anak baduta
% cakupan Suplementasi Vitamin A
% cakupan baduta yang mengkonsumsi sprinkle;
% cakupan Pengobatan kecacingan;
% penurunan prevalensi kecacingan
% cakupan program PKH
% cakupan Pemberian kelambu berinsektisida
% Cakupan imunisasi dasar
Indikator Sensitif
Indikator sensitif untuk menilai pencapaian intervensi gizi sensitif, diuraikan pada tabel berikut
Tabel 7. Tabel Indikator Sensitif
Kegiatan
Indikator
Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi
% cakupan Akses terhadap air bersih
Persentase sanitasi yang layak
% cakupan Cuci tangan dan PHBS;
Ketahanan Pangan dan Gizi
Persentase penduduk dengan konsumsi Kkal
Persentase rumahtangga rawan pangan
tingkat Konsumsi Energi/kapita/hari;
tingkat Konsumsi Protein/kapita/hari;
Keluarga Berencana
Angka pemakaian kontrasepsi/CPR bagi perempuan menikah usia 15 49 tahun
Persentase angka kelahiran
Jaminan Kesehatan Masyarakat
Persentase penduduk yang miskin yang tercakup program kesehatan
Persentase puskesmas yang memebrikan pelayanan kesehatan dasar bagi penduduk miskin
Persentase rumah sakit yang memberikan pelayanan rujukan bagi penduduk miskin
Jaminan Persalinan Dasar
Persentase ibu hami hamil yang mendapatkan penggantian biaya persalinan melalui jampersal
Fortifikasi Pangan
Persentase penduduk yang menikmati produk pangan difortifikasi
Jumlah jenis produk pangan yang difortifikasi
Pendidikan Gizi Masyarakat
Meningkatnya materi KIE untuk sosialisasi dan advokasi
Meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap perilaku hidup bersih dan sehat
Remaja Perempuan
usia menikah pertama anak perempuan
Jumlah remaja yang mengalami kehamilan
Pengentasan Kemiskinan
Menurunnya persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional
Monitoring Hasil
Indikator hasil merupakan indikator yang digunakan untuk menilai dampak pelaksanaan Gerakan 1000 HPK pada akhir tahun 2025. Indikator hasil tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:
Tabel 8. Tabel Indikator Hasil
No
Indikator
1
Menurunkan proporsi anak balita yang stunting sebesar 40 %
2
Menurunkan proporsi anak balilta yang menderita kurus (wasting) kurang dari 5 %.
3
Menurunkan anak yang lahir berat badan rendah sebesar 30 %
4
Tidak ada kenaikan proporsi anak yang mengalami gizi lebih
5
Menurunkan proporsi ibu usia subur yang menderita anemia sebanyak 50 %
6
Meningkatkan prosentase ibu yang memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan paling kurang 50 %
Pelaksana Monev
Tingkat Daerah : Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dikoordinasikan oleh Bappeda
Waktu Pelaksanaan Monev
Monitoring Input dan Proses dilakukan tiap semester (setahun dua kali), sedangkan monitoring output (indikator sensitif dan spesifik) dan hasil akan dilakukan tahunan hingga tiga tahun sekali melalui survey.
2. Evaluasi
a. Untuk melengkapi pemantauan rutin dapat dilakukan evaluasi di tahap awal (baseline), tengah waktu (mid-term) dan tahap akhir (endline) untuk melihat seberapa jauh tujuan kegiatan terca-pai, apa pengaruh dan dampak akhir dari upaya advokasi atau komunikasi tersebut.
b. Pendekatan yang memungkinkan:
i. Survei berulang untuk melihat praktik, perilaku dan perubahan dalam
faktor-faktor penentu.
ii. Studi khusus untuk melihat hubungan antara paparan kepada intervensi (contoh spot me-dia massa, konseling antar pribadi) dan praktik MIYCN (Maternal Infant and Young Child Nutrition).
c. Evaluasi dampak yang rinci dan teliti dapat memakan biaya yang sangat besar dan memerlukan kapasitas teknis yang tinggi. Oleh karena itu, walaupun ideal, opsi ini hanya dapat dipertim-bangkan bilamana sumber daya untuk itu tersedia.
Mekanisme Pelaporan
Bupati/Walikota melaporkan pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi di daerah masing-masing kepada Ketua Gugus Tugas dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Indo, Dicka. 2015. Determinan Kejadian Stunting Pada Anak Balita Usia 12-36 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Randuagung Kabupaten Lumajang. Universitas Jember : Fakultas Kesehatan Masyarakat
The Lancet. 2013. Maternal and Child Nutrition: Executive Summary of the Lancet Maternal and Child Nutrition Series.
The World Bank Indonesia. 2012. Indonesia menghadapi beban ganda malnutrisi. Jakarta: The World Bank Indonesia
USAID. Multi-sectoral Nutrition Strategy 2014-2025 Technical Guidance Brief:
Implementation Guidance for Ending Preventable Maternal and Child
Death. 2014. 1-6.
Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang. 2018. Rencana Strategis Dinas Kesehatan 2018-2023. Lumajang : Dinkes Kabupaten Lumajang https://dinkes.lumajangkab.go.id/uploads/sakip/2__renstra_2018-2023.pdf
RPJMN 2015-2019
http://infopublik.id/kategori/nusantara/332440/pemkab-lumajang-terus-tekan-angka-stunting
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak
Peraturan Presiden No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
Suryani, Yuni. 2018. Mengejar Periode Emas 1000 Hari Pertama Kehidupan Anak. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta http://pps.unj.ac.id/mengejar-periode-emas-1000-hari-pertama-kehidupan-anak/
Millennium Development Goals (https://www.undp.org/content/dam/indonesia/docs/MDG/Let%20Speak%20Out%20for%20MDGs%20-%20ID.pdf)