Patofisologi
alergi makanan diduga berkaintan dengan teori yang disebut “hipotesis hygiene”.
Hipotesis patofisiologi ini menyatakan bahwa semakin bersih lingkungan hidup
seseorang, semakin rentan pula mengalami alergi. Hal ini disebabkan oleh
minimnya paparan terhadap parasit, flora lambung, dan agen infeksi lainnya.
Meskipun demikian, penelitian yang membuktikan hubungan antara hipotesis ini
dan alergi makanan masih minimal.
Alergi
makanan dibedakan menjadi dua, yaitu reaksi yang dimediasi IgE
(hipersensitifitas tipe I) dan reaksi yang tidak dimediasi IgE. Selain itu,
terdapat tipe campuran yang melibatkan IgE dan sel T. Alergi makanan yang
dimediasi oleh IgE memiliki onset gejala yang cepat, sementara yang tidak
dimediasi IgE lebih lambat. Alergi makanan yang dimediasi IgE juga dapat
menimbulkan reaksi anafilaksis.
1.
Alergi Makanan Yang
Dimediasi Ig E
Protein
atau peptida dari makanan masuk ke dalam tubuh melalui kulit, saluran
pencernaan, atau pernapasan. Antigen tersebut kemudian diproses dan
dipresentasikan oleh antigen presenting cell (APC) ke major histocompatibility
complex (MHC). Selanjutnya, MHC akan mengaktifkan sel B untuk menghasilkan IgE
yang spesifik terhadap antigen tersebut. IgE akan bersikulasi dan menempel pada
reseptornya di permukaan sel mast dan basofil.
Eksposur
terhadap antigen berikutnya akan dikenali oleh IgE. Kemudian terjadi pelepasan
histamin dan triptase. Mediator lain yang turut terlibat adalah prostaglandin,
leukotrien, dan kemokin, Mediator-mediator inilah yang menyebabkan
vasodilatasi, sekresi mukosa, kontraksi otot polos, dan respons inflamasi lainnya.
2.
Alergi Makanan Yang
Tidak Dimediasi IgE
Mekanisme alergi makanan yang tidak
dimediasi IgE masih belum jelas. Diperkirakan sel imun lainnya (sel T) terlibat
dalam proses ini. Gejala yang muncul biasanya bersifat subakut atau kronik.
Kasus 1.
:
Nn.F usia 20 th memiliki TB:155,3 cm, BB: 52,2
kg adalah seorang mahasiswi di sebuah perguruan
tinggi negeri di Kota Malang. Kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari ada berkuliah
dari hari senin sampai kamis. Nn. F sering berjalan untuk ke kampus, dengan
jarak dari kos ke kampus kurang lebih 1 km. Pada akhir pekan biasanya olah
raga, yaitu mengikuti senam dan lari pagi. Nn. F sedang ingin menurunkan berat
badan, oleh karena itu frekuensi makannya dalam sehari hanya 1-2 kali,
terkadang tidak makan nasi. Belakangan ini sering mengonsumsi minuman sereal,
jarang mengonsumsi buah, seminggu sekali minum jus. Nn. F tidak suka sawi hijau
dan daging kambing, serta berpantangan makan terong ungu. Nn. F juga memiliki alergi terhadap udang.
Kasus 2:
Nn.L usia 20th memiliki TB: 161,4 cm, BB: 58,3 kg, memiliki lingkar pinggang 69 cm, ia adalah seorang mahasiswi
salah satu perguruan tinggi negeri di Malang. Ia selalu membiasakan sarapan sebelum
kuliah dan cukup mengonsumsi air putih. Setelah kuliah mulai pukul 7.30—15.00,
biasanya ia mengerjakan tugas hingga malam. Ia mempunyai kebiasaan sering
mengonsumsi makanan-makanan yang pedas, pengolahan makanan yang paling sering
adalah digoreng. Serta mengonsumsi buah 2 kali dalam seminggu. Ia sangat
menyukai ayam goreng, dan menghindari makan makanan
kelompok sea food karena sering merasa gatal.
Kasus 3:
Nn. C berusia 20 tahun dengan TB 154,4 cm, dan berat badan 46,1 kg
adalah seorang mahasiswa dari perguruan tinggi di kota Malang. Nn. C anak
wanita perama dari dua bersaudara. Nn. C berasal dari kota Malang. Ayah dari
Nn. C memiliki riwayat hipertensi dan ibu Nn. C memiliki riwayat penyakit DM.
kegiatan dari Nn. C adalah berkuliah dari hari senin hingga jumat. Setiap
minggu dua kali ia sering melakukan olahraga yaitu senam, jika tidak sempat
berolahraga biasanya diganti dengan yoga kurang lebih sekitar 10menit. Nn. C
memiliki alergi terhadap ikan tongkol dan ikan pindang.
Kasus 4:
Seorang wanita bernama Nn. H, salah satu
mahasiswa
perguruan
tinggi
Politeknik
Kesehatan
Kemenkes Malang jurusan Gizi memiliki berat badan 44.7 kg
dan tinggi badan 151 cm. Di umurnya yang sudah menginjak angka 20 tahun ini, ia memiliki keluhan badannya terasa berat berhari-hari sehingga ia memutuskan untuk datang dan konsultasi kepada ahli gizi di salah satu puskesmas di dekat rumahnya. Saat konsultasi, ahli gizi tersebut memeriksa bahwa IMT Nn. H tersebut adalah 19,6 dimana ia memiliki berat badan normal. Saat
diperiksa dengan menggunakan alat body composition, lingkar pinggang (WC)
sebesar 59,5 cm (normal), lingkarpanggul (HC) 82 cm, sehingga umur dalam tubuhnya seperti orang berusia 18 tahun. Setelah ditelusuri penyebabnya, ternyata ia kurang melakukan aktivitas fisik. Ia tinggal di kos yang jaraknya 10 menit dari kampus menggunakan sepeda motor. Di kos ia juga kurang melakukan olahraga, setelah makan biasanya ia kembali ke kamar lagi untuk melakukan aktifitas rutinnya yaitu mengerjakan tugas. Ia sangat sibuk untuk dapat melakukan olahraga rutin, sehingga waktu yang digunakan untuk olahraga tersita. Sehari-hari di kos ia selalu makan nasi sekitar 1
centong.Ia mengonsumsi sayur½ gelas belimbing seperti wortel, brokoli, kol
kembang, sawi daging, sawi putih.Untuk lauk hewani dan nabati yang
sering ia konsumsi adalah ayam, daging, tempe, tahu.
Ia memiliki riwayat alergi seafood
seperti udang, kepiting dan cumi, biasanya efek yang ditimbulkan yaitu gatal-gatal di wajah.
Kasus 5:
Nn. C berusia 20 tahun dengan TB 154,4 cm, dan berat
badan 46,1 kg merupakan seorang
mahasiswa di salah satu perguruan tinggi, kota Malang. Nn. C adalah anak pertama dari dua bersaudara. Nn. C berasal
dari kota Malang. Ayah dari Nn. C memiliki riwayat hipertensi dan ibu Nn. C
memiliki riwayat penyakit DM. kegiatan Nn. C adalah sebagai mahasiswi aktif
hari senin hingga jumat. Setiap dua minggu sekali ia sering melakukan olahraga
yaitu senam, jika tidak sempat berolahraga biasanya diganti dengan yoga kurang
lebih sekitar 10 menit.
Kebiasaan makan Nn. C
yaitu menkonsumsi nasi 2-3x/hari dengan 2 centong nasi yaitu 200g. Lauk
hewani dan nabati yang dikonsumsi yaitu ayam goreng 1 potong 50 gram, daging
sapi 50 gram, udang ukurang sedang 50 gram, telur 1 butir 50 gram, dan tempe
goreng 1 potong 50 gram. Sayur yang biasa dikonsumsi yaitu wortel, kacang
pancang, dan bunga kol. Nn.C alergi terhadap ikan tongkol dan ikan pindang.
Kasus 6:
Nn. A adalah seorang mahasisiwi di salah satu PTN
terkenal di Kota Malang. Nn. A berusia 20 tahun memiliki BB 42,9 Kg dan TB 155
Cm. Usianya 20 tahun. Selama dimalang dia tinggal di Kos. Aktivitas
sehari-harinya kadang – kadang memasak, kuliah, mencuci baju, membersihkan
kamar tidur dan biasa berolahraga 1 kali seminggu. Nn A biasa tidur pukul 22.00
dan bangun pagi pukul 04.30. Kebiasaan makan Nn. A adalah 3x sehari. Nn A
memiliki alergi terhadap makanan tertentu yang berprotein tinggi yaitu seafood
dan memiliki riwayat penyakit flu dan batuk. Makanan yang biasa dikonsumsi :
Makanan Pokok : Nasi, Roti Tawar
Lauk hewani : Ayam, Ikan Lele
Lauk Nabati : Tahu dan tempe goreng.
Sayur : bayam, wortel,
kangkung, sawi, buncis.
Buah : Apel, pepaya, dan
pisang
Lain : Biskuit, jamur,
bakso, nugget, sosis.
Kasus
7:
Nn.F usia 20 th memiliki TB:155,3 cm, BB: 52,2
kg adalah seorang mahasiswi di sebuah perguruan
tinggi negeri di Kota Malang. Kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari ada
berkuliah dari hari senin sampai kamis. Nn. F sering berjalan untuk ke kampus,
dengan jarak dari kos ke kampus kurang lebih 1 km. Pada akhir pekan biasanya
olah raga, yaitu mengikuti senam dan lari pagi. Nn. F sedang ingin menurunkan
berat badan, oleh karena itu frekuensi makannya dalam sehari hanya 1-2 kali,
terkadang tidak makan nasi. Belakangan ini sering mengonsumsi minuman sereal,
jarang mengonsumsi buah, seminggu sekali minum jus. Nn. F tidak suka sawi hijau
dan daging kambing, serta berpantangan makan terong ungu.
No comments:
Post a Comment