Monday, October 10, 2022

 TUGAS ADVOKASI GIZI

Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Advokasi Gizi

Yang dibina oleh :

Juin Hadisuyitno, SST, M.Kes








Disusun Oleh :

Nindya Tresna Wiwitan

P17111171005/IIIA








KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN GIZI

PROGRAM SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

MALANG

2020

DAFTAR ISI

Halaman Sampul i

Daftar Isi ii

1. Tugas Ringkasan 1

2. Tugas Soal Vignette 12

3. Tugas Membuat Rancangan Acara Kegiatan 13

Daftar Pustaka 37
































Definisi Advokasi Kebijakan Publik

Adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui berbagai macam bentuk komunikasi atau penetapan sebuah gerakan yang ditentukan oleh pihak yang berwenang untuk membimbing atau mengendalikan perilaku lembaga, masyarakat dan individu.

Bagan A untuk Advokasi Teori JHU (John Hopkins University)


Gambar 1. A Frame for Advocacy

1.Analisis 

2.Strategi 

3.Mobilisasi 

4.Aksi 

5.Evaluasi 

6.Kesinambungan 

Penjelasan Tentang A Frame for Advocacy

Analisis


Gambar 2. Analisis

Yakni yang perlu dianalisis meliputi :

Analisis masalah

Analisis khalayak / sasaran

Analisis program

Dilakukan dengan cara :

Pengumpulan Data

Analisis Data

Kegiatan yang dilakukan dalam mengananalisis :

Identifikasi masalah

Identifikasi kebijakan yang ada

Program program komunikasi yang telah dilaksanakan dalam mendukung kebijakan sehat

Perubahan kebijakan yang diinginkan oleh tingkat tertentu

Stake holder (mitra kerja) yang terkait dengan perubahan kebijakan

Jejaring untuk penentu kebijakan

Sumber daya yang memungkinkan untuk melaksanakan kebijakan sehat

Analisis merupakan 

Langkah awal untuk advokasi yang efektif

Adanya ketersediaan informasi yang akurat dan pemahaman mendalam mengenai permasalahan yang ada 

Pemahaman seputar masyarakat yang terlibat;kebijakan serta keberadaannya;organisasi-organisasi (pemerintah, non pemerintah (LSM, NGO) dan jalur2 pembuat keputusan (birokrasi) 

Menyiapkan Bahan Advokasi antara lain harus :

Sesuai kelompok sasaran

Memuat masalah dan alternative mengatasinya

Meliputi 5W 1H

Memuat peran yang diharapkan dalam solusi masalah

Dikemas menarik, ringkas, jelas, dan mengesankan

Ada data pendukung gambar/bagan

Pertimbangan waktu dan tempat

PERSYARATAN MATERI ADVOKASI 

Dapat dipercaya 

Program yang ditawarkan harus dapat meyakinkan, karena didukung dengan data dari sumber yang dapat dipercaya (al.Hasil Riset/ Penelitian) . Isu atau permasalahan yang diangkat memang ditemukan di lapangan dan penting serta mendesak untuk segera diselesaikan 

Mungkin untuk dilaksanakan 

Program pelayanan secara teknis, politik, maupun ekonomi dimungkinkan atau layak dilaksanakan karena sumber daya yang tersedia mencukupi, tidak akan membawa dampak politis pada masyarakat serta tersedia dana yang memadai untuk mengatasinya. 

Sesuai dengan masalah 

Program yang diajukan paling tidak mencakup dua kriteria yaitu 

(1)Bahwa menyelesaikan masalah akan mensejahterakan masyarakat dan, 

(2)Pengelola program lintas sektor sepakat untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat banyak. 

Harus segera dilaksanakan 

Program yang ditawarkan mempunyai urgensi tinggi karena apabila isu/masalah tidak segera diselesaikan akan menimbulkan masalah yang lebih besar. 

Menjadi prioritas utama 

Program harus mempunyai prioritas tinggi didukung analisis yang cermat dengan argumentasi yang tepat karena sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 

2. Strategi


Gambar 3. Strategi

Yang dilakukan pada tahap strategi antara lain :

Menetapkan prioritas masalah/isu strategis/terkini 

Membuat telaah prioritas masalah (peluang, hambatan, kesempatan, kekuatan)

Membuat proposal (latar belakang, tujuan (smart), sasaran, pesan, cara/saluran komunikasi, rencana kegiatan, rencana monev, rencana biaya) 


Tahapan strategi dibangun berdasarkan tahapan analisis yang mengarahkan, merencanakan dan memfokuskan upaya pada tujuan khusus serta menetapkan pada jalur yang jelas dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan. Selanjutnya pada tahap ini,

Bentuk kelompok kerja untuk mengembangkan strategi dan rencana kegiatan. 

Identifikasi kelompok sasaran utama dan sekunder (kelompok pro, tdk memihak dan saingan/lawan) 

Kembangkan tujuan yang SMART (Spesific, Measurable, Appropriate, Realistic, Timebound) 

Posisikan issue yang ditawarkan kepada pengambil keputusan sbg sesuatu yang unik dan menguntungkan 

Ikuti model perubahan kebijakan yang sesuai 

Identifikasi sumberdaya(bangun kemitraan) 

Sesuaikan posisi untuk mencapai konsensus 

Persiapkan rencana kegiatan dan anggarannya 

Kombinasikan jalur komunikasi yang ada 

Kembangkan indikator antara dan indikator akhir untuk memonitor proses dan evaluasi dampak 

Tentukan nama yang menarik, mudah dimengerti untuk mobilisasi dukungan 

Pesan Advokasi 

Dalam merencanakan / menyusun isi pesan advokasi ada formula singkatan yang mudah diingat yaitu BISSWTS, kepanjangannya adalah:

BISSWTS 

B = Bahasa 

I = Ide / isi pesan 

S = Subyek / sasaran 

S = Sumber pesan yang dipercaya sasaran advokasi 

W = waktu penyampaian pesan advokasi 

T = tempat melakukan advokasi 

S = saluran komunikasi pesan 

atau,



SEEA 

S : STATEMENT / pernyataan sederhana 

E : EVIDENCE / bukti /fakta-faktanya 

E : EXAMPLE / contoh dengan cerita /analogi 

A : ACTION / tindakan aksi

Contoh Issue Strategis

Kalimat yang dibuat harus bersifat persuasif dan memberikan arahan agar menjadi fokus dan prioritas, sehingga peluang tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang akan mendatang akan lebih besar dan lebih pasti.

Contoh :

Issu Strategis : 40% masyarakat  di Kab A tidak menggunakan garam beriodium 

Tujuan umum : Penggunaan garam beriodium di Kab A mencapai 85% di tahun 2019

Tujuan khusus: Meningkatnya cakupan konsumsi garam yodium di tatanan RT dan Sekolah Dasar di Kab A mencapai 85% di tahun 2019 

Contohnya issue-issue strategis yang lain antara lain :

5 dari 10 anak kekurangan gizi vit A/garam beryodium, mengancam kederdasan anak bangsa 

43 juta anak Indonesia usia 0  14 th tinggal dengan Perokok. Merokok menyebabkan kematian karena kanker paru 

SETIAP 2 jam, ibu bersalin meninggal 

Tiap 5 menit seorang bayi meninggal 

Biaya penanggulangan penyakit yang disebabkan rokok memakan biaya 54,1 trilyun rupiah, sedangkan biaya Depkes hanya 2,913 trilyun rupiah/tahun 





3. Mobilisasi


Gambar 4. Mobilisasi


Mobilisasi merupakan Pelaksanaan/Tindakan  dari lobi, seminar, negosiasi, mobilisasi petisi hingga debat selebaran demo. Mobilisasi merupakan salah satu langkah penting dalam proses advokasi. Mobilisasi perlu dilakukan untuk membangun kebersamaan dan sekaligus tekanan kepada pihak-pihak yang tidak/belum mendukung. Mobilisasi ini sangat penting khususnya untuk membuat nilai kepentingan dari berbagai kelompok yang terkait menjadi kompatibel. Mobilisasi selain merupakan suatu tehnik, juga merupakan suatu seni dengan berbagai trick yang bisa dikembangkan melalui pengalaman.


Dalam mobilisasi,

Pembentukan koalisi memperkuat advokasi 

Peristiwa, kegiatan, pesan harus sesuai dgn TUJUAN, kelompok sasaran, kemitraan dan sumber2 yang ada 

Dampak positif bg pembuat kebijakan; partisipasi penuh dari anggt koalisi dan memperkecil reaksi oposisi 

Kembangkan rencana kerja yang sesuai 

Delegasikan tanggung jawab kpd anggota koalisi untuk memonitor setiap peristiwa 

Buat jaringan kerja! 

Organisasikan pelatihan dan praktek advokasi 

Identifikasi , uji dan gabungkan semua data yang mendukung 

Tunjukkan hubungan kepentingan anda dengan minat pembuat kebijakan 

Sajikan info yang singkat, dramatis dan mudah diingat 

Tentukan secara jelas aksi yang akan diadakan dan pentingnya rekomendasi tsb 

Rencanakan dan organisir liputan media 

Secara terus menerus dukung masyarkat lapisan terbawah 

Beberapa jenis kegiatan mobilisasi yang bisa dilakukan 

Memberikan pelatihan/orientasi kepada kelompok pelopor (kelompok yang paling mudah menerima isu yang sedang diadvokasikan).

Mengkonsolidasikan mereka yang telah mengikuti pelatihan/orientasi menjadi kelompok-kelompok pendukung/kader.

Mengembangkan koalisi diantara kelompok-kelompok maupun pribadi-pribadi pendukung.

Mengembangkan jaringan informasi diantara anggota koalisi agar selalu mengetahui dan merasa terlibat (concern) dengan isu yang diadvokasikan.

Melaksanakan kegiatan yang bersifat massal dengan melibatkan sebanyak mungkin anggota koalisi.

Mendayagunakan media massa untuk mengekspose kegiatan koalisi dan sebagai jaringan informasi.

Mendayagunakan berbagai media massa untuk membangun kebersamaan dalam masalah/isu ( menjadikan issu/masalah sebagai masalah bersama). Hal ini cukup efektif bila dilakukan dengan menggunakan TV filler/spot, radio spot atau billboard dan spanduk.


4. Tindakan/Aksi


Gambar 5. Tindakan/Aksi

Mempertahankan kekompakan kegiatan aksi dan semua mitra 

Pengulangan pesan dan penggunaan alat bantu yang kredibel dapat mempertahankan perhatian thd issue yang ada 

Bersikap fleksibel terhadap oposisi 

Laksanakan kegiatan sesuai jadwal 

Tentukan kiat agar koalisi dapat informasi tentang kegiatan aksi 

Jangan takut terhadap kontroversi 

Pertahankan komitmen pembuat kebijakan 

Catat semua keberhasilan dan kegagalan 

Monitor opini publik dan publikasikan semua perubahan yang positif 

Berikan penghargaan terhadap pembuat kebijakan dan para mitra koalisi 

5. Evaluasi


Gambar 6. Evaluasi

    Advokasi gizi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan dukungan pemangku kebijakan. Advokasi ini akan menjadi kegiatan yang menyenangkan dan juga melelahkan, oleh kerena itu penting untuk melihat sejauh mana kegiatan yang sudah dilaksanakan. Inilah sebabnya mengapa evaluasi kegiatan advokasi itu penting. Evaluasi perlu dilakukan baik terhadap proses, out put maupun dampak dari advokasi yang telah dilakukan. Dengan menggunakan Rencana Strategis yang telah disusun akan memudahkan dalam melakukan evaluasi.


Pada tahap ini,

Usaha advokasi harus dievaluasi secara seksama 

Perlu ada monitor secara rutin dan obyektif terhadap apa yang telah dilakukan dan apa yang masih dikerjakan 

Tentukan indikator (indikator perantara dan proses) 

Evaluasi peserta 

Pendokumentasian perubahan yang terjadi berasaskan SMART 

Identifikasi faktor kunci 

Dokumentasi perubahan yang tdk direncanakan 

Sosialisasikan hasil yang telah dicapai 


Aspek dalam proses advokasi yang perlu dievaluasi secara berkala, antara lain:

1. Penilaian terhadap penetapan sasaran

a. Apakah sasaran sudah diklasifikasikan dengan kelompoknya?

b. Apakah masing-masing kelompok sudah terinci secara jelas?

c. Apakah aksi/tindakan yang dilakukan sudah menjangkau semua sasaran?

2. Penilaian terhadap perumusan tujuan

a. Apakah tujuan advokasi sudah dirumuskan dengan jelas?

b. Apakah tujuan juga sudah dirumuskan secara spesifik untuk tiap-tiap 

kelompok?

c. Bagaimana respon tiap kelompok terhadap rumusan tujuan tersebut?

3. Penilaian terhadap isi pesan

a. Apakah isi pesan yang dirumuskan konsisten dengan tujuan?

b. Apakah rumusan isi pesan menggugah/dapat diterima sasaran.

c. Apakah rumusan isi pesan telah menggambarkan perkembangan/ 

peningkatan

4. Penilaian terhadap pemilihan media dan saluran

a. Media dan saluran apa saja yang potensial untuk digunakan?

b. Media dan saluran apa saja yang paling kuat menjangkau kelompok sasaran tertentu?

c. Bagaimana penempatan dari tiap media?

d. Bagaimana penggunaan multi media agar sinergi?

5. Penilaian terhadap pembentukan dan penggalangan kelompok pendukung/koalisi

a. Siapa saja yang potensial untuk dijadikan pelopor dalam pembentukan koalisi?

b. Bagaimana pelatihan/seminar/lokakarya untuk membentuk koalisi?

c. Apakah jumlah anggota koalisi berkembang?

d. Apakah anggota koalisi telah memberikan sumbangan/memainkan peran

sebagaimana yang diharapkan?

6. Intensitas, sekuen dan jadwal kegiatan

a. Apakah intensitas kegiatan telah memadai?

b. Apakah kegiatan telah tersusun dalam jadwal yang sekuen(runtut)?

c. Apakah kegiatan kegiatan telah sinergi satu sama lain?

d. Apakah jadwal kegiatan telah dilaksanakan secara konsisten?


 Tahap penilaian parameter/indikator keberhasilan :

a. software (sk, uu, kesepakatan, surat edaran, instruksi, mou, dll)

b. hardware (meningkatnya dana kesehatan (APBD/APBN, anggaran tiap

program, bantuan peralatan)


Indikator Keberhasilan dari Suatu Advokasi :

Input 

Adanya  bahan informasi yang tepat, dan pelaku yang mampu dan terpercaya

Proses

Adanya kepercayaan/ketertarikan, Adanya kerjasama/keterlibatan, dan adanya Aksi

Output

Adanya dukungan kebijakan dan dukungan sumberdaya

Outcome

Adanya target program tercapai

Pada saat evaluasi, juga dilaksanakan evaluasi pada indikator keberhasilan yaitu antara lain :

Adanya SK, MOU, surat edaran, intruksi, himbauan, fatwa, kesepakatan/kebulatan tekad, naskah kerjasama bidang kesmas.

Adanya peningkatan anggaran untuk kegiatan sikda, sistem pembiayaan, manajemen SDM, P2KT, manajemen strategik dari DPRD dan direalisasikan di APBD tahunan 

Adanya jadwal koordinasi (termasuk pertemuan reguler/teratur), pemantauan & penilaian antar DPRD dan Pemda 

Perubahan kebijakan, pelaksanaan dalam bidang kesehatan masyarakat 

Perbaikan status kesehatan masyarakat (jangka panjang)


6. Kesinambungan


Gambar 7. Kesinambungan

Advokasi adalah proses yang berlangsung terus menerus 

Kesinambungan memperjelas tujuan jangka panjang, mempertahankan fungsi koalisi dan menyesuaikan data argumentasi seiring perubahan yang terjadi 

Evaluasi situasi yang dihasilkan 

Lakukan pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan jika perubahan yang diinginkan terjadi 

Tinjau kembali strategi & kegiatan yang ada jika perubahan kebijakan yang diinginkan tdk terjadi 

Lakukan dengan tekun 


Advokasi adalah suatu bentuk program  komunikasi strategis yang dirancang untuk menghasilkan perubahan nilai dan perilaku. Oleh karena itu proses advokasi seringkali memerlukan waktu yang cukup panjang. Dengan kata lain, advokasi bukanlah bentuk komunikasi tunggal. Tujuan dari waktu ke waktu perlu dirinci dan diperjelas. Demikian pula isi pesan dari waktu ke waktu.









Pilihlah jawaban yang paling benar!

Selama ini, banyak kasus kerja tim advokasi menjadi lemah saat beragumentasi dengan pengambil kebijakan. Hal itu disebabkan karena tidak didukung oleh data dan informasi yang akurat. Itulah sebabnya tim advokasi sering dituduh oleh pihak lawan sebagai provokator, asal ngomong, dan tudingan-tudingan miring lainnya. Bahkan tidak jarang tim advokasi kemudian mendapat gugatan balik dari pihak yang diadvokasi. Banyak lembaga-lembaga non-pemerintah yang lemah dalam menyajikan data pendukung. Oleh sebab itu maka yang harus dilakukan adalah ..

Bekerjasama dengan lembaga-lembaga riset atau perguruan tinggi untuk membantu menunjang data yang diperlukan dalam mendukung kerja-kerja advokasi.

Menggaet media massa yang banyak agar pendukungnya banyak.

Memiliki kenalan pengambil kebijakan agar dipermudah saat mengadvokasi.

Menentukan tim kerja advokasi serta tim pendukung yang cakap dalam berbicara

Bekerjasama dengan orang-orang yang telah berpengalaman mengadvokasi dan pada akhirnya disetujui

ANSWER : A

Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang, ditugaskan untuk melakuan advokasi mengenai masalah gizi yang ada di Kecamatan Tajinan. Langkah pertama yang akan dilakukan mereka adalah mengumpulkan dan menganalisis data terlebih dahulu, lalu menyusun strategi, mobilisasi, melaksanakan aksi, lalu kemudian melaksanakan evaluasi. Dibawah ini yang bukan merupakan aspek yang akan dibahas dalam evaluasi adalah ..

Penilaian terhadap penetapan sasaran

Penilaian terhadap pemilihan media dan saluran

Penilaian terhadap pembentukan dan penggalangan kelompok pendukung/koalisi

Penilian keadaan yang ada 10 tahun yang lalu termasuk program dalam

menanggulanginya pada tahun tersebut

Penilaian terhadap pemilihan media dan saluran

ANSWER : D



ADVOKASI MENGURANGI STUNTING 

DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN GERAKAN PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DALAM RANGKA 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN


1. Latar belakang 

Gerakan Scaling Up Nutrition (SUN Movement)”  merupakan gerakan global di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal PBB. Gerakan ini merupakan respon negara-negara di dunia terhadap kondisi status pangan dan gizi di sebagian besar negara berkembang dan akibat lambat dan tidak meratanya pencapaian sasaran Tujuan Pembangunan Milenium/MDGs (Goal 1). Pencapaian sasaran goal 1 juga berpengaruh terhadap pencapaian goal MDGs lainnya terutama Goal 2, Goal 3, Goal 4, Goal 5, dan Goal 6. Tujuan Global SUN Movement   adalah menurunkan masalah gizi, dengan fokus pada 1000 hari pertama kehidupan (270 hari selama kehamilan dan 730 hari dari kelahiran sampai usia 2 tahun) yaitu pada ibu hamil, ibu menyusui dan anak usia 0-23 bulan. Indikator Global SUN Movement adalah penurunan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), anak balita pendek (stunting), kurus (wasting), gizi kurang ( underweight ), dan gizi lebih (overweight)

Prevalensi Balita Stunting adalah jumlah anak balita pendek selama 1 tahun dibagi dengan Jumlah anak balita yang ditimbang pada waktu yang sama. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal.

Balita pendek adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun 2005, nilai z-scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai z-scorenya kurang dari -3SD.

Untuk memerangi stunting, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi  yang berfokus pada 1000 hari pertama kehidupan, sejalan dengan gerakan SUN (Scaling Up Nutrition) global. Selanjutnya, di tahun 2017 Pemerintah Indonesia meluncurkan Gerakan Nasional Penurunan Stunting. Penurunan stunting pada anak baduta sebesar 28% di tahun 2019 juga merupakan salah satu sasaran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 (Buku II-2-97) yang menetapkan bahwa promosi perubahan perilaku harus menjadi salah satu komponen utama dalam Strategi Percepatan Peningkatan Gizi Masyarakat. Selain itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla, sebagai Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) memperkenalkan konsep lima pilar penanganan stunting. Ini mencakup pelaksanaan suatu kampanye nasional yang berfokus pada pengetahuan, perubahan perilaku, komitmen politik dan akuntabilitas untuk menurunkan prevalensi stunting. Pemerintah Indonesia telah menetapkan 100 kabupaten yang menjadi lokasi prioritas untuk intervensi mulai di tahun 2018, dengan rencana untuk diperluas di 2019  2021.

Pada tahun 2018 prevalensi balita stunting di Kabupaten Lumajang berdasarkan data hasil survei Riskesdas tahun 2018 sebesar 34%. Kondisi tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan target Renstra Dinas Kesehatan, Renstra Dinas Kesehatan Provinsi dan RPJMN. Namun jika dibandingkan dengan hasil survei Riskesdas tahun 2013 prevalensi balita stunting sudah turun sebesar 7.3%, artinya sudah ada penurunan yang signifikan kondisi stunting di Kabupaten Lumajang dalam 5 tahun terakhir (Renstra Dinkes Kabupaten Lumajang, 2018).

Dari 25 Puskesmas yang ada di Kabupaten Lumajang, Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar pada tahun 2018, Kabupaten Lumajang berada di posisi ke 15 dari 38 Kab/Kota di Jawa Timur. Bila dilihat dari segi usia, kejadian stunting banyak terjadi pada kelompok balita usia 12-36 bulan. Kejadian stunting bisa saja terus meningkat apabila faktor-faktor risikonya tidak diperhatikan (infopublik.id)

Berdasarkan data bulan timbang per bulan agustus 2018, prevalensi balita stunting di Kabupaten Lumajang sebesar 6,7% atau 4.810 balita dari sasaran sebesar 71.377 balita. Ada perbedaan yang sangat mendasar pada hasil pelaksanaan Bulan Timbang Tahun 2018 dengan capaian 6,7% dan Riskesdas tahun 2018 dengan capaian 34%. Riskesdas dilakukan metode sampling terhadap sasaran proyeksi balita sedangkan kegiatan bulan timbang dilakukan pada seluruh balita di Kabupaten Lumajang (Renstra Dinkes Kabupaten Lumajang, 2018).

Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis. Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kelahiran). Penyebabnya karena rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, dan buruknya keragaman pangan dansumber protein hewani.

Walaupun berbagai kebijakan pemerintah telah berulang kali menyatakan pentingnya komunikasi dan perubahan perilaku, tapi strategi komunikasi nasional yang terpadu untuk menurunkan stunting hingga kini belum disusun. Alhasil, upaya untuk mendorong penurunan stunting hanya bersifat sporadis, di mana tiap pemangku kepentingan mengembangkan upayanya sendiri yang sering kali tidak konsisten dan kadang bahkan berisi informasi yang tidak akurat. Peran dan tanggung jawab dari berbagai pemangku kepentingan dalam kegiatan komunikasi untuk menurunkan stunting juga tidak jelas, yang menyulitkan upaya koordinasi, proses pengambilan keputusan maupun akuntabilitas.


2. Tujuan Advokasi

a. Tujuan Umum

Mengupayakan solusi masalah stunting agar dicegah ataupun diselesaikan melalui pemberian Penegakan Dan Penerapan Kebijakan Publik Untuk Mengatasi Masalah yakni mengurangi stunting di kabupaten lumajang dengan gerakan percepatan perbaikan gizi dalamrangka 1000 hari pertama kehidupan




b. Tujuan Khusus

- Meningkatkan keyakinan para penentu kebijakan dalam melaksanakan perubahan kebijakan di bidang pangan dan gizi

- Meningkatkan keyakinan bahwa masalah gizi harus dipecahkan bersama

- Adanya komitmen dari penentu kebijakan tentang penanggulangan masalah pangan dan gizi

- Meningkatnya pemanfaatan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) untuk mengelola masalah pangan dan gizi, dalam hal ini stunting di Kabupaten Lumajang

3. Metode Advokasi 

Seminar / presentasi yang di hadiri oleh para pejabat lintas program dan sektoral. Petugas kesehatan menyajikan masalah kesehatan diwilayah kerjanya, lengkap dengan data dan ilustrasi yang menarik, serta rencana program pemecahannya. Kemudian dibahas bersama-sama, yang akhirnya dharapkan memproleh komitmen dan dukungan terhadap program yang akan dilaksanakan tersebut.

4. Isu Strategis 

1 dari 15 Balita di Kabupaten Lumajang mengalami stunting, hal ini mengancam kecerdasan anak bangsa 

Berdasarkan data bulan timbang per bulan agustus 2018, prevalensi balita stunting di Kabupaten Lumajang sebesar 6,7% atau 4.810 balita dari sasaran sebesar 71.377 balita. Ada perbedaan yang sangat mendasar pada hasil pelaksanaan Bulan Timbang Tahun 2018 dengan capaian 6,7% dan Riskesdas tahun 2018 dengan capaian 34%.


Gambar 1. Prevalensi Balita Stunting Kabupaten Lumajang Tahun 2014-2018

(Sumber : Renstra 2018-2023 Kabupaten Lumajang, 2018)

Berdasarkan Grafik Prevalensi Balita Stunting Kabupaten Lumajang Tahun 2014-2018 dapat dilihat bahwa dari tahun 2014 sampai 2018 dapat dilihat bahwa prevalensi stunting di Kabupaten Lumajang terlihat trend cenderung naik namun terjadi penurunan pada tahun 2017. 


5. Isi Pesan

Stunting dapat menjadi ancaman bagi generasi Indonesia di masa depan jika tidak segera dicegah

Cegah Stunting Untuk Mencapai Generasi Masa Depan yang Gemilang dengan Mengoptimalkan Pengasuhan 1000 HPK

1000 Hari Pertama Kehidupan Penentu Ribuan Hari Berikutnya

Cegah Stunting Itu Penting, Cukupi Gizi, Lengkapi Imunisasi dan Sanitasi. 


6. Sasaran Advokasi 

- Unit perencana dan pelaksana di Kementerian dan Lembaga Pemerintahan yang terkait dengan perbaikan gizi masyarakat, 

- Unit perencana dan pelaksana pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Lumajang

- Lembaga Legislatif Kabupaten Lumajang (DPRD Kabupaten Lumajang)

- Pemangku kepentingan lain yang berasal dari lembaga swasta, LSM, organisasi profesi, perguruan tinggi, dan mitra kerja internasional. 


7. Kelompok Pendukung 

a. Kader Posyandu dan Bidan Desa

Garda terdepan yang mendapatkan data hasil diadakannya posyandu dan melaksanakan kegiatan posyandu.

b. Organisasi Profesi Gizi

Merupakan keilmuannya sehingga bisa bekerjasama dan member masukan dalam kerja advokasi

c. Mahasiswa Gizi

Membantu menunjang data yang diperlukan dalam mendukung kerja-kerja advokasi dan merupakan bidang keilmuannya

d. Masyarakat

Merupakan orang yang mengalami suatu keadaan di daerahnya, sehingga untuk adanya program yang lebih baik dengan tujuan yang baik masyarakat akan mendukung agar bisa merasakan dampak yang positif.


8. Media/ saluran pesan

a. Komunikasi Antar Pribadi dan Mobilisasi Masyarakat

Sebagai satu bentuk komunikasi yang paling efektif, komunikasi antar pribadi atau IPC (Interpersonal Communication) melibatkan percakapan tatap muka dan interaksi dengan para ibu atau anggota keluarga. Melalui IPC (Interpersonal Communication), petugas di lini terdepan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai dampak malnutrisi yang dapat menyebabkan stunting, menjelaskan pentingnya asupan gizi yang baik dalam berbagai tahap dari periode 1000 hari pertama, dan memberi saran mengenai cara-cara yang dapat mencegah stunting.

Mobilisasi masyarakat dapat menggerakkan pemuka pendapat setempat untuk mengenali pentingnya asupan gizi yang tepat demi mencegah stunting, sehingga mereka dapat mendukung petugas masyarakat dan mendorong penerapan praktik gizi yang dianjurkan.

b. Komunikasi Massa

Kampanye komunikasi massa (dalam bentuk siaran, publikasi di luar ruang maupun daring/online) yang merinci pentingnya praktik-praktik kunci, bila digabungkan dengan komponen program lainnya, dapat memberi jangkauan dan dampak yang maksimal. Sebagai bentuk komunikasi skala besar yang paling efisien, komunikasi massa diperlukan untuk menjangkau masyarakat. Kampanye meningkatkan kesadaran tentang stunting yang berdiri sendiri tidak akan menghasilkan perubahan perilaku. Saat individu dan masyarakat memahami fakta dasar mengenai dampak malnutrisi serta cara pencegahannya, mereka akan cukup peka untuk mengadopsi perilaku baru, dan belajar keterampilan baru untuk meningkatkan asupan gizi melalui komunikasi antar pribadi dan upaya mobilisasi masyarakat.






9. Rancangan Kegiatan 

No

Kegiatan

Waktu




2020 (bulan)

2021 (bulan)




5

6

7

8

9

10

11

12

1

2

3

4


1

Pembuatan proposal 














2

Pengiriman proposal














3

Review Proposal














4

Audiensi dengn Bupati














5

Round table discucussion dengan Bupati, Kepala SKPD














6

Seminar tentang  Mengurangi Stunting Di Kabupaten Lumajang Dengan Gerakan Percepatan Perbaikan Gizi Dalamrangka 1000 Hari Pertama Kehidupan”














7

Mobilisasi massa: Aksi simpatik mahasiswa














8

Deklarasi Prevalensi stunting di Lumajang harus turun














9

Media advocacy : press release, peliputan kegiatan














10

Media alternatif: pentas seni, pameran














11

Aplikasi hasil advocacy














12

Evaluasi














13

Laporan






















10. Materi Advokasi 

Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis. Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kelahiran). Penyebabnya karena rendahnya akses terhadap makanan bergizi, rendahnya asupan vitamin dan mineral, dan buruknya keragaman pangan dansumber protein hewani.

Faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik terutama pada perilaku dan praktik pemberian makan kepada anak juga menjadi penyebab anak stunting apabila ibu tidak memberikan asupan gizi yang cukup dan baik. Ibu yang masa remajanya kurang nutrisi, bahkan di masa kehamilan, dan laktasi akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tubuh dan otak anak.

Seperti masalah gizi lainnya, kejadian stunting tidak hanya terkait masalah kesehatan, namun juga dipengaruhi berbagai kondisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan seperti keadaan ekonomi keluarga, kondisi lingkungan dan sosial budaya. Untuk menurunkan prevalensi balita stunting masih memerlukan suatu upaya yang optimal dan komprehensif dengan melibatkan lintas sektor dan lintas perangkat daerah di Kabupaten Lumajang. 

Beberapa hal yang akan dilakukan pada tahun 2019 dalam rangka penurunan stunting yaitu Pembentukan Tim Penanggulangan Masalah Stunting dan penyusunan Perbup Penanggulangan Stunting di Kabupaten Lumajang serta Rencana Aksi Daerah dalam rangka Percepatan Penanggulangan Stunting di Kabupaten Lumajang.

Gerakan 1000 HPK bukanlah inisiatif, institusi maupun pembiayaan baru melainkan meningkatkan efektivitas dari inisiatif yang telah ada yaitu meningkatkan koordinasi termasuk dukungan teknis, advokasi tingkat tinggi, dan kemitraan inovatif, dan partisipasi untuk meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan masyarakat, dan pembangunan. Hal ini perlu didukung dengan kepemimpinan nasional dan daerah yang cukup kuat, meningkatkan partisipasi seluruh pemangku kepentingan, bukan hanya dari pemerintah tetapi juga dunia usaha, organisasi profesi dan lembaga kemasyarakatan.

Tiga elemen dari Gerakan 1000 HPK adalah (i) Aksi pada tingkat nasional. Untuk itu diperlukan kepemimpinan yang kuat, berdasarkan atas data epidemiologi gizi, dan kapasitas untuk menangani masalah gizi. (ii) Didasarkan atas bukti yang nyata dan intervensi yang cost-effective. (iii) Pendekatan bersifat multisektor dengan prinsip kemitraan dalam hal jaminan ketahanan pangan, proteksi sosial, kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi, kesetaraan gender, dan tata kelola Pemerintahan yang baik

Advokasi penting dilaksanakan karena walaupun ibu dan keluarga dapat dijangkau melalui sistem kesehatan dan kampanye media massa, hambatan dari segi lingkungan masih tetap ada. Sebagai contoh, para ibu mungkin harus kembali bekerja hanya dalam hitungan minggu setelah bersalin, dan ini menyulitkan upaya pemberian ASI eksklusif. Ibu juga mungkin menerima berbagai pesan yang menyesatkan dari produsen susu formula bayi terkait dengan lemahnya regulasi dalam praktik pemasaran, sehingga ibu memberi bayinya susu formula dan bukan ASI.

Penurunan stunting membutuhkan kerjasama dari berbagai sektor (kesehatan, gizi, pendidikan, WASH (air, sanitasi, kebersihan), pertanian, perlindungan sosial, dll.). Untuk situasi desentralisasi pemerintahan yang berlaku di Indonesia, ini berarti advokasi harus diharmonisasikan di seluruh sektor terkait, di berbagai tingkat pemerintahan, dan berbagai lokasi geografis. Pemerintah pusat dapat menjadi pemimpin dalam memotivasi dan memanfaatkan komitmen dari pimpinan di tingkat sub-nasional dan instansi untuk bertindak.

Laporan global UNICEF di tahun 2018 mengenai Perkembangan Asupan Gizi Ibu dan Anak menyatakan bahwa Indonesia memiliki jumlah anak dengan kasus keterhambatan pertumbuhan terbanyak kelima di dunia. Diperkirakan di Indonesia sekitar 7,8 juta anak di bawah usia lima tahun mengalami terhambat pertumbuhan. Scaling Up Nutrition movement (SUN Movement) merupakan gerakan global memperbaiki gizi bagi perempuan dan anak-anak yang diresmikan PBB tahun 2010. Sebanyak 60 negara di dunia termasuk Indonesia bergabung dalam gerakan ini.

Pemerintah Indonesia telah berkomitmen dan bekerja keras mempercepat perbaikan gizi untuk kehidupan anak-anak generasi penerus bangsa. Komitmen Pemerintah Indonesia telah dinyatakan melalui Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. Fokus utama gerakan ini adalah pemenuhan kebutuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dalam rangka mengurangi angka malnutrisi pada tumbuh kembang anak. Berasaskan prinsip semua orang layak mendapatkan makanan dan gizi yang baik. Mengapa dan bagaimana implementasi program ini? Dan apa catatan pentingnya yang dapat kita ingatkan bagi pemerintah dan kita semua?


Mengapa perlu memperhatikan 1000 hari pertama kehidupan anak?

Pemerintah  Indonesia  meluncurkan Gerakan  1.000  Hari  Pertama  Kehidupan  yang dikenal sebagai 1.000 HPK. Masa 1000 hari pertama kehidupan (HPK),yang bermula sejak saat konsepsi hingga  anak  berusia  dua  tahun,  merupakan  masa paling  kritis  untuk  memperbaiki  perkembangan fisik  dan  kognitif  anak. 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dikenal dengan istilah window of opportunity. Periode emas yang terjadi selama 1000 HPK untuk memperbaiki tumbuh kembang anak secara optimal. 1000 HPK bermula 270 masa kehamilan sejak hari pertama konsepsi lalu terbentuk embrio hingga 730 hari  di usia 2 tahun awal anak. Gangguan yang terjadi selama periode ini akan berdampak pada kelangsungan hidup tumbuh kembang anak yang bersifat permanen. Gangguan ini akan sulit untuk diperbaiki jika usia anak setelah 2 tahun.

Status gizi ibu hamil dan menyusui, status kesehatan dan asupan gizi yang baik selama masa kehamilan hingga tahun pertama kehidupan anak berperan dalam membentuk fungsi otak hingga membantu memperkuat sistem imun. Pemenuhan gizi yang cukup pada anak akan berpengaruh terhadap kualitas kesehatan, intelekual, psikologi, pertumbuhan fisik, keterampilan sosial, dan produktivitas di masa yang akan datang (USAID,2014).

Catatan World Bank menyebutkan bahwa masa 1000 hari pertama kehidupan (HPK), yang  bermula  sejak  saat  konsepsi  hingga  anak berusia  dua  tahun,  merupakan  masa  paling  kritis untuk memperbaiki  perkembangan  fisik  dan kognitif anak. Status gizi ibu hamil dan ibu menyusui, status  kesehatan  dan  asupan  gizi  yang  baik merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik dan kognitif anak, menurunkan risiko  kesakitan  pada  bayi  dan  ibu.  Ibu  hamil dengan  status  gizi  kurang  akan  menyebabkan gangguan  pertumbuhan  janin,  penyebab  utama terjadinya bayi  pendek (stunting)  dan  meningkatkan risiko obesitas  dan  penyakit degeneratif pada masa dewasa (World  Bank,  2012)

Hasil riset yang dikemukakan jurnal medis The Lancet tahun 2013 mengenai Maternal and Child Nutrition menyatakan ibu hamil dengan status gizi kurang baik akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin. Hingga menyebabkan pertumbuhan yang kurang optimal yakni bayi pendek (stunting). Bayi lahir dengan Berat Badan Rendah (BBLR), kurus, kecil, dan imunitas berkurang. Kemudian, anak yang mengalami kekurangan gizi di 1000 HPK akan meningkatkan risiko obesitas, diabetes, jantung, stroke, serta penyakit degeneratif pada masa dewasa, penurunan kemampuan belajar. Hambatan pertumbuhan kognitif dan IQ yang rendah yang menurunkan produktivitas masa dewasa. Meningkatnya risiko drop out dari sekolah. Akibatnya akan melahirkan generasi penerus bangsa yang kurang gizi dan kemiskinan.


Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan

Visi, Misi, dan Sasaran

Visi

Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi untuk memenuhi hak dan berkembangnya potensi ibu dan anak

Misi

Menjamin kerjasama antarberbagai pemangku kepentingan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi setiap ibu dan anak

Menjamin dilakukannya pendidikan gizi secara tepat dan benar untuk meningkatkan kualitas asuhan gizi ibu dan anak


Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai pada akhir tahun 2025 disepakati sebagai berikut :

Menurunkan proporsi anak balita yang stunting sebesar 40 persen

Menurunkan proporsi anak balilta yang menderita kurus (wasting) kurang dari 5 persen.

Menurunkan anak yang lahir berat badan rendah sebesar 30 persen

Tidak ada kenaikan proporsi anak yang mengalami gizi lebih

Menurunkan proporsi ibu usia subur yang menderita anemia sebanyak 50 persen

Meningkatkan prosentase ibu yang memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan paling kurang 50 persen

Hasil yang Diharapkan

Meningkatnya kerjasama multisektor dalam pelaksanaan program gizi sensitif untuk mengatasi kekurangan gizi

Terlaksananya intervensi gizi spesifik yang cost effective, yang merata dan cakupan tinggi, dengan cara:

Memperkuat kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam upaya perbaikan gizi meliputi perencanaan, pelaksanaan dan monitoring

Memperkuat kerjasama pemangku kepentingan untuk menjamin hak dan kesetaraan dalam perumusan strategi dan pelaksanaan

Meningkatkan tanggung jawab para politisi dan pengambil keputusan dalam merumuskan peraturan perundang-undangan untuk mengurangi kekurangan gizi

Meningkatkan tanggung jawab bersama dari setiap pemangku kepentingan untuk mengatasi penyebab dasar dari kekurangan gizi

Berbagai pengalaman berdasarkan bukti

Mobilisasi sumber daya untuk perbaikan gizi baik yang berasal dari pemerintah, dunia usaha, mitra pembangunan dan masyarakat


Pemangku Kepentingan

Dalam Gerakan 1000 HPK ditekankan pentingnya kemitraan dengan berbagai pihak atau pemangku kepentingan untuk mengatasi masalah gizi. Program perbaikan gizi tidak hanya menjadi tanggungjawab dan dilakukan oleh pemerintah, tetapi perlu melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang terdiri dari Kementerian dan Lembaga, dunia usaha, mitra pembangunan internasional, lembaga sosial kemasyarakatan, dan didukung oleh organisasi profesi, perguruan tinggi, serta media.

Pemerintah

Pemerintah berperan sebagai inisiator, fasilitator, dan motivator gerakan 1000 HPK, yang terdiri dari K/L, mitra pembangunan, organisasi masyarakat, dunia usaha dan mitra pembangunan.

Mitra Pembangunan/ Donor

Tugas mitra pembangunan adalah untuk memperkuat kepemilikan nasional dan kepemimpinan, berfokus pada hasil, mengadopsi pendekatan multisektoral, memfokuskan pada efektivitas, mempromosikan akuntabilitas dan memperkuat kolaborasi dan inklusi.

Organisasi Kemasyarakatan

Tugas organisasi kemasyarakatan adalah memperkuat mobilisasi, advokasi, komunikasi, riset dan analisasi kebijakan serta pelaksana pada tingkat masyarakat untuk menangani kekurangan gizi.

Dunia Usaha

Dunia usaha bertugas untuk pengembangan produk, control kualitas, distribusi, riset, pengembangan teknologi informasi, komunikasi, promosi perubahan perilaku untuk hidup sehat.

Mitra Pembangunan/ Organisasi PBB

Mitra pembangunan bertugas untuk memperluas dan mengembangkan kegiatan gizi sensitif dan spesifik melalui harmonisasi keahlian dan bantuan teknis antar mitra pembangunan antara lain UNICEF, WHO, FAO dan IFAD, SCN (Standing Committee on Nutrition).


Jenis Kegiatan : Intervensi Spesifik dan Intervensi Sensitif

Intervensi spesifik

Tindakan atau kegiatan yang dalam perencanaannya ditujukan khusus untuk kelompok 1000 HPK. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan. Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek.


Jenis-jenis intervensi gizi spesifik yang cost efektif adalah sebagai berikut :

Ibu Hamil

Suplementasi besi folat

Pemberian makanan tambahan pada ibu hamil KEK

Penanggulangan kecacingan pada ibu hamil

Pemberian kelambu berinsektisida dan pengobatan bagi ibu hamil yang positif malaria

Kelompok 0  6 Bulan

Promosi menyusui (konseling individu dan kelompok)

Kelompok 7  23 Bulan

Promosi menyusui

KIE perubahan perilaku untuk perbaikan MP  ASI

Suplementasi Zink

Zink untuk manajemen diare

Pemberian Obat Cacing

Fortifikasi besi

Pemberian kelambu berinsektisida dan malaria

Intervensi Sensitif

Berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1000 HPK. Namun apabila direncanakan secara khusus dan terpadu dengan kegiatan spesifik, dampaknya sensitif terhadap keselamatan proses pertumbuhan dan perkembangan 1000 HPK. Dampak kombinasi dari kegiatan spesifik dan sensitif bersifat langgeng (sustainable) dan jangka panjang. Intervensi gizi sensitif meliputi :

Penyediaan air besih dan sanitasi

Ketahanan pangan dan gizi

Keluarga Berencana

Jaminan Kesehatan Masyarakat

Jaminan Persalinan Dasar

Fortifikasi Pangan

Pendidikan gizi masyarakat

Intervensi untuk remaja perempuan

Pengentasan Kemiskinan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan rencana kegiatan-kegiatan yaitu :

Pendataan

Pengadaan

Pelatihan

Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)

Pemantauan

Bimbingan teknis (supervisi)

Regulasi


Kegiatan Utama Tiap Pemangku Kepentingan

Selain kegiatan dalam intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif, dalam rangka meningkatkan kemitraan dan pencapaian target Gerakan 1000 HPK, telah disusun rencana kegiatan utama dari tiap pemangku kepentingan. Kegiatan ini dibagi atas kegiatan jangka pendek (18 bulan) dan jangka menengah (36 bulan). Uraian dari kegiatan utama tersebut adalah sebagai berikut :

Pemerintah

Kegiatan utama pemerintah yang memiliki peran sebagai inisiator, fasilitator, dan motivator meliputi kegiatan dari proses inisiasi dasar-dasar Gerakan 1000 HPK (dasar hukum dan dokumen pendukung) hingga pelaksanaan dan evaluasi Gerakan 1000 HPK. Rincian kegiatan pemerintah diuraikan pada tabel berikut :


Tabel 1. Rencana Kegiatan Utama Pemerintah

No

Jangka Pendek (18 Bulan)

No

Jangka Menengah (36 bulan)


1

Menetapkan Perpres Gerakan 1000 HPK

1

Mobilisasi sumber dana dalam APBN dan APBD, termasuk PPP dan CSR dan mitra pembangunan internasional


2

Menyusun Naskah Akademik

2

Melakukan evaluasi pencapaian tujuan dan sasaran dan pelaksanaan kegiatan


3

Menyusun Kerangka Program SUN

3

Meningkatkan kemitraan dengan mitra pembangunan


4

Menyusun Pedoman Perencanaan Program SUN

4

Meningkatkan kemitraan dengan dunia usaha


5

Sosialiasi Gerakan 1000 HPK tingkat nasional dan di daerah

5

Meningkatkan kemitraan dengan Lembaga Kemasyarakatan


6

Penyusunan kerangka monitoring dan evaluasi

6

Meningkatkan kerjasama dalam rangka sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan kegiatan antar K/L


7

Pertemuan berkala Gugus Tugas Nasional

7

Meningkatkan kerjasama dalam rangka sinkronisasi perencanaan dan

pengganggaran antar Pusat dan Daerah


8

Pertemuan berkala Tim Teknis Gugus Tugas

8

Melakukan replikasi program/model yang terbukti efektif


9

Menyusun laporan berkala tentang kemajuan Gerakan 1000 HPK

9

Advokasi kepada legislatif dan eksekutif




10

Menjaga kesinambungan pelaksanaan Gerakan 1000 HPK




11

Mengintegrasikan Gerakan 1000 HPK pada RPJMN 2015  2019




12

Menyusun laporan tahunan kemajuan Gerakan 1000 HPK kepada Presiden


Mitra pembangunan

Kegiatan utama mitra pembangunan yang meliputi kegiatan dari proses inisiasi dasar-dasar Gerakan 1000 HPK (dasar hukum dan dokumen pendukung) hingga pelaksanaan dan evaluasi Gerakan 1000 HPK. Rincian kegiatan mitra pembangunan diuraikan pada tabel berikut :

Tabel 2. Rencana Kegiatan Utama Mitra pembangunan


No

Jangka Pendek (18 Bulan)


Jangka Menengah (36 bulan)


1

Memperkuat dan memperluas jaringan antarmitra pembangunan,

untuk mendukung Gerakan 1000 HPK

1.

Meningkatkan skala dan kualitas bantuan kepada pemerintah


2

Mendukung gizi sebagai isu prioritas nasional dan daerah

2.

Meningkatkan kerjasama antara mitra

pembangunan untuk menjamin efisiensi bantuan yang diberikan


3

Mendukung intensitas kerjasama antar mitra pembangunan untuk menjamin efisiensi dan efektifitas antarmitra pembangunan

3.

Mendorong kerjasama antarnegara dengan prevalensi kekurangan gizi yang tinggi


4

Bekerjasama dengan pemerintah untuk mengembangkan rencana pembiayaan Gerakan 1000 HPK

4.

Melakukan review sektor pangan dan gizi untuk basis kebijakan RPJMN 2015-2019


5

Memutakhirkan perkiraan biaya untuk intervensi gizi yang bersifat spesifik dan sensitif




6

Memberikan bantuan teknis kepada pemerintah untuk intervensi gizi yang spesifik, gizi sensitif, pertanian dan kesejahteraan soial













Lembaga Sosial Kemasyarakatan

Kegiatan utama Lembaga Sosial Kemasyarakatan yang meliputi kegiatan dari proses inisiasi dasar-dasar Gerakan 1000 HPK (dasar hukum dan dokumen pendukung) hingga pelaksanaan dan evaluasi Gerakan 1000 HPK. Rincian kegiatan Lembaga Sosial Kemasyarakatan diuraikan pada tabel berikut :

Tabel 3. Rencana Kegiatan Utama Lembaga Sosial Kemasyarakatan

No

Jangka Pendek (18 Bulan)


Jangka Menengah (36 bulan)


1.

Memperluas kepersertaan antar

sektor dan kelompok di tingkat nasional dan daerah

1.

Mengintegrasikan Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan ke dalam kegiatan LSK


2

Memperkuat keterkaitan antara LSK dengan pemerintah dengan menggunakan mekanisme yang berlaku

2.

Membantu mengembangkan rencana nasional dan menetapkan sasaran yang ingin dicapai


3

Mengembangkan dan menyetujui prinsip-prinsip mediasi jika tidak terjadi kesepahaman

3

Melakukan evaluasi dan penelitian yang mengaitkan antara gizi dengan gender, ketenagakerjaan, pertanian, pangan,

kesehatan, kemiskinan, jaminan sosial, dan pendidikan


4

Memberikan kontribusi dalam perumusan kerangka program Gerakan 1000 HPK

4

Advokasi ke dunia internasional untuk mendukung Gerakan 1000 HPK


5

Melakukan mobilisasi dalam rangka meningkatkan demand masyarakat

5

Advokasi kepada pemerintah untuk mobilisasi sumberdana yang lebih besar untuk menangani kekurangan gizi


Dunia Usaha

Kegiatan utama Dunia Usaha yang meliputi kegiatan dari proses inisiasi dasar-dasar Gerakan 1000 HPK (dasar hukum dan dokumen pendukung) hingga pelaksanaan dan evaluasi Gerakan 1000 HPK. Rincian kegiatan Dunia Usaha diuraikan pada tabel berikut :

Tabel 4. Rencana Kegiatan Utama Dunia Usaha

No

Jangka Pendek (18 Bulan)


Jangka Menengah (36 bulan)


1.

Memfasilitasi keterlibatan dunia usaha dalam Gerakan 1000 HPK

1.

Bekerja secara nyata untuk mendukung Gerakan 1000 HPK Nasional


2

Memberikan pedoman dan contoh tentang keterlibatan dunia usaha

dalam Gerakan 1000 HPK

2.

Melaksanakan contoh bagaimana pengusaha internasional mendukung

Gerakan 1000 HPK Global


3

Memberikan pedoman dan mediasi bila terjadi ketidaksepahaman dalam kebijakan maupun pelaksanaan

Gerakan 1000 HPK

3.

Meningkatkan peran dunia usaha untuk memperbaiki keadaan gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak baduta melalui penerapan CSR sesuai dengan peraturan yang berlaku


4

Bekerja secara nyata untuk mendukung strategi Gerakan 1000 HPK




5

Tukar menukar pengalaman dalam sistem distribusi pangan dan gizi

termasuk penggunaan teknologi/inovasi




Pembiayaan

Pendanaan bagi pelaksanaan Gerakan 1000 HPK bersumber dari APBN, APBD dan sumber- sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai peraturan perundang-undangan


MEKANISME KERJA

A. Pembentukan Organisasi

Tingkat Daerah

Pemerintah Daerah Provinsi dan kabupaten dan kota membentuk gugus tugas.

Gugus tugas di tingkat daerah menyusun rencana dan program kerja dengan mengacu pada kebijakan nasional.

Anggota gugus tugas daerah terdiri dari Pemerintah, Perguruan Tinggi, Organisasi Profesi, Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi Keagamaan, LSM, pelaku usaha, dan anggota masyarakat.

B. Mekanisme Kerja Organisasi

Tingkat Daerah

Pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota melakukan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi di daerah dengan mengacu pada rencana dan program kerja yang disusun oleh Gugus Tugas nasional

Gugus tugas melakukan rapat koordinasi paling sedikit satu kali dalam tiga bulan

Gubernur, Bupati/Walikota melaporkan pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi di daerah kepada ketua Gugus Tugas dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri secara berkala paling sedikit satu kali dalam setahun atau sewaktu- waktu apabila diperlukan.

C. Penyusunan Rencana Kerja Pemangku Kepentingan

Setiap pemangku kepentingan yaitu pemerintah, dunia usaha, lembaga sosial kemasyarakatan, mitra pembangunan menyusun rencana kerja sesuai dengan mekanisme perencanaan dan penganggaran dari pemangku kepentingan.

Pemerintah. Penyusunan rencana kegiatan dan anggaran untuk intervensi gizi Sensitif dan intervensi spesifik, mengikuti mekanisme yang sudah ada, baik APBN maupun APBD. Kegiatan ini juga merupakan bagian dari perencanaan setiap sektor Kementerian/lembaga di pusat dan SKPD di daerah. Koordinasi perencanaan dan penganggaran di Pusat dilakukan oleh Bappenas, sedangkan di daerah dilaksanakan oleh Bappeda. Langkah-langkah dalam menyusun perencanaan dan penganggaran kegiatan gizi spesifik dan sensitif adalah sebagai berikut:

Dunia usaha, lembaga sosial kemasyarakatan, dan mitra pembangunan. Menyusun rencana kegiatan dan penganggarannya sesuai dengan aturan-aturan dan proses yang baku sesuai dengan prosedur masing-masing.

Perencanaan yang disusun oleh stakeholder ditujukan untuk mencapai sasaran yang sudah disepakati bersama.

Agar terjadi harmonisasi perencanaan dan penganggaran antar pemangku kepentingan perlu dilaksanakan pertemuan koordinasi regular sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun dipimpin oleh Gugus Tugas


11. MONITORING DAN EVALUASI 

Untuk memantau, menyesuaikan dan mengukur keberhasilan intervensi perlu diterapkan gabungan antara studi evaluasi dan pemantauan rutin. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan dalam penerapan kerangka monev :

1. Monitoring

a. Rancang dan terapkan kerangka pemantauan dengan menggunakan berbagai sumber datermasuk, bilamana tersedia, data pemantauan rutin, untuk identifikasi kekuatan, kelemahan, kesenjangan, isu dan masalah yang dihadapi selama implementasi.

b. Hasil pemantauan (misalnya memantau perubahan dalam praktik atau pengetahuan) dapat dilaksanakan melalui: 

i. Survei sentinel di daerah sasaran untuk melihat penerimaan dan kemampuan masyarakat mengingat (recall) pesan-pesan kunci yang disampaikan melalui kampanye media dan kon-seling antar pribadi, serta melihat tren praktik yang ada (misalnya peningkatan jumlah ibu menyusui)

ii. Analisis data survei nasional (misalnya Riskesdas, SDKI) yang lebih bersifat setempat untuk kabupaten/kota prioritas.

iii. Laporan kinerja media massa, pemantauan kegiatan, studi penetrasi, scan media dan studi saturasi dapat dilakukan oleh perusahaan manajemen kinerja media seperti Nielsen tapi analisis seringkali membutuhkan dana dari pihak eksternal.

Monitoring Kegiatan Proses

Indikator proses merupakan indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan proses pelaksanaan Gerakan 1000 HPK. Indikator proses tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :

Tabel 5. Tabel Indikator Proses

Indikator 1: Meningkatkan partisipasi pemangku kepentingan dalam berbagi pengalaman

pelaksanaan

Indikator 2: Terjaminnya kebijakan yang koheren dan adanya kerangka legalitas program

Indikator 3: Menyelaraskan program-program sesuai dengan Kerangka Program

Gerakan 1000 HPK

Indikator 4: Teridentifikasinya sumber-sumber pembiayaan


1.Adanya komitmen tertulis untuk bergabung dalam

Gerakan 1000 HPK Global

1. Direviewnya kebijakan, rencana dan strategi yang ada

1. Teridentifikasinya program-program gizi spesifik dan gizi sensitif

1. Terselesaikannya kerangka pembiayaan spesifik gizi


2.Terbentuknya Gugus Tugas Gerakan 1000 HPK

2. Finalisasi review kebijakan

2. Didiskusikannya kerangka program dan hasil dari Gerakan 1000 HPK yang akan dicapai

2. Dipahaminya sumber- sumber pembiayaan untuk perbaikan gizi antarsektor


3.Berfungsinya Gugus Tugas Gerakan 1000 HPK secara efektif

3. Peraturan dan kebijakan divalidasi dan disetujui

3. Disepakatinya Kerangka Program Gerakan 1000 HPK

dan diidentifikasinya kesenjangan

3. Mobilisasi dan harmonisasi sumber pembiayaan untuk

mendukung kegiatan prioritas


4.Dicapainya komitmen politik tingkat tinggi untuk Gerakan 1000 HPK

4. Dilaksanakannya kebijakan dan berbagai peraturan secara efektif untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat

4. Diatasinya kesenjangan melalui upaya bersama

4. Teriidentifikasinya kesenjangan sumber pembiayaan



Monitoring Kegiatan Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif


Indikator Spesifik

Indikator spesifik untuk menilai pencapaian intervensi gizi spesifik, diuraikan pada tabel berikut.

Tabel 6. Tabel Indikator Spesifik

Kegiatan

Indikator


Ibu Hamil



a. Perlindungan terhadap kekurangan zat besi, asam folat dan kekurangan energi dan protein kronis

% cakupan Suplementasi besi-folat

% cakupan Supplemen ibu dengan zat gizi mikro

% ibu hamil mengkonsumsi energi < 70% AKG)

% Ibu hamil terkespose asap rokok (perokok pasif)

Jumlah inisiasi Menyusui Dini dan ASI Ekslusif termasuk konseling KB



b.   Perlindungan terhadap kekurangan Iodium


% ibu mengkonsumsi garam beriodium



c. Perlindungan ibu hamil terhadap malaria

% cakupan ibu hamil mendapat pengobatan malaria

% Kelambu berinsektisida 


Ibu Menyusui



ASI Ekslusif

% cakupan Promosi ASI perorangan dan kelompok

% cakupan sasaran ter-ekspos KIE Gizi



Anak Umur 0-23 bulan



Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), imunisasi, zat gizi mikro

% Cakupan KIE Pemberian MP-ASI

% cakupan Pemberian MP-ASI anak usia > 6 bulan;

% anak memperoleh akses garam beriodium

% cakupan Management Zinc pada diare

% cakupan Penanganan gizi buruk akut pada anak baduta

% cakupan Suplementasi Vitamin A

% cakupan baduta yang mengkonsumsi sprinkle;

% cakupan Pengobatan kecacingan;

% penurunan prevalensi kecacingan

% cakupan program PKH

% cakupan Pemberian kelambu berinsektisida

% Cakupan imunisasi dasar




Indikator Sensitif

Indikator sensitif untuk menilai pencapaian intervensi gizi sensitif, diuraikan pada tabel berikut

Tabel 7. Tabel Indikator Sensitif

Kegiatan

Indikator



Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi

% cakupan Akses terhadap air bersih

Persentase sanitasi yang layak

% cakupan Cuci tangan dan PHBS;



Ketahanan Pangan dan Gizi

Persentase penduduk dengan konsumsi Kkal

Persentase rumahtangga rawan pangan

tingkat Konsumsi Energi/kapita/hari;

tingkat Konsumsi Protein/kapita/hari;



Keluarga Berencana

Angka pemakaian kontrasepsi/CPR bagi perempuan menikah usia 15  49 tahun

Persentase angka kelahiran



Jaminan Kesehatan Masyarakat

Persentase penduduk yang miskin yang tercakup program kesehatan

Persentase puskesmas yang memebrikan pelayanan kesehatan dasar bagi penduduk miskin

Persentase rumah sakit yang memberikan pelayanan rujukan bagi penduduk miskin



Jaminan Persalinan Dasar

Persentase ibu hami hamil yang mendapatkan penggantian biaya persalinan melalui jampersal



Fortifikasi Pangan

Persentase penduduk yang menikmati produk pangan difortifikasi

Jumlah jenis produk pangan yang difortifikasi



Pendidikan Gizi Masyarakat

Meningkatnya materi KIE untuk sosialisasi dan advokasi

Meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap perilaku hidup bersih dan sehat



Remaja Perempuan

usia menikah pertama anak perempuan

Jumlah remaja yang mengalami kehamilan



Pengentasan Kemiskinan

Menurunnya persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional



Monitoring Hasil

Indikator hasil merupakan indikator yang digunakan untuk menilai dampak pelaksanaan Gerakan 1000 HPK pada akhir tahun 2025. Indikator hasil tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:

Tabel 8. Tabel Indikator Hasil

No

Indikator


1

Menurunkan proporsi anak balita yang stunting sebesar 40 %


2

Menurunkan proporsi anak balilta yang menderita kurus (wasting) kurang dari 5 %.


3

Menurunkan anak yang lahir berat badan rendah sebesar 30 %


4

Tidak ada kenaikan proporsi anak yang mengalami gizi lebih


5

Menurunkan proporsi ibu usia subur yang menderita anemia sebanyak 50 %


6

Meningkatkan prosentase ibu yang memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan paling kurang 50 %



Pelaksana Monev

Tingkat Daerah : Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dikoordinasikan oleh Bappeda


Waktu Pelaksanaan Monev

Monitoring Input dan Proses dilakukan tiap semester (setahun dua kali), sedangkan monitoring output (indikator sensitif dan spesifik) dan hasil akan dilakukan tahunan hingga tiga tahun sekali melalui survey.



2. Evaluasi

a. Untuk melengkapi pemantauan rutin dapat dilakukan evaluasi di tahap awal (baseline), tengah waktu (mid-term) dan tahap akhir (endline) untuk melihat seberapa jauh tujuan kegiatan terca-pai, apa pengaruh dan dampak akhir dari upaya advokasi atau komunikasi tersebut.

b. Pendekatan yang memungkinkan:

i. Survei berulang untuk melihat praktik, perilaku dan perubahan dalam

faktor-faktor penentu. 

ii. Studi khusus untuk melihat hubungan antara paparan kepada intervensi (contoh spot me-dia massa, konseling antar pribadi) dan praktik MIYCN (Maternal Infant and Young Child Nutrition).

c. Evaluasi dampak yang rinci dan teliti dapat memakan biaya yang sangat besar dan memerlukan kapasitas teknis yang tinggi. Oleh karena itu, walaupun ideal, opsi ini hanya dapat dipertim-bangkan bilamana sumber daya untuk itu tersedia.

Mekanisme Pelaporan

Bupati/Walikota melaporkan pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi di daerah masing-masing kepada Ketua Gugus Tugas dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.













DAFTAR PUSTAKA

Indo, Dicka. 2015. Determinan Kejadian Stunting Pada Anak Balita Usia 12-36 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Randuagung Kabupaten Lumajang. Universitas Jember : Fakultas Kesehatan Masyarakat

The Lancet. 2013. Maternal and Child Nutrition: Executive Summary of the Lancet Maternal and Child Nutrition Series. 

The World Bank Indonesia. 2012. Indonesia menghadapi beban ganda malnutrisi. Jakarta: The World Bank Indonesia

USAID. Multi-sectoral Nutrition Strategy 2014-2025 Technical Guidance Brief:

Implementation Guidance for Ending Preventable Maternal and Child

Death. 2014. 1-6.

Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang. 2018. Rencana Strategis Dinas Kesehatan 2018-2023. Lumajang : Dinkes Kabupaten Lumajang https://dinkes.lumajangkab.go.id/uploads/sakip/2__renstra_2018-2023.pdf

RPJMN 2015-2019

http://infopublik.id/kategori/nusantara/332440/pemkab-lumajang-terus-tekan-angka-stunting

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak

Peraturan Presiden No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi 

Suryani, Yuni. 2018. Mengejar Periode Emas 1000 Hari Pertama Kehidupan Anak. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta http://pps.unj.ac.id/mengejar-periode-emas-1000-hari-pertama-kehidupan-anak/

Millennium Development Goals  (https://www.undp.org/content/dam/indonesia/docs/MDG/Let%20Speak%20Out%20for%20MDGs%20-%20ID.pdf)


 TUGAS HUKUM KESEHATAN

Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Kesehatan

Yang dibina oleh :

Sri Endah Noviani, SH., MSc








Disusun Oleh :

Nindya Tresna Wiwitan

P17111171005/IIIA






KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN GIZI

PROGRAM SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

MALANG

2020

Sebutkan pasal 28 H dalam UUD Tahun 1945 dan kaitkan dengan fungsi profesi gizi!

Ayat 1 Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan

Ayat 2 Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

Ayat 3 Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

Ayat 4 Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.


Kaitan dengan fungsi Profesi Gizi dalam penyelenggara kesehatan yakni, ahli gizi sebagaimana isi dari ayat-ayat tersebut termasuk fasilitator rakyat Indonesia dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, ahli gizi mengabdikan diri dalam upaya kesejahteraan dan kecerdasanbangsa, upaya perbaikan gizi, memajukan dan mengembangkan ilmu danteknologi gizi serta ilmu-ilmu yang berkaitan dan meningkatkan pengetahuangizi masyarakat. Sebagai tenaga gizi profesional, seorang ahli gizi dan ahlimadya gizi harus melakukan tugas-tugasnya atas dasar :

1. Kesadaran dan rasa tanggung jawab penuh akan kewajiban terhadap bangsadan negara.

2. Keyakinan penuh bahwa perbaikan gizi merupakan salah satu unsur pentingdalam upaya mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan rakyat.

3. Tekad bulat untuk menyumbangkan tenaga dan pikirannya demi tercapainyamasyarakat adil, makmur dan sehat sentosa.


Selain itu, dalam pelaksanaan tugasnya tenaga gizi harus :

melaksanakan tugas sebaik-baiknya menurut peraturan perundangan yang berlaku dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhan.

Berempati, membela hak dan menghargai tradisi, budaya dan spiritual klien yang saya layani.

Mengabdikan ilmu dan keterampilan saya dengan jujur dan adil sejalan dengan kode etik profesi saya.

Menjaga martabat dan menghormati keluhuran profesi, dan terus menerus mengembangkan ilmu gizi.

Membina kerjasama, keutuhan dan kesetiakawanan dengan teman sejawat dan profesi lainnya dalam melaksanakan tugas.

Tidak akan membeda-bedakan pengikat, kedudukan, keturunan, golongan, suku, bangsa dan agama dalam melaksanakan tugas atas dasar kemanusian.

Tidak akan menginformasikan kepada siapapun segala rahasia yang berhubungan dengan tugas saya,kecuali jika diminta oleh Pengadilan untuk keperluan kesaksian.


2. Di dalam UU No. 36 Tahun 2009 Bab V disebutkan tentang sumberdaya bidang kesehatan. Bagaimana kedudukan sumber daya tenaga gizi dalam UU tersebut?

Nutrisionis adalah seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan kegiatan teknis fungsional di bidang pelayanan gizi, makanan dan dietetik, baik di masyarakat maupun rumah sakit dan unit pelaksana kesehatan lain

Kedudukan sumber daya tenaga gizi dalam UU tersebut adalah

Pelaku tata laksana/ asuhan/pelayanan gizi klinik

Pengelola pelayanan gizi di masyarakat

Pelaku tata laksana/ asuhan/pelayanan gizi rumah sakit

Pengelola sistem penyelenggaraan makanan institusi/masal

Pendidik/Penyuluh/Pelatih/Konsultan Gizi

Pelaksana penelitian gizi

Pelaku pemasaran produk gizi dan kegiatan wirausaha

Berpartisipasi bersama tim kesehatan dan tim lintas sektoral

Pelaku praktek kegizian yang bekerja secara profesional dan etis


3. Jelaskan kewenangan sumber daya manusia profesi gizi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan! (pasal 23 ayat 1)

Pasal 23 ayat 1

Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.


Kewenangan sumber daya profesi gizi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan antara lain :

1. Mengelola proses asuhan gizi terstandar pada individu, kelompok, dan masyarakat, dengan kondisi sehat dan atau kondisi penyakit tanpa komplikasi yang terdiri dari: 

a. Pengkajian gizi. 

b. Menetapkan diagnosa gizi. 

c. Memberikan intervensi gizi meliputi perencanaan, preskripsi diet, implementasi, konseling dan edukasi serta fortifikasi dan suplementasi zat gizi mikro dan makro, koordinasi tim kesehatan.

 d. Melakukan pemantauan dan evaluasi gizi, merujuk kasus gizi dan dokumentasi pelayanan gizi. 

2. Mengelola program gizi masyarakat dengan sasaran individu, kelompok, dan masyarakat serta mengutamakan upaya promotif dan preventif. 

3. Mengelola surveilans gizi pada kelompok, dan masyarakat. 

4. Mengelola penyelenggaraan makanan (food service). 

5. Mengelola program penjaminan mutu dan keamanan makanan dan minuman. 

6. Mengelola edukasi, konseling, dan penyuluhan gizi tentang hubungan makanan, kebugaran dan kesehatan. 

7. Mengembangkan produk gizi dan formula makanan dan minuman. 

8. Melaksanakan advokasi dan pemberdayaan perbaikan gizi masyarakat. 

9. Melakukan penelitian  dan pengembangan terkait produk dan pelayanan gizi. 

10. Melakukan nutripreneurship

 MEDIA ADVOKASI

Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Advokasi Gizi

Yang dibina oleh :

Juin Hadisuyitno, SST, M.Kes








Disusun Oleh :

Nindya Tresna Wiwitan

P17111171005/IIIA








KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN GIZI

PROGRAM SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

MALANG

2020

MEDIA ADVOKASI

Media Tradisional

Pengertian 

Indonesia memiliki beragam suku dan adat istiadat yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh para ketua adat di suatu wilayah atau daerah tertentu. Menurut Suprawoto (2011), Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau, 485 suku bangsa dan 583 bahasa daerah. Fakta ini menunjukkan begitu beragamnya etnis, bahasa, adat istiadat, begitu pula pola komunikasi maupun budaya lokal yang terdapat pada setiap suku bangsa tersebut. Indonesia sangat kaya dengan aneka ragam jenis media tradisional atau media pertunjukan rakyat untuk menyampaikan informasi atau sekadar menghibur.

Menurut Blake dan Haralsen, (Cangara, 2002), media adalah medium yang digunakan untuk menyampaikan sesuatu pesan, di mana medium ini merupakan jalan atau alat dengan suatu pesan berjalan antara komunikator dengan komunikan. Merujuk pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 08 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengembangan Pemberdayaan Lembaga Komunikasi Sosial, media tradisional ialah kelompok pertunjukan rakyat atau kelompok sejenis lainnya yang melakukan kegiatan diseminasi informasi dan penyerapan aspirasi masyarakat. 

Kamus Bahasa Indonesia mengartikan kata tradisional adalah menurut tradisi sedangkan tradisi diartikan sebagai, (a) adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat; (b) penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar (KBBI, 2008: 1.543). Mengacu pada definisi tersebut, media tradisional dapat dimaknai sebagai kesenian tradsional atau seni pertunjunkkan rakyat yang diciptakan dan diwariskan oleh pendahulu. Kasim (2010), mendefinisikan kesenian tradisional sebagai bentuk seni yang bersumber dan berakar dari komunitas pendukungnya. Dalam studi ilmu komunikasi, seni tradisional disebut pula sebagai media tradisional yang sering kali dikontraskan dengan media massa atau media arus utama lainnya yang didukung oleh teknologi komunikasi modern (Nurudin, 2007: 114).




Media tradisional disebut juga sebagai media rakyat. Ranganath mendefinisikan media rakyat sebagai ekspresi hidup tentang gaya hidup dan kebudayaan sebuah masyarakat, yang berkembang selama bertahun-tahun (Rochayat dan Ardiyanto, 2011).

Beberapa keunggulan dari media rakyat atau media tradisional selayaknya membuka mata pemerintah maupun lembaga lainnya, untuk menggunakan dan mengembangkannya secara luas. Alternatif seperti ini merupakan strategi pembangunan yang cerdas, mengingat penguasaan dan penciptaan teknologi masih rendah pada masyarakat kita. Hasil penelitian R.J. Griffin (2003) menemukan bahwa perencana kampanye informasi yang berhubungan dengan isu-isu kompleks masyarakat, secara eksplisit perlu memilih jenis media berbeda atau sesuai, sehingga dapat menjangkau sektor khalayak yang berbeda (Dilla, 2007). Oleh karena itu, dibutuhkan media komunikasi yang tepat dan bersifat dekat dengan masyarakat agar pesan-pesan pembangunan yang ingin disampaikan dapat dengan mudah dimengerti oleh masyarakat.


Sifat  Sifat Media Tradisional

Menurut Ranganath menuturkan bahwa media tradisional itu akrab dengan massa khalayak, kaya akan variasi, dengan segera tersedia, dan biayanya rendah. Ia disenangi baik oleh pria maupun wanita dari berbagai kelompok umur. Secara tradisional media ini dikenal sebagai pembawa tema. Di samping itu, ia memiliki potensi yang besar bagi komunikasi persuasip, komunikasi tatap muka, dan umpan balik yang segera. 

Menurut Rapen menyatakan bahwa media ini secara komparatif murah. Ia tidak perlu diimpor, karena ia merupakan milik komunitas. Di samping itu media ini tidak akan menimbulkan ancaman kolonialisme kebudayaan dan dominasi ideologi asing. Terlebih lagi, kredibitasnya lebih besar karena ia mempertunjukkan kebolehan orang-orang setempat dan membawa pesan-pesan lokal, yang tidak berasal dari pemerintah pusat. Media rakyat ini bersifat egaliter, sehingga dapat menyalurkan pesan-pesan kerakyatan dengan lebih baik daripada surat kabar yang bersifat elit, film, radio dan televisi yang ada sekarang ini.

Sifat-sifat umum media tradisional ini, antara lain ialah mudah diterima, relevan dengan budaya yang ada, menghibur, menggunakan bahasa lokal, memiliki unsur legimitasi, fleksibel, memiliki kemampuan untuk mengulangi pesan-pesan yang dibawanya, komunikasi dua arah, dan sebagainya.

Tema yang biasanya berkembang dalam media rakyat menyangkut ekspresi hidup, keteladanan, simbol-simbol, ritual, cita-cita budaya, dan nilai (baik dan buruk). Dalam tema tersebut disisipkan pesan-pesan atau informasi yang telah dititipkan. Di sini pertunjukan rakyat berfungsi menuntun masyarakat untuk memahami batas baik dan buruk yang mesti dilakukan dan cara melakukannya. Melalui pertunjukkan rakyat segala ide, gagasan, atau inovasi pembangunan, diceritakan dan disesuaikan dengan bentuk media yang ada. Dengan demikian, ide pembangunan dan produk-produk kebudayaan lokal masyarakat dapat saling mengisi (Dilla, 2012).

Oleh karena sifat - sifat di atas, media ini dapat berfungsi sebagai pembawa pesan yang lebih baik daripada media lainnya bagi kesejahteraan seluruh warga masyarakat dalam berbagai aspek pembangunan social, ekonomi, dan budaya. Kesejahteraan ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia di daerah pedesaan secara menyeluruh.

Di pihak lain, Dissanayake (1977) menunjukkan kelebihan media rakyat ini jika dibandingkan dengan media massa yang ada di Negara-negara yang sedang berkembang. Pertama, kredibilitas media tradisional lebih besar, karena ia telah lama dikenal. Media tersebut dapat mengekspresikan kebutuhan, kegembiraan, kesedihan, kemenangan, ataupun kekecewaan masyarakat yang mendalam karena menderita kekalahan. Kedua, para petani menganggap bahwa media massa di negeri mereka bersifat elit, yang hanya melayani kepentingan kelompok yang berkuasa. Media tradisional menggunakan ungkapan-ungkapan dan symbol-simbol yang mudah dipahami oleh rakyat, dan mencapai sebagian dari populasi yang berada di luar jangkauan pengaruh media massa, dan yang menuntut partisipasi aktif dalam proses komunikasi.


Tujuan Penggunaan Media Tradisional

Ada beberapa tujuan penggunaan media rakyat (tradisional), yakni: 

Membangun hubungan kedekatan

Pengikat/perekat transaksi social

Pengakuan/penghargaan identitas diri dan eksistensi budaya

Penyeimbang dominasi media modern, dan 

Menghilangkan pembatas sistem tradisional dan modern. 

Bentuk Media Tradisional 

Bentuk yang biasanya digunakan antara lain :

Teater rakyat. Teater Tradisional Rakyat adalah teater yang lahir dan berkembang di tengah-tengah masyarakat kecil di kampung atau desa. Lahirnya Teater Tradisional Rakyat ini atas dasar kebutuhan masyarakat tersebut akan hiburan dan juga kebutuhan sebagai sarana untuk melakukan upacara-upacara baik upacara agama, maupun adat istiadat. Lambat laun kebutuhan upacara berubah fungsinya menjadi sarana hiburan saja (Durachman, 2009)

Dongeng. Dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi dan dalam banyak hal sering tidak masuk akal (Nurgiantoro, 2005). Pendapat lain mengenai dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi, terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh (Hasan, 2007).

Pantun. Pantun menunjukkan ikatan yang kuat dalam hal struktur kebahasaan atau tipografi atau struktur fisiknya. Struktur tematik atau struktur makna dikemukakan menurut aturan jenis pantun. Ikatan yang memberikan nilai keindahan dalam struktur kebahasaan itu, berupa : (1) jumlah suku kata setiap baris; (2) jumlah baris setiap bait; (3) jumlah bait setiap puisi dan (4) aturan dalam hal rima dan ritma (Waluyo, 2006)

Wayang

Ludruk

Alat bunyi-bunyian (Bedug, gong, kentongan)

Ungkapan rakyat (peribahasa, pameo, pepatah)


Fungsi Media Tradisional

William Boscon (Nurudin, 2004) mengemukakan fungsi-fungsi pokok folklor sebagai media tradisional, yaitu sebagai sistem proyeksi, penguat adat, alat pendidik, dan alat paksaan dan pengendalian sosial. Ciri dari setiap media tradisional adalah partisipasi warga, melalui keterlibatan fisik atau psikis. Media tradisional tidak hanya sebagai obyek hiburan (spectacle) dalam fungsi pragmatis untuk kepentingan sesaat, tetapi dimaksudkan untuk memelihara keberadaan dan identitas suatu masyarakat (Siregar, 2006).

Adapun menurut Kadri, ada dua kategori seni tradisional dalam kaitan fungsi komunikasi sosial. Pertama, seni tradisional yang dapat dijadikan sebagai media penghimpun massa, tetapi tidak berkarakter sebagai penyampai pesan secara langsung. Dalam hal ini penyampaian pesan dilakukan dengan memanfaatkan momentum berkumpulnya orang banyak lalu di situ disampaikan pengumuman. Adapun yang termasuk dalam kategori ini ialah karya seni non drama/teater, seperti musik tradisional, dan berbagai jenis tari. Kedua, seni tradisional yang dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai media komunikasi sosial, yaitu semua seni tradisional yang berbasis drama dan teater sehingga pesan pembangunan dapat disampaikan secara menyatu dengan alur cerita (Kadri, 2011: 33-34).


Dukungan pengembangan pemberdayaan media tradisional juga dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dengan mengeluarkan regulasi yaitu Peraturan Kementerian Komunikasi dan Informasi RI No.17/PER/M.KOMINFO/ 03/2009 tentang Diseminasi Informasi Nasional dan Peraturan Menteri Kominfo RI No. 08/PER/M.KOMINFO/6/2010 tentang Pedoman Pengembangan Pemberdayaan Lembaga Komunikasi Sosial. Kedua peraturan tersebut mengatur mengenai perlunya pemerintah baik pusat maupun daerah untuk melakukan diseminasi melalui media baik media elektronik maupun media lainnya, serta pengembangan dan pemberdayaan lembaga komunikasi sosial yang ada di daerah, salah satunya adalah media pertunjukan rakyat. 

Di Tahun 2012, Kementerian Komunikasi dan Informatika menggunakan media tradisional (pertunjukan rakyat/petunra) sebagai sarana diseminasi informasi isu-isu strategis melalui berbagai media dengan tema-tema utama, sebagai berikut: 


1. Keterbukaan Informasi 

2. Nation Character Building 

3. Anti Korupsi 

4. Penangulangan HIV/AIDS 

5. Penyalagunaan Penggunaan Narkoba 

6. Human Trafficking 

7. Pekan Produk Kreatif Indonesia 

8. Blue Economy 

9. Disaster Risk Reduction 

10. Climate Change 

11. Pembatasan Bahan Bakar 

Minyak 

12. ASEAN Community 

13. Flu Burung, dan 

14. Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN






2. Media Konvensional

Pengertian

Ada banyak ragam dalam menyebut media massa konvensional. Sebagian ahli menamainya media massa arus utama, ada pula yang menggunakan media lama (old media) dan lainnya lebih akrab dengan sebutan media konvensional. Pada esensinya, media konvensional merupakan media yang mengandalkan teknologi cetak (seperti buku, majalah, dan koran), teknologi kimi (film), dan teknologi elektronik seperti televisi, radio, dan perekam suara (Vivian, 2015 : 9-13).

Media masaa konvensional secara umum bertujuan untuk memaksimalisasi khalayak dalam hal isi media (Kennix, 2011 : 19). Artinya, pesan yang sama dapat disampaikan secara meluas dan serempak pada khalayaknya dari berbagai wilayah. Hal ini sesuai dengan karakteristik media konvensional itu sendiri


Bentuk Media Konvensional

Media konvensional secara umum dibedakan lagi menjadi dua yakni media cetak dan media elektronik. Media cetak didefinisikan sebagau media yang proses penyebaran informasinya dilakukan dengan menggunakan teknologi cetak, dan dalam bentuk cetak. Media komunikasi yang termasuk dalam media cetak adalah surat kabar, majalah, dan buku. Bentuk  bentuk media cetak ini, bisa digolongkan lagi menurut eempat kategori yakni binding (cara merekatkan), reguliaritas, isi, dan ketepatan waktu timeliness. Sementara itu, media elektronik adalah media yang menyampaikan dan menyebarkan pesan serta informasinya secara elektronik. Media komunikasi yang termasuk di dalamnya meliputi media penyiaran (radio dan televisi) dan film (Vivian, 2015 : 10-12)


Karakteristik Media Konvensional

Karakteristik yang dimiliki oleh komunikasi media konvensional dengan betuk digital pada era ini ditemukan beberapa perubahan karakteristik. Triangulasi teori yang digunakan dalam penelitian ini memperoleh hasil kajian karakteriristik media massa di era konvengensi media sebagai berikut:

Komunikator Terlembagakan 

Pada era digital banyak sekali ditemukan media massa baru berbentuk online, namun dengan kemudahan untuk menyampaikan informasi, media baru tersebut mesti berbadan hukum karena sebagai dasar legalitas menjadi perusahaan pers. Media massa dalam berbagai bentuk cetak, elektronik dan online wajib menempuh verifikasi faktual dari dewan pers. Hal ini menunjukkan tanggungjawab sebagai perusahaan media pemberi informasi pada publik.

Pesan Bersifat Umum

Komunikannya yang Anonim dan Heterogen

Pada kategori ini, terdapat kolaborasi yang erat antara bentuk media yang konvensional dengan digital. Komunikan pada media konvensional bisa jadi anonim tetapi pada media digital, komunikan selain anonim juga bisa saling mengenal. Karena, media digital membenuk jarigan komunikasi melalui instant messaging untuk penyebarluasan informasi. Biasanya antara khayalak media saling mengenal dalam instant messanging yang khusus dibuat untuk penyebaran informasi sebuah media massa online. Kategori heterogen memang menjadi karakteristik yang menetap antara bentuk digital dan konvensional. Derajat perbedaannya bisa secara demografis, geografis dan psikis

Media Massa Menimbulkan Keserempakan

Pada karakter ini tentu saja terdapat makna bahwa kecepatan informasi yang sampai pada khalayak tergantung dengan bentuk medianya. Jika pada media massa konvensioal, keserampakan terjadi tetapi legih lambat dibandingkan media online. Keserempakan media massa itu adalah keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah

Komunikasi Massa mengutamakan isi daripada hubungan

Komunikasi bersifat satu arah

Stimuli alat indera terbatas

Umpan balik tertunda






3. Media Sosial

Pengertian

Perkembangan teknologi informasi membawa sebuah perubahan dalam masyarakat. Lahirnya media sosial menjadikan pola perilaku masyarakat mengalami pergeseran baik budaya, etikan dan norma yang ada. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dengan berbagai kultur suku, ras dan agama yang beraneka ragam memiliki banyak sekali potensi perubahan sosial. Dari berbagai kalangan dan usia hampir semua masyarakat Indonesia memiliki dan menggunakan media sosial sebagai salah satu sarana guna memperoleh dan menyampaikan informasi ke publik.

Media sosial adalah sebuah media online, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.


Karakteristik Media Sosial

Perkembangan media sosial yang sangat pesat belum dapat menggantikan peran media-media konvensional. Meskipun trend pertumbuhan pengguna media sosial cukup menjadi tekanan bagi media konvensional, namun menurut Ulin peran media konvensional ini belum bisa digeser oleh media sosial karena jangkauannya yang masih terbatas pada segmen tertentu. Ulin menggunakan perumpamaan bahwa semua orang bisa main bola, tapi tidak semua orang bisa menjadi pemain bola profesional. Media sosial unggul dalam hal kecepatan mengakses informasi, namun untuk urusan ketepatan media konvensional masih lebih dipercaya.

Keunggulan media sosial adalah sifatnya yang lebih cair dan lebih komunikatif, dimana konsumen berita bisa mengkonfirmasi kepada produsen berita. Sirkulasi informasi tidak bisa lagi dimonopoli oleh satu pihak. Berita mengenai pembubaran BP Migas adalah salah satu contoh dimana berita itu awalnya sepi di media konvensional, namun ramai dibicarakan di media sosial. Pada akhirnya berita mengenai pembubaran BP migas inipun muncul di media konvensional setelah cukup intens lalu-lalang di media sosial. Disinilah persilangan antara media konvensional dan media sosial. Dia tidak seharusnya dihadapkan saling menegasikan, namun justru disejajarkan saling melengkapi (Adaba, 2012).

Melihat trend media sosial di Indonesia, selama ini memang telah berhasil menjadi alat penekan yang cukup efektif untuk isu-isu tertentu. Namun ada yang perlu dicermati, bahwa keberhasilan peran media sosial selama ini masih terbatas pada isu-isu yang heroik mapun pada peristiwa-peristiwa elektoral seperti pada kasus kemenangan Jokowi dalam Pilgub DKI. Terkait peran media sosial sebagai sarana advokasi kebijakan publik yang efektif, sepertinya masih butuh perjalanan panjang. Hal itu dikarenakan masyarakat pengguna media sosial lebih mudah dipancing dengan isu-isu yang sifatnya eksplosif dan membakar emosi. Sementara untuk advokasi kebijakan publik,  pemanfaatan media sosial akan membutuhkan konsistensi dan waktu yang panjang (Adaba, 2012).


Contoh Penggunaan Media Sosial sebagai Media Advokasi di Indonesia

Di Indonesia, penggunaan internet dan media sosial oleh OMS dalam berbagai kegiatan advokasi juga mengalami peningkatan khususnya dalam 5 tahun terakhir. Beberapa OMS secara sengaja didirikan untuk tujuan advokasi publik berbasis ICT. Sebut saja change.org yang melakukan advokasi publik dengan cara membuat petisi mengenai suatu isu yang disebarkan melalui email untuk kemudian menjadi pembahasan di masyarakat dan ditujukan pada pemangku yang berwenang dan pada akhirnya mengarah pada perubahan kebijakan. Salah satu usaha petisi yang berhasil diusung oleh lembaga ini adalah tentang penghentian penggunaan bom dalam penangkapan ikan di Mentawai. Terkait isu HIV, Indonesia AIDS Coalition (IAC) pada tahun 2010 membuat kampanye melalui akun Twitter ODHAberhaksehat dengan tujuan meningkatkan kepedulian masyarakat luas terkait isu HIV serta penjangkauan dan dukungan bagi ODHA. IAC juga mulai mengembangkan teknologi lain seperti AIDS Digital dan iMonitor yang dapat digunakan untuk meningkatkan dukungan bagi ODHA. Contoh lainnya ada gueberani.com yang menggunakan media sosial seperti Facebook, Twitter dan BBM chat untuk memperluas cakupan program termasuk meningkatkan akses layanan VCT dan kesehatan lainnya


Bentuk  Bentuk Media Sosial

Media sosial teknologi mengambil berbagai bentuk termasuk majalah, forum internet, weblog, blog sosial, microblogging, wiki, podcast, foto atau gambar, video, peringkat dan bookmark sosial. Dengan menerapkan satu set teori-teori dalam bidang media penelitian (kehadiran sosial, media kekayaan) dan proses sosial (self- presentasi, self-disclosure) Kaplan dan Haenlein menciptakan skema klasifikasi untuk berbagai jenis media sosial dalam artikel Horizons Bisnis mereka diterbitkan dalam 2010. Menurut Kaplan dan Haenlein ada enam jenis media sosial:

Proyek Kolaborasi Website mengijinkan usernya untuk dapat mengubah, menambah, ataupun me-remove konten  konten yang ada di website ini. Contohnya : Wikipedia

Blog dan microblog User lebih bebas dalam mengekspresikan sesuatu di blog ini seperti curhat ataupun mengkritik kebijakan pemerintah.

 Contohnya : twitter

Konten Para user dari pengguna website ini saling meng-share konten  konten media, baik seperti video, ebook, gambar, dan lain  lain. 

Contohnya : youtube

Situs jejaring sosial Aplikasi yang mengizinkan user untuk dapat terhubung dengan cara membuat informasi pribadi sehingga dapat terhubung dengan orang lain. Informasi pribadi itu bisa seperti foto  foto. 

Contohnya : facebook

Virtual game world Dunia virtual, dimana mengreplikasikan lingkungan 3D, dimana user bisa muncul dalam bentuk avatar  avatar yang diinginkan serta berinteraksi dengan orang lain selayaknya di dunia nyata. contohnya game online.

Virtual social world Dunia virtual yang dimana penggunanya merasa hidup di dunia virtual, sama seperti virtual game world, berinteraksi dengan yang lain. Namun, Virtual Social World lebih bebas, dan lebih ke arah kehidupan, contohnya second life.







DAFTAR PUSTAKA

Adaba. (2012). Peran Media Sosial dalam Advokasi Kebijakan Publik. http://www.politik.lipi.go.id/kegiatan/711-peran-media-sosial-dalam-advokasi-kebijakan-publik-catatan-diskusi-wwwpolitiklipigoidq-. Diakses pada tanggal 23 Mei 2020

Cangara, H. (2002). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Suprawoto. (2011). Lestarikan Tradisi Kelola Informasi, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Kominfo, Jakarta.

Dilla, S. (2007). Komunikasi Pembangunan: Pendekatan Terpadu. Bandung: Simbiosa. Dilla, S. (2012). Komunikasi Pembangunan. Bandung: Simbiosa

Durachman & Yoyo C. (2009). Teater Tradisional & Teater Baru. Bandung: STSI Press.

Hasan, A. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka’

Nurgiyantoro, B. (2005). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Siregar, A. (2006). Etika Komunikasi. Yogyakarta : Pustaka Book.

Waluyo, H. J. (2006). Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

KATALOG MENU BALITA

  KATALOG A.       Nasi -Nasi merah -Nasi tim - Nasi tim beras merah - Bubur nasi B.       Ayam -Bola-bola ayam kuah -Siomay...