KEKUASAAN KEHAKIMAN
di
INDONESIA
Disusun Oleh :
NINDYA TRESNA WIWITAN / XII MIA 01 / 26
Dinas Pendidikan Kabupaten
Lumajang – Sekolah Unggulan Terpadu (SUT)
SMA NEGERI 2 LUMAJANG
Jalan HOS Cokroaminoto 159
Lumajang (67311)
Sidang
Kasus Kopi Sianida, Tiga Tanda Jessica Sulit Dijerat
Jakarta – Otto
C. Hasibuan selalu mencecar saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum dalam
kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin di Kafe Olivier pada 6 Januari 2016. Upaya
itu dilakukan untuk kliennya, Jessica Kumala Wongso, yang menjadi terdakwa
kasus pembunuhan itu.
“Kami
keberatan karena pemeriksaan terhadap saksi penyidik dibatalkan,” kata Otto
dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu, 3 Agustus 2016.
Dia memprotes karena majelis hakim mengalihkan agenda dari meminta keterangan
penyidik kepolisian menjadi pemeriksaan ahli.
Pada
sidang-sidang sebelumnya, dia meragukan argumen yang disampaikan jaksa penuntut
umum. Bukti-bukti yang dipaparkan penyidik juga dianggap lemah. Berikut ini
sejumlah kelemahan itu.Pertama, soal keberadaan racun sianida di dalam es kopi
Vietnam yang diminum Mirna. Tidak ada saksi yang melihat Jessica meletakkan
racun mematikan itu ke gelas Mirna. Termasuk juga tidak ada di dalam CCTV kafe.
Padahal, dalam KUHAP, yang merupakan alat bukti paling kuat adalah keterangan
saksi. Kedua, tidak ditemukan bekas sianida pada pakaian, badan, atau rumah
Jessica Wongso. Sampai saat ini, polisi belum menemukan celana milik Jessica
yang disebut-sebut dibuang oleh pembantu rumah tangganya. Ketiga, barang bukti
es kopi Vietnam di dalam botol yang dihadirkan pada persidangan ternyata bukan
sisa es kopi yang diminum Wayan Mirna Salihin. Es kopi itu merupakan es kopi
Vietnam pembanding tanpa sianida.
“Bukti jaksa
tidak sah,” ujar Otto Hasibuan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis,
28 Juli 2016. Jaksa, menurut dia, tak pernah menjelaskan botol berisi es kopi
yang dihadirkan dalam sidang itu adalah es kopi sianida atau bukan. “Kalau dia
bilang dia tidak tahu mana pembanding mana yang asli, jadi waktu P21
bagaimana?” Dari situ, Otto juga memandang bahwa barang bukti tersebut berarti
sudah dituangkan ke dalam botol, tapi tak ada berita acaranya. Tim penasihat
hukum pun jadi meragukan barang bukti tersebut adalah es kopi yang membuat Mirna
meninggal.
Otto
mengatakan, jika barang bukti sepenting itu diragukan, hasil Laboratorium
Forensik Mabes Polri yang mengecek kandungan es kopi itu patut diragukan.
“Harusnya tak ada case ini,” tuturnya. Otto mengatakan semua fakta yang
dikeluarkan jaksa penuntut umum lemah. “Karena dakwaan jaksa lemah. Semua itu
tidak ada saksi,” katanya.(tempo.co)
Sumber :
http://www.nkritoday.com/berita/sidang-kasus-kopi-sianida-tiga-tanda-jessica-sulit-dijerat.html
Analisis
Berdasarkan
uraian berita diatas, sidang yang dilakukan Jessica Kumala Wongso sudah
dilakukan berkalikali. Dan mengeluarkan banyak bukti – bukti penguat mulai dari
kopi, pihak pegawai caffe oliver, CCTV, dan lain lain. Dari banyak
penyelenggaraan sidang tersebut hingga didatangkan para ahli – ahli baik dalam
luar negeri maupun luar negeri. Dengan adanya berita diatas, penulis akan
menganalisis dan menitik beratkan fungsi dari lembaga peradilan yang menangani
atas kasus tersebut dengan di sinkronkan mengenai pelaksanaan kekuasaan kehakiman
oleh lembaga-lembaga peradilan nasional. Penulis juga akan membahas mengapa
diadakan sidang hingga berkali – kali? Sampai saat ini sudah 19 kali dilakukan
persidangan. Dan juga mengapa barang bukti penguat tidak cukup satu? Berikut
akan diuraikan.
ð
PELAKSANAAN KEKUASAAN KEHAKIMAN DAN PERADILAN
NASIONAL DI INDONESIA
Ketentuan umum UU No 4 Tahun 2004
tentang kekuasaan kehakiman menegaskan kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan
Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan
keadilan berdasarkan pancasila demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia.
Berdasarkan pasal 1 UU No 4 tahun 2004, kekuasaan kehakiman dilakukan
oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya dalam lingkungan sebagai
berikut:
a.
Peradilan Umum
b.
Peradilan
Agama
c.
Peradilan Militer
d.
Peradilan
Tata Usaha Negara
e.
Oleh sebuah mahkamah konstitusi
Pengadilan sipil, terdiri dari:
1.
Pengadilan Umum
a.
Pengadilan negeri
b.
Pengadilan tinggi
c.
Mahkamah agung
2.
Pengadilan khusus
a.
Pengadilan agama
b.
Pengadilan adat
c.
Pengadilan tata usaha Negara (administrasi
negara)
3.
Pengadilan Militer, terdiri dari:
a.
Pengadilan tentara
b.
Pengadilan tentara tinggi
c.
Mahkamah tentara agung
Berdasarkan makna isi UUD 1945
pasal 24 ayat 2 maka pembagian kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh
lembaga-lembaga antara lain:
a. Peradilan umum
Dalam pasal 2 UU No. 2 tahun 1989
bahwa peradilan umum adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada
umumnya. Rakyat pencari keadilan adalah setiap orang WNI atau bukan. Dalam
pelaksanaannya kekuasaan kehakiman dilingkungan peradilan umum dilaksanakan
oleh:
1.
Pengadilan negeri sebagai pengadilan tingkat
pertama berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kotamadya dengan daerah hukum
meliputi kabupaten dan kotamadya yang bersangkutan. Dikecualikan dari ketentuan
ini adalah pengadilan negeri Jakarta pusat, karena daerah hukumnya selain
wilayah Jakarta pusat juga meliputi
tindak pidana yang dilakukan diluar negeri.
2.
Pengadilan tinggi berkedudukan di ibu kota provinsi
dengan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi yang bersangkutan.
3.
Mahkamah agung sebagai pengadilan Negara
tertinggi, berkedudukan di ibu kota Negara, wilayah hukumnya adalah seluruh
Indonesia.
b. Peradilan agama
Peradilan agama adalah peradilan
bagi orang-orang beragama islam dalam undang-undang no 7 tahun 1989 mengatakan
bahwa peradilan agama adalah lembaga yang berada dibawah departemen Agama yang
bertugas untuk meneyelenggarakan kekuasaan kehakiman guna menegakan hukum dan
keadilan. Yang mempunyai lingkup kewenangan, yaitu :
1.
Peradilan bagi rakyat pencari keadilan yang
beragama islam
2.
Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara
perdata tertentu, yakni dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat, dan hibah
berdasarkan islam, waqaf dan sedekah.
c. Peradilan Militer
Peradilan militer sekarang ini
diatur dalam UU No 31 Tahun 1997 tentag peradilan militer, sebelumnya diatur
dalam UU No 7 Tahun 1946 tenang peradilan tentara. Peradilan militer merupakan
salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang mempunyai kompetensi memeriksa
dan mengadili perkara-perkara pidana yang dilakukan oleh seseorang yang
berstatus sebagai anggota militer atau yang dipersamakan dengan itu. Secara
administrative peradilan militer ada dibawah organisasi militer, jika terjadi
kasus pidana militer maka akan berlaku KUHPM (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Militer), sedang hukum formilnya adalah hukum acara pidana militr dan berlaku
dalam jurisdiksi peradilan militer.
d. Peradilan tata usaha Negara
Dalam pasal 4 Undang-undang No 5
Tahun 1986, peradilan Tata Usaha Negara adalah ssuatu pelaksna kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha Negara.
Sengketa tata usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha
Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata
usaha Negara, baik pusat maupun Negara, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan
Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
e. Mahkamah Agung
Mahkamah agung sebagai lembaga
tinggi Negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman mempunyai fungsi sebagai
berikut :
1.
Dibidang peradilan, MA sebagai puncak peradilan
menangani lima hal yaitu:
a.
Kasasi
b.
Peninjauan kembali
c.
Sengketa wewenang mengadili
d.
Memutus
dalam tingkat pertama dan terakhir semua sengketa yang timbul karena perampasan
kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Indonesia
e.
Melakukan
pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan dalam lingkungan peradilan yang
berada dibawahnya, berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
2.
Fungsi
bidang pengawasan
Melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan dalam lingkungan
peradilan yang berada dibawahnya, berdasarkan undang-undang
3.
Fungsi
bidang pemberian nasihat
Memberikan pertimbangan hukum kepada
presiden dalam permohonan grasi dan rehabilitasi.
4.
Fungsi bidang pengamanan
5.
Fungsi bidang administrasi
6.
Fungsi
bidang tugas dan kewenangan lainnya.
f.
Mahkamah Konstitusi
Menurut UU No 24 tahun 2003 tentang
mahkamah konstitusi, MK merupakan salah satu lembaga Negara yang melakukan
tugas dibidang kekuasaan kehakiman, MK bersifat merdeka dalam menyelenggarakan
peradilan guna menegakan hukum dan peradilan. MK berkedudukandi ibu kota Negara
Indonesia. MK berkewenangan :
1.
Menguji UU erhadap UUD
2.
Memutus sengketa kewenangan lembaga-lembaga
Negara
3.
Memutus
pembubaran partai politik
4.
Memutus
perselisihan tentang hasil pemilu
5.
Memutus
pendapat DPR tentang dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden
tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan atau wakil presiden lagi.
ð
Alasan
diadakannya sidang berkali – kali dan barang bukti yang banyak
Hakim dalam
menjalankan tugasnya dalam menyelesaikan suatu perkara, khususnya perkara
pidana tidak jarang kita temui bahwa untuk menyelesaikan satu perkara tersebut
memerlukan waktu yang cukup panjang, bisa sampai berminggu-minggu atau bahkan
berbulan-bulan dan mungkin bisa sampai satu tahun lamanya baru bisa
terselenggara atau selesainya satu perkara di pengadilan.
Sejalan dengan
tugas hakim seperti dijelaskan diatas yakni kemampuan untuk menumbuhkan
putusan-putusan atau yang dapat diterima masyarakat. Apalagi terhadap
penjatuhan putusan bebas yang memang banyak memerlukan argumentasi konkrit dan
pasti, kiranya pantaslah status hakim sebagaimana ditentukan Pasal 1
Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman bahwa
kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelanggarakan
negara hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara
hukum dan keadilan berdasarkan hukum Indonesia.
Ada beberapa kepentingan dalam
mencapai tujuan lewat penjatuhan putusan bebas di antaranya adalah:
1.
Untuk Tujuan Penegakan Hukum Dan Keadilan
Maksud tujuan putusan bebas di dalam penegakan hukum
dan keadilan hal ini tidak terlepas dalam penerapan hukum atas
ketentuan-ketentuan peradilan itu sendiri. Seperti diketahui bahwa fungsi hukum
dalam sistem peradilan adalah mencapai kebenaran, oleh sebab itulah jika memang
seseorang berdasarkan pembuktian di hadapan sidang tidak bersalah harus
dinyatakan dan dipulihkan kembali haknya lewat pembebasannya dari segala
dakwaan yang dituduhkan atas dirinya, atau dengan pengertian lain hukum tidak
bisa dipaksakan untukmenghukumnya, bilamana berdasarkan faktanya secara jelas
memeng tidak ada kesalahannya.
2.
Perlindungan atas hak asasi manusia.
Bahwa sekalipun tujuan uatma penegakan hukum
mempertahankan dan melindungi kepentingan masyarakat, kiranya penegakan hukum
tidak boleh sampai mengorbankan hak terdakwa, melainkan harus mampu meletakkan
asas keseimbangan yang telah digariskan oleh Undang-undang sehingga antara
kedua kepentingan harus dapat ditegakkan keberadaannya. Maka agar para terdakwa
apalagi masyarakat benar-benar merasa diperlakukan secara adil, maka hendaknya
dengan keputusan hakim inilah dibuktikan. Apalagi kaitannya dengan penjatuhan
putusan bebas dari segala dakwaan jaksa hal ini menunjukkan bahwa siterdakwa
telah diadili sebagaimana mestinya menurut Undang-undang.
Faktor-faktor yang menyebabkan atau
menimbulkan kesulitan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan khususnya putusan
bebas demi hukum yang bersumber dari pembela yang terbuka terhadap hal-hal yang
sudah diketahuinya, hal ini dilatarbelakangi adanya keingginan dari sipembela
agar orang yang dibelanya atau kliennya bisa menang dalam perkara yang
dihadapi.
ð
Faktor berikut yang juga merupakan kesulitan
sekaligus sering dijumpai seorang dalam menjatuhkan putusan bebas demi hukum
adalah bersumber dari saksi, kesulitan yang dijumpai oleh hakim yang bersumber
dari saksi ini ada beberapa cara yang dilakukannya, yaitu adanya saksi yang
memberikan penjelasan yang berbelit-belit yang dapat menyulitkan hakim dalam
mengambil kesimpulan dari penjelasan para aksi tersebut yang pada akhirnya
dapat menghambat jalannya proses persidangan untuk mencari kebenaran dan
keadilan.
Saksi yang memberikan keterangan yang
berbelit-belit disebabkan beberapa hal, yaitu adanya rasa takut memberikan
keterangan yang sebenarnya karena saksi tidak menginginkan dengan memberi kesaksian
terjadi efek negtif terhadap dirinya di belakang hari, serta para saksi kurang
menyadari fungsi kesaksian tersebut dengan maksud bahwa tanpa adanya bantuan
para saksi permasalahan atau menetapkan suatu keputusan.
Hal ini merupakan permasalahan yang bersumber
dari saksi yang dapat menyulitkan hakim dalam persidangan. Kesulitan lain yang
bersumber dari saksi yaitu adanya keterangan saksi yang berbeda dengan
keterangan dalam berita acara, di mana pada waktu proses pemeriksaan sisaksi
memberikan keterangan yang berbeda jadi ada kecondongan sisaksi tidak mengakui
penjelasan yang diberinya di luar persidangan.
ð
Menurut peraturan yang berlaku seorang terdakwa
sebelum memberikan penjelasan di muka persidangan oleh petugas penyidik untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada si terdakwa dan seluruh jawaban yagn
diberikan si terdakwa dicatat dan dimasukkan kedalam berita acara penyidikan,
setelah itu baru berita acara tesebut dibawa ke depan persidangan dan didalam
hal ini terjadi perbedaan penjelasan waktu siterdakwa diperiksa di luar dengan
didalam persidangan, jadi dengan demikian siterdakwa yang memberikan penjelasan
atau keterangan kepada hakim yang berbelit-belit atau tidak sesusai dengan
berita acara pemeriksaan hal ini dapat menyulitkan bagi seseorang hakim untuk
menentukan putusan khususnya putusan bebas demi hukum.
ð
Hakim sebagai orang yang menjalankan hukum
berdasarkan demi keadilan di dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara yang
ditanganinya tetap berlandaskan aturan yang berlaku dalam undang-undang dan
memakai pertimbangan berdasarkan data-data uang autentik serta para saksi yang
dapat dipercaya. Tugas hakim tersebut dalam mempertimbangkan untuk menjatuhkan
suatu putusan bebas dapat dilihat dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang
menyatakan: “jika pengadilan bar pendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di
sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak
terbukti secara sah dan menyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.[2]
ð
Hal yang tergambar dalam Pasal di atas
juga termasuk dalam ruang lingkup putusan setelah adanya bukti perbuatan yang
didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan itu adalah
tidak cukup bukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan
menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.
ð
ð
Mengenai alat bukti yang dipergunakan sebagai
bahan pertimbangan hakim, menurut KUHAP harus ada alat-alat bukti yang sah, di
mana alat bukti tersebut berupa keterangan ahli, surat, petujuk dan keterangan
terdakwa seperti hal ini bertujuan untuk mendapat keyakinan hakim bahwa suatu
tindak pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.
ð
Hal ini bertujuan untuk menguatkan dakwaan
terhadap terdakwa telah memenuhi unsur dari tindak pidana yang didakwakan
kepada terdakwa adalah sudah cukup bagi hakim untuk menjatuhkan suatu pidana.
Karena hal ini sesuai dengan alat bukti yang ditentukan dalam KUHAP yakni suatu
tindak pidana itu benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa telah bersalah
melakukan tindak pidana tersebut.
ð
Dakwaan yang tidak dapat lagi dijadikan sebagai
pedoman akhirnya mengakibatkan terdakwa menjadi kabur dapat mengakibatkan
keyakinan hakim dalam mempertimbangka alat bukti semakin berkurang sehingga
pada akhirnya persidangan tidak dapat lagi dilanjutkan atau hakim akan mengambil
putusan bebas demi hukum.
ð
Keterangan saksi dalam persidangan juga dapat
mempengaruhi keyakinan hakim dalam mempertimbangkan bukti-bukti itu yang
diterima apabila keterangan yang diberikan saksi dalam persidangan hanya
dibuat-buat menurut terkaan atau pemikiran saja atau keterangan dari saksi
disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain seperti dijelaskan dalam Pasal
185 KUHAP, dimana ruang lingkup pidana seseorang melapor, memberitahu kan
kepada pejabat kepolisian negara serta mengatakan bahwa dirinya melihat si A
melakukan pembongkaran.
ð
Namun setelah laporan diterima oleh peyidik
mereka tidak boleh gegabah menangkap si A dan menghukumnya tanpa alasan yang
sah, sebab satu saksi bukanlah saksi. Dari penjabaran ini terkandung suatu arti
yang sangat penting baik untuk diperhatikan oleh penyidik, jaksa penuntut umum
maupun hakim dan penasihat hukum bahwa di dalam praktek juga sering di sebut
secara singkat dengan perkataan satu saksi bukanlah saksi atau unus testis
nullus testis.