PERBEDAAN KORUPSI, SUAP, DAN GRATIFIKASI
Pada prinsipnya setiap
perbuatan hukum memiliki akibat hukum (hak dan kewajiban) sehingga atas apa
yang telah kita lakukan merupakan bagian peranan kita atas tanggung jawab
pekerjaan yang akan berdampak pada kelangsungan dan stabilitas perusahaan, baik
dari segi compliance, benefit, dan brand image. Kesemuanya merupakan instrumen
penting untuk dipelihara dan dijaga kelangsungannya dari setiap tindakan yang
akan menimbulkan kerugian ataupun dispute dikemudian hari.
Untuk itu dari Legal Team mencoba merangkum sedikit peng-klasifikasian mengenai apa
saja perbedaan antara korupsi, gratifikasi, dan suap berdasarkan aturan main
yang ada di Negara Republik Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang ada. Berikut ini kami uraikan dalam bentuk tabel :
No |
Item |
Korupsi |
Gratifikasi |
Suap |
1. |
Aturan |
1. Undang-Undang No. 8 Tahun
1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana 2. Undang-Undang No. 28
Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negera yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme 3. Undang-Undang No. 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 4. Peraturan Pemerintah No
71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan
Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi 5. Undang-Undang No. 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 6. Undang-Undang No. 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 7. Undang-Undang No. 8 Tahun
2010 Tindak Pidana Pencucian Uang 8. Peraturan Pemerintah No.
63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK 9. Undang-Undangn No. 46
Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi 10. Peraturan Pemerintah No.
103 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2005
Tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK 11. Undang-Undang No. 6 Tahun
2011 tentang Keimigrasian |
1. Undang-undang No. 20
Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta diatur pula dalam Undang-Undang No.
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (“UU Pemberantasan
Tipikor”) 2. Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang
Berasal Dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi. |
1. Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73) 2. Undang-Undang No. 11
Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap (“UU 11/1980”) 3. Undang-Undang No. 20
Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi serta diatur pula dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi (“UU Pemberantasan Tipikor”) |
2. |
Definisi |
·
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No.20 Tahun 2001
menyebutkan bahwa pengertian korupsi mencakup perbuatan à |
Dalam penjelasan Pasal 12B Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
jo. Undang-Undang No.20 Tahun 2001
à makna Pemberian dalam arti luas, yakni
meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa
bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan
cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di
dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan
sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik () |
Dalam penjelasan Pasal 3 Undang-Undang No. 11 Tahun 1980 à Barangsiapa menerima sesuatu atau
janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian
sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau
kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap
dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda
sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah) . |
3. |
Sanksi |
Pasal 2 : dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 3 : dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) |
Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling
sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (Pasal 12B ayat [2] UU Pembe |
UU 11/1980: Pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda
sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah) (Pasal 3 UU
3/1980). KUHP: pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah (Pasal 149) UU Pemberantasan Tipikor: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang
memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya(Pasal 11
UU Pemberantasan Tipikor). |
4. |
Bentuk |
1.
Merugikan keuangan/perekonomian negara
(pasal 3) 2.
Kelompok delik penyuapan (pasal 5,6, dan 11) 3.
Kelompok delik penggelapan dalam jabatan (pasal
8, 9, dan 10) 4.
Delik pemerasan dalam jabatan (pasal 12) 5.
Delik yang berkaitan dengan pemborongan (pasal 7) 6.
Delik gratifikasi (pasal 12B dan 12C) |
1. Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya; 2. Pemberian hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut; 3. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma; 4. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari rekanan; 5. Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat; 6. Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan; 7. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja; 8. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu; 9. Pembiayaan kunjungan kerja bagi lembaga legislatif; 10.Pemberian cinderamata bagi guru (PNS) setelah pembagian rapor/kelulusan; 11.Pemberian sejumlah uang atau fee 10-20 persen dari nilai proyek kepada pejabat; 12.Pemberian parsel ponsel canggih keluaran terbaru dari pengusaha ke pejabat; 13.Pembiayaan perjalanan wisata bagi bupati menjelang akhir jabatan; 14.Pemberian uang tambahan untuk pengurusan KTP/SIM/Paspor supaya bisa “dipercepat”; 15.Pembiayaan konferensi internasional bagi para pejabat yang terkadang jumlahnya tidak masuk akal; 16.Pembiayaan pembangunan tempat ibadah di kantor pemerintah (karena biasanya sudah tersedia anggaran untuk pembangunan tempat ibadah dimana anggaran tersebut harus dipergunakan sesuai dengan pos anggaran dan keperluan tambahan dana dapat menggunakan kotak amal); 17.Penerimaan uang retribusi untuk masuk pelabuhan tanpa tiket yang dilakukan oleh Instansi Pelabuhan, Dinas Perhubungan, dan Dinas Pendapatan Daerah; 18.Penerimaan pungutan liar di jalan raya dan tidak disertai tanda bukti dengan tujuan sumbangan tidak jelas. Oknum yang terlibat bisa jadi dari petugas kepolisian (Polisi Lalu Lintas), retribusi (Dinas Pendapatan Daerah), LLAJR (Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya), dan masyarakat (preman). |
1. Pemberian uang sogok agar dipermudah suatu pengurusan 2. Pemberian barang-barang tertentu yang bernilai ekonomis dan dapat diperjual belikan kembali |
Berdasarkan UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dan UU 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana diuraikan dalam
komparasi diatas :
-
Korupsi adalah perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi
secara melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara (Pasal 2 UU 31/1999)
Termasuk korupsi adalah perbuatan menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal
3 UU 31/1999).
-
Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas,
yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa
bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan
Cuma-Cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik diterima di dalam
negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana
elektronik, atau tanpa sarana elektronik (Penjelasan Pasal 12B UU 20/2001)
Dalam hal ini, ada frasa kunci yakni pemberian
fasilitas yang mengakibatkan seseorang memperoleh benefit tambahan dengan
orang tersebut tidak mengeluarkan biaya.
-
Suap berdasarkan Pasal 12B UU 20/2001 adalah setiap gratifikasi yang diberikan
kepada pegawai negara atau penyelenggara negara apabila berhubungan dengan
jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Poin kunci disini adalah apabila berhubungan
dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Sehingga,
sesuai dengan Kode Etik Hakim yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung RI, bila
gratifikasi tidak berhubungan dengan jabatannya melainkan karena ada
acara-acara khusus atau keagamaan, maka bukan merupakan suatu tindak pidana dan
gratifikasi diperbolehkan.
Unsur-Unsur dalam Tindak Pidana Suap dan
Gratifikasi |
Antara lain : a. Melibatkan Pegawai Negeri/Pejabat Publik atau Penyelenggara Negara; b. Memberikan hadiah atau janji; c. Pejabat Publik tsb secara sadar mengetahuinya; d. Patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya. |
Perlu dicatat bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 2
UU 31/1999, kata “dapat” sebelum “merugikan keuangan atau perekonomian negara”
menunjukan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya
tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah
dirumuskan, bukan dengan timbulnya akibat. Sehingga dapat diartikan bahwa,
meskipun kerugian negara belum terbukti, bila memenuhi unsur memperkaya diri
sendiri secara melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang untuk menguntungkan
diri sendiri, maka sudah terjadi tindak pidana korupsi.
Kesimpulan (HPM Effect)
Dalam konteks penerapan klausul Anti Corruption Covenant ini menurut hemat kami adalah tetap menggunakan istilah “Anti Corruption” à yang mana berdasarkan hasil penelaahan kami bahwa masing-masing unsur dan ciri khusus dari tindak pidana baik yang ada di dalam tindak pidana suap dan gratifikasi merupakan satu kesatuan ruang lingkup dengan Korupsi. Secara sederhana Korupsi merupakan muka luar yang menggambarkan suatu perbuatan curang secara luas (garis besarnya) namun didalamnya, yaitu secara spesifiknya banyak bentuk tindakan korupsi yang memuat suap dan gratifikasi sekaligus juga bentuk-bentuk lain sebagaimana telah dicantumkan dalam UU Tipikor seperti penggelepan, pemerasan, hingga dengan penyalahgunaan jabatan/wewenang.
Demikian informasi dalam Legal Opini ini kamu susun, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.
-------------------------------------------------------###-------------------------------------------------------
No comments:
Post a Comment